Kontestasi antardua kandidat Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya telah diramaikan oleh hasil survei sejumlah lembaga survei baik yang ada di tingkat lokal maupun nasional.
Dua kandidat tersebut adalah Eri Cahyadi dan Armuji dengan nomor urut 01 serta pasangan nomor urut 02 Machfud Arifin dan Mujiaman.
Paslon nomor urut 1, Eri-Armuji diusung oleh PDI Perjuangan dan didukung oleh PSI serta enam partai politik non parlemen, yakni Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Hanura, Partai Berkarya, PKPI, dan Partai Garuda.
Sementara paslon nomor urut 2, Macfud-Mujiaman diusung koalisi delapan partai yakni PKB, PPP, PAN, Golkar, Gerindra, PKS, Demokrat dan Partai Nasdem serta didukung partai non-parlemen yakni Partai Perindo.
Seperti pada umumnya pemilihan umum selama ini, hasil survei Pilkada Surabaya juga bervariasi.
Baca juga: Pengamat : Perang data dan fakta di debat perdana Pilkada Surabaya
Ada dua lembaga survei yakni Populi Center dan Pusat Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (PusdeHAM) yang mencatat keunggulan Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya Nomor Urut 01, Eri Cahyadi-Armuji. Populi Center menyebut selisihnya hanya terpaut 3,3 persen, sedangkan PusdeHAM 6,5 persen.
Sementara Poltracking Indonesia merilis hasil survei pada Senin ini mencatat keunggulan Paslon Nomor Urut 02 Machfud Arifin dan Mujiaman dengan selisih cukup jauh yakni 17,6 persen.
Populi Center melakukan survei mulal 6 hingga 13 Oktober 2020 dengan 800 responden yang dipilih secara acak bertingkat (multistage random sampling). Adapun Margin of error pada survei kali ini sebesar 4,0 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Hasil survei tersebut menunjukkan adanya keterbelahan preferensi politik warga Surabaya terhadap para calon menjadi tiga profesi, yaitu birokrat, akademisi dan politisi. Statistik yang tercatat dari jajak pendapat terhadap 800 responden warga Surabaya ini, memperlihatkan adanya 21,2 persen warga Kota Pahlawan menginginkan pemimpinnya dari kalangan birokrat.
Baca juga: 65 advokat di Surabaya bersatu membela Wali Kota Risma
Sementara, dari kalangan akademisi diinginkan 13,2 persen responden dan 12,8 persen lainnya menghendaki wali kota dan wakil wali kota dari kalangan politisi. Dari gambaran survei, memang pasangan birokrat dan politisi memiliki sebuah nilai persentase yang cukup kuat.
"Masyarakat menghendaki Wali Kota Surabaya, yang memiliki latar belakang profesi dan visi misi," kata Peneliti Populi Center Jefri Adriansyah saat merilis hasil survei pilkada di Surabaya akhir Oktober lalu.
Hal sama juga dikatakan Peneliti Populi Center Hartanto Rosojati. Ia merinci sejumlah temuan dari hasil survei tersebut yakni pertama, Machfud Arifin merupakan nama yang paling banyak dikenal dengan persentase 74,0 persen, diikuti oleh Eri Cahyadi dengan 68,8 persen, Armuji dengan 55,0 persen dan Mujiaman Sukirno 50,2 persen.
Kedua, nama Eri Cahyadi unggul untuk kategori akseptabilitas sebagai sosok yang mampu membawa perbaikan, sosok yang disukai, sering muncul di media sosial, paling memahami persoalan di Kota Surabaya, dan dinilai paling mampu menangani COVID-19.
Baca juga: Cawali Eri Cahyadi dapat dukungan warga Madura pada Pilkada Surabaya
Ketiga, dari sisi elektabilitas pasangan calon, Eri Cahyadi-Armuji merupakan pasangan yang paling dipilih menjadi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya periode mendatang dengan 41,0 persen, mengungguli pasangan Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno dengan persentase 37,7 persen. Adapun yang tidak menjawab 21,3 persen.
