"Masukkan (saya) soal krisis iklim, tampaknya sirkular ekonomi bisa selesaikan masalah kompleks itu. Pertama, terkait sampah. Kedua, dengan itu bisa penuhi kebutuhan energi atau produk dari limbah jadi produk konsumsi dan lain-lain," kata Bambang dalam diskusi publik "Pandemi itu Nyata, Begitu Pula Krisis Iklim" yang diadakan AIPI bersama The Conversation Indonesia diakses di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan pada intinya sirkular ekonomi dapat diarahkan untuk menyelesaikan krisis iklim di Indonesia. Banyak ahlinya sirkular ekonomi di Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, jadi bisa mencari tahu mana yang pas digunakan.
"Ahlinya ada di sini, bisa mencari tahu sirkular ekonomi seperti apa yang bisa jadi mainstream di Indonesia," ujar dia.
Baca juga: Menristek jadikan Habibie Award bergengsi layaknya Nobel Prize
Baca juga: Menristek: Peran dokter penting arusutamakan pemakaian obat asli RI
Menurut Bambang, topik pandemi dan krisis iklim sangat relevan untuk dibahas karena keduanya mengancam umat manusia. Flu Spanyol yang muncul setelah Perang Dunia I sekitar 100 tahun lalu, dilanjutkan Perang Dunia II dan resesi ekonomi besar dapat menjadi pelajaran terkait ancaman pandemi.
Berkaca dari pengalaman itu, meski perang masih ada di beberapa tempat namun Bambang mengatakan masih bisa dikendalikan. Selanjutnya krisis iklim menjadi kekhawatiran, namun kemudian "tertutup" pandemi COVID-19.
"Maka ancaman ke depan memang pandemi dan krisis iklim. Tapi di bidang saya, krisis ekonomi perlu diwaspadai juga," ujar dia.
Sebagai insan ilmu pengetahuan dan teknologi, ia mengatakan mau tidak mau pandemi dan krisis iklim menjadi tantangan untuk diatasi.*
Baca juga: Menristek sebut belum ada fanatisme atas produk herbal asli Indonesia
Baca juga: Menristek Bambang dorong keberpihakan untuk OMAI
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020