“Indonesia sekarang ini menuju ambang resesi, secara umum pasti yang akan terasa adalah daya beli masyarakat semakin terpukul. Selain itu, akan memberikan dampak negatif bagi UKM. Tahun 2021 saya rasa adalah cobaan berat kepada pelaku kelompok UKM dan pekerja pabrikan golongan 2 dan 3," katanya kepada Antara di Jakarta, Selasa.
Pilihan untuk bertahan nampaknya juga sulit karena produktifitas akan terbatas selama pandemi masih berlangsung di negeri ini. Dengan kondisi perekonomian yang semakin terpuruk akibat resesi, negara harus mengeluarkan kebijakan yang melindungi sektor UKM, termasuk UKM dari sektor Industri Hasil Tembakau (IHT).
Baca juga: Ekonom: Penggolongan cukai rokok untungkan industri multinasional
Bayu Kharisma menambahkan pemerintah sebaiknya meninjau ulang kenaikan tarif cukai IHT tahun 2021.
Sementara itu Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Heri Susianto mengatakan jika tarif cukai harus naik demi memenuhi target penerimaan, memang dianggap wajar.
Menurutnya, yang tidak wajar adalah komposisi kenaikannya. “Kami memohon kepada pemerintah untuk kembali menyesuaikan kenaikan cukai yang lebih realistis yaitu di sekitaran angka 7 hingga 10 persen," katanya.
Baca juga: YLKI: Kenaikan jumlah perokok pemula didorong masifnya iklan rokok
Baca juga: Forum Anak dorong kebijakan ketat lindungi anak dari iklan rokok
Kalkulasi anggaran yang ditetapkan pemerintah lewat Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPBN) 2021 adalah target penerimaan cukai sebesar Rp 178,5 triliun.
Secara spesifik, target penerimaan cukai hasil tembakau pada 2021 sebesar Rp 172,75 triliun atau lebih tinggi 4,7 persen dibanding target tahun 2020 senilai Rp 164,94 triliun. Jumlah ini setara dengan kenaikan sebesar Rp 7,81 triliun dibanding target tahun 2020.
Baca juga: Menko PMK: Rokok ranjau bagi Nawa Cita
Baca juga: Survey: Terjangkaunya harga sebabkan meningkatnya perokok anak
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020