Sementara itu, dari hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh lembaga survei PusdeHAM pada 1.000 responden di Surabaya pada awal Oktober 2020 menunjukkan keunggulan keterpilihan Eri-Armuji yang mencapai 6,5 persen, dibanding lawannya pasangan Machfud-Mujiaman.
Menurut peneliti PusdeHAM Andik, hal ini dikarenakan faktor figur mentor atau patron dan profesi masing-masing serta mesin politik di belakangnya. Ia mengatakan ada tiga faktor utama yang mendulang keunggulan Eri-Armudji yakni karena faktor Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, sosok Eri Cahyadi dan Armuji sendiri serta mesin PDI Perjuangan yang sangat solid.
Jika Populi Center dan PusdeHam mengunggulkan Eri-Armuji, namun berbeda halnya dengan hasil survei dari Poltracking Indonesia yang mengunggulkan Machfud-Mujiaman.
Poltracking Indonesia menyelenggarakan survei Pilkada Surabaya 2020 pada 19–23 Oktober 2020 dengan menggunakan metode stratified multistage random sampling. Jumlah sampel dalam survei ini adalah 1.200 responden dengan margin of error +/- 2,8 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Peneliti Poltracking Indonesia Masduri mengatakan berdasarkan hasil survei elektabilitas Machfud dan Mujiaman 51,7 persen, unggul dari Eri dan Armuji 34,1 persen.
Baca juga: Dahlan Iskan nilai Machfud Arifin mampu melanjutkan kepemimpinan Risma
Lebih lanjut, kata dia, survei ini menemukan bahwa dalam pertanyaan kandidat tunggal wali kota (tidak berpasangan), Machfud Arifin (51,9 persen) lebih unggul dari Eri Cahyadi (34,3 persen), dengan pemilih merahasiakan jawaban (6,0 persen) dan undecided voters/pemilih yang belum menentukan pilihan (7,8 persen).
Begitu juga dengan elektabilitas kandidat tunggal wakil wali kota, tingkat elektabilitas Mujiaman (47,5 persen), lebih unggul dari Armuji (30,7 persen), dengan pemilih merahasiakan jawaban (10,4 persen) dan undecided voters/pemilih (11,4 persen).
"Ini merupakan potret terbaru peta kekuatan elektoral masing-masing pasangan Calon Wali Kota – Wakil Wali Kota Surabaya," katanya.
Perbedaan hasil survei
Baca juga: Kawasan kumuh di Surabaya jadi perdebatan dua cawali
Pengamat Sosial Politik Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Agus Mahfud Fauzi menyikapi adanya perbedaan hasil survei Pilkada Surabaya 2020 yang dikeluarkan oleh sejumlah lembaga survei nasional.
Agus menilai perbedaan itu karena jadwal survei yang tidak bersamaan dan perjuangan calon bersama tim pemenangan masih bisa mengubah peta di setiap wilayah. "Apalagi lembaga survei yang ada itu selama ini dianggap mempunyai kredibilitas sebagai lembaga survei," katanya.
Menurutnya, lembaga survei tersebut masih bisa dipercaya kecuali ada lembaga yang sudah masuk angin yaitu sudah bisa dibeli sang pemesan. "Hanya saja ini mempunyai risiko tinggi, yaitu calon mitra selanjutnya tidak akan memakai jika terbongkar kebohongannya," ujarnya.
Sementara itu, Pemerhati Kebjakan Publik Universitas Airlangga Sukardi menyebutkan hasil survei tersebut menunjukkan tingkat rasionalitas dan kecerdasan publik Surabaya. "Masyarakat Surabaya berpikir cerdas dan rasional, pilihan mereka akan sesuai dengan kepentingan mereka ke depannya," katanya.
