Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Tenaganita menilai gagasan untuk melegalisasi atau melakukan pemutihan pekerja ilegal yang ada di Malaysia merupakan ide yang mengkhawatirkan.Ide tersebut menimbulkan banyak pertanyaan dan kekhawatiran serius
"Ide tersebut menimbulkan banyak pertanyaan dan kekhawatiran serius," ujar Direktur Eksekutif Tenaganita, Glorene A Das dalam keterangannya kepada media di Kuala Lumpur, Selasa.
Sebelumnya Perdana Menteri, Tan Sri Muhyiddin Yassin mengatakan pemerintah akan mempertimbangkan rencana pemutihan pendatang asing tanpa izin (Pati) dengan memberikan pas sementara bagi mereka yang tidak memiliki permit (izin bekerja) dan terperangkap di negara ini untuk bekerja dalam sektor pertanian kelapa sawit dan getah bagi waktu tertentu.
Gagasan tersebut menindaklanjuti masalah kekurangan pekerja yang dialami pengusaha ladang kelapa sawit dan getah ketika pandemik COVID-19 di negara ini.
"Belum lama ini, pada awal pandemik para pekerja migran tidak berdokumen ditangkap dan dipenjarakan di penjara dan pusat penahanan yang penuh sesak, dimana ratusan dari mereka terinfeksi oleh virus baik di Semenanjung dan Malaysia Timur khususnya Sabah," katanya.
Industri perkebunan sudah menyuarakan keprihatinan tetapi pemerintah mengambil pendekatan sendiri dalam menangani masalah pekerja migran.
Tenaganita berpandangan program "amnesti" dan "legalisasi" sebelumnya tidak hanya gagal total tetapi juga mengakibatkan ratusan ribu pekerja migran kehilangan ribuan ringgit masing-masing tanpa manfaat apa pun.
"Faktanya hingga saat ini, perkiraan RM2,5 miliar yang dikumpulkan dari para pekerja migran selama program perekrutan terakhir belum diperhitungkan dan ribuan dari mereka terus terkatung-katung, banyak yang ditangkap dan ditahan." katanya.
Dengan latar belakang ini, ujar dia, pertimbangan untuk "melegalkan" buruh migran tidak berdokumen dengan izin kerja satu atau dua tahun menuntut komitmen tegas dari pemerintah untuk memastikan bahwa buruh migran tidak lagi digunakan sebagai mesin ATM.
"Komitmen ini harus didukung oleh rencana implementasi yang transparan dan dipikirkan dengan matang untuk memastikan bahwa pekerja migran yang ingin mengajukan izin kerja sementara dapat melakukannya tanpa kerumitan dan tanpa biaya sendiri," katanya.
Dia mengatakan semua biaya harus ditanggung oleh industri yang membutuhkan sehingga tidak akan dipotong sewaktu-waktu dari gaji mereka.
"Program 'legalisasi' tidak boleh digunakan sebagai sarana untuk mengisi kembali 'pundi-pundi pemerintah' yang selama ini biasa dilakukan," katanya.
Pada saat yang sama, ujar dia, terdapat beberapa ribu pekerja tercatat yang di-PHK akibat pandemi sehingga mereka harus dipertimbangkan untuk dikeluarkannya izin kerja sementara di industri tersebut.
"Selama kerja sosialisasi kami dengan pekerja perkebunan lokal, banyak yang ingin bekerja, namun perusahaan tidak mau menerimanya karena mempekerjakan pekerja lokal akan lebih mahal dengan keuntungan tambahan daripada pekerja migran," katanya.
Oleh karena itu, ujar dia, sangat penting bagi pemerintah untuk melakukan konsultasi dengan pengusaha, perwakilan pekerja migran / pekerja lokal, perwakilan diplomatik dan organisasi masyarakat sipil yang bekerja dengan pekerja migran di tingkat akar rumput tentang cara terbaik untuk mengembangkan dan melaksanakan "legalisasi sementara".
Baca juga: Eks politikus UMNO diperiksa polisi karena jelekkan PM
Baca juga: Mantan menteri pendidikan Malaysia keluar dari partai Mahathir
Sementara itu data dari KBRI Kuala Lumpur menyebutkan dari 4.774 orang Pati yang hendak dipulangkan dari depo-depo tahanan Imigrasi Malaysia masih ada sekitar 3000 orang yang belum dipulangkan.
Pewarta: Agus Setiawan
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2020