Menurut dia, warga Surabaya akan melihat apakah kepentingan mereka terpenuhi melalui sistem manajemen pemerintahan yang sudah terbentuk dan aturan yang sudah ada. Ia mencontohkan pada era Wali Kota Surabaya Bambang DH yang perhatian di bidang pendidikan terus dipertahankan dan ditingkatkan plus pembangunan taman-taman oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
"Warga melihat siapa yang bisa melanjutkan sistem dan aturan itu ke depannya yang akan jadi acuan ideologi atau mindset politiknya," katanya.
Sementara itu, Pengamat Sosial Politik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya Andri Arianto mempertanyakan hasil survei Poltracking Indonesia yang dinilai tidak masuk akal karena popularitas Mujiaman mengalahkan Armuji. Disebutkan angka popularitas 60,2 persen untuk Mujiaman dan 59,6 persen untuk Armuji.
"Pak Armuji sudah lima kali terpilih menjadi wakil rakyat. Empat kali di DPRD Surabaya dan sekarang duduk di DPRD Jatim sebelum maju calon wakil wali kota. Dia meraih sekitar 136.000 suara khusus untuk Surabaya saja. Jadi sangat aneh jika Pak Armuji kalah populer dibanding Pak Mujiaman di Surabaya," ujar Andri.
Baca juga: Pengamat: Koalisi gajah melawan gajah di Pilkada Surabaya
Apalagi, kata Andri, Mujiaman yang merupakan mantan Dirut PDAM Surabaya belum teruji dalam memikat pemilih dan menghimpun suara. Berbeda dengan Armuji yang sudah terbukti sebagai wakil rakyat dengan perolehan 136.000 suara di Surabaya.
Perang klaim
Sekjen DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristianto sebelumnya menyebut berdasarkan hasil survei internal menyebut Paslon Eri Cahyadi dan Armuji unggul 6 persen dibandingkan pesaingnya.
Menurutnya, selisih keunggulan itu bakal semakin lebar jika PDIP menambahkan jumlah warga yang belum disurvei yaitu dari kalangan pemilih pemula. "Undecided voters belum kami hitung," ujarnya.
Hasto memaparkan faktor pemicu keunggulan paslon Erji yakni pertama, Eri-Armuji merupakan kandidat yang penerus Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sehingga warga Kota Surabaya tidak ragu mendukung keduanya.
Kedua, lanjut dia, warga Surabaya optimistis Eri-Armuji mampu melanjutkan program-program yang sudah dirancang Wali Kota Risma yakni berpihak pada wong cilik serta menyejahterakan warga.
Ketiga, warga melihat sosok Eri dan Armuji yang kemampuannya tidak perlu diragukan. Eri sendiri berasal dari birokrat di Pemkot Surabaya sehingga memiliki bekal kemampuan membangun kota.
Baca juga: Gus Jazil: Rakyat harus miliki hikmat-kebijaksanaan saat memilih
Tidak mau kalah dengan kubuh paslon 02, Direktur Komunikasi dan Media Tim Pemenangan Machfud-Mujiaman, Imam Syafii mengklaim hasil survei internal Machfud-Mujiaman unggul 20 persen.
Imam mengatakan hasil survei kubu Eri-Armuji tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Kalau Eri-Armuji memang sudah unggul dari Machfud-Mujiaman, mestinya Wali Kota Risma bisa lebih tenang.
"Bukan sebaliknya harus bekerja keras sampai banyak laporan dugaan adanya pelanggaran dan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan Bu Risma untuk memenangkan Eri-Armuji," katanya.
Adanya klaim kemenangan dari masing-masing pasangan calon tersebut menunjukkan Pilkada Surabaya 2020 cukup dinamis. Kedua paslon mempunyai cara sendiri-sendiri untuk menarik simpati warga menjelang coblosan Pilkada Surabaya.
Meskipun di arus bawah sering terjadi perang opini, namun publik secara umum berharap pelaksanaan Pilkada Surabaya 2020 di tengah pandemi COVID-19 ini bisa berjalan dengan lancar. Mayoritas warga Surabaya cukup cerdas untuk bisa memilih calon wali kota dan wakil wali kota Surabaya sesuai hati nuraninya.
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020