Tanggal 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan untuk mengenang pertempuran mengusir tentara sekutu yang ingin kembali menjajah Indonesia pada 10 November 1945 di Surabaya.
Dalam pertempuran besar-besaran yang dilakukan tentara rakyat Indonesia dan anggota masyarakat Indonesia lainnya, di antaranya ulama dan santri, para pejuang kemerdekaan Indonesia tersebut berhasil mengusir penjajah dan memaksanya untuk melakukan perundingan guna mengakui kedaulatan Indonesia.
Memperingati Hari Pahlawan 2020, Pemerintah Indonesia menetapkan tema “Pahlawanku Sepanjang Masa.” Tema ini memiliki maksud, perjuangan dan pengorbanan para pahlawan yang telah rela mempertaruhkan nyawanya demi kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah sepantasnya dikenang sepanjang masa oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Bukan hanya dikenang, dari pertempuran 10 November 1945 kita misalnya bisa belajar bahwa perjuangan membela bangsa dapat dilakukan siapapun, tantara, ulama, santri dan sebagainya.
Baca juga: Menteri Sosial menggelorakan semangat kepahlawanan masa kini
Pahlawan bisa hadir di sekitar kita dan sepanjang masa. Nilai-nilai kepahlawanan seperti perjuangan untuk menegakkan keadilan dan perjuangan untuk meraih kemakmuran bangsa dengan bekerja keras membangun Indonesia yang sejahtera dapat ditemukan di sekitar kita dan di dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.
Untuk itu, Pemerintah mengharapkan agar apa yang dilakukan para pahlawan dapat menginspirasi maupun memotivasi anak bangsa untuk terus meneruskan perjuangan mereka sesuai dengan tantangan dan dinamika kehidupan bangsa dan negara.
Setiap jaman memiliki perjuangan tersendiri. Perjuangan generasi saat ini dan mendatang berbeda dengan perjuangan yang dilakukan para pahlawan pada masa lalu.
Pada masa lalu perjuangan dilakukan dengan mengangkat senjata maka saat ini masyarakat berjuang melawan berbagai masalah bangsa seperti kemiskinan, bencana alam, narkoba, paham radikal termasuk pandemi COVID-19.
Namun meskipun medan perjuangan berkembang sesuai perkembangan jaman, pada dasarnya nilai-nilai kepahlawanan yang terkandung di dalamnya relatif sama, yaitu antara lain beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, menegakkan kebenaran dan keadilan, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, membela kaum yang lemah, meletakkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi/golongan, dan mencintai rakyat dan bangsa.
Nilai-nilai kepahlawanan tersebut bisa muncul dari suatu kejadian biasa saja dan dari kejadian sehari-hari yang berlangsung di sekitar kita.
Pahlawan bisa saja berada di sekitar kita, namun seringkali luput dari perhatian masyarakat dan tidak terliput media massa.
Pahlawan di Sekitar Kita
Secara etimologis pahlawan berasal dari akar kata pahala dan berakhiran wan sehingga menjadi pahlawan.
Karenanya kata tersebut dapat diartikan sebagai orang yang pantas memperoleh pahala karena jasa-jasanya dan pengorbanannya terhadap orang banyak.
Baca juga: Menteri Penerangan era Soekarno akan dianugerahi Pahlawan Nasional
Dalam konteks kehidupan bernegara, seseorang memperoleh pengakuan pahlawan karena jasa-jasanya dalam memperjuangkan negara dan bangsa dalam memperjuangkan kemerdekaannya dan membebaskan bangsanya dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Seorang pahlawan berjuang karena mencintai negeri dan tanah tumpah darahnya.
Di era teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang pesat saat ini, menjadi pahlawan sesungguhnya bukanlah hal yang mudah.
Peribahasa mengatakan “barang siapa yang ingin memiliki mutiara, harus kuat menahan napas dan berani terjun menyelami samudra yang dalam”.
Menyadari bahwa menjadi pahlawan bukan hal yang mudah, maka banyak orang yang kemudian menempuh jalan pintas dengan menjadi pahlawan kesiangan melalui pencitraan.
Pahlawan semacam ini tentu saja tidak mendasarkan tindakan dan perilakunya pada nilai-nilai kepahlawanan ataupun Pancasila.
Pahlawan kesiangan justru menjadikan Pancasila surplus ucapan dan minus aktualisasi dalam kehidupan.
Namun berbeda dengan para pahlawan kesiangan, tidak sedikit anggota masyakarat yang tanpa pamrih dan publikasi mengaktualisasikan nilai-nilai kepahlawanan dalam kehidupan keseharian untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia dan membela kaum yang lemah, dan meletakkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi/golongan, dan mencintai rakyat dan bangsa.
Mereka adalah pahlawan yang ada di sekitar kita yang kehadirannya kerap tanpa kita sadari.
Komisaris Polisi Suyono dari Kota Malang, yang viral karena tindakannya sebagai seorang polisi yang tidak segan menjadi tukang gali kubur untuk memakamkan korban COVID-19, bisa menjadi contoh seorang pahlawan di sekitar kita.
Baca juga: Kapolri pertama dianugerahi gelar pahlawan nasional
Tanpa banyak cakap, apalagi publikasi demi pencitraan, Suyono memberikan contoh keteladanan melalui aktualisasi nilai-nilai kepahlawanan dan Pancasila dalam tindakan.
Suyono tidak sendiri. Di Kupang ada mantan pilot sebuah maskapai internasional bernama Budi Soehardi yang rela mengasuh seratusan anak di Panti Asuhan Roslin, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Atas aksinya tersebut, Budi mendapat gelar “pahlawan” dari CNN Heroes pada 2009 dan mendapat julukan “a father to the forgotten.”
Pada 2019 ia pun mendapat anugerah Ikon Pancasila 2019 dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.
Kuatkan Pancasila
Kehadiran sosok-sosok Pahlawan di sekitar kita seperti yang dilakukan Suyono dan Budi Soehardi membuat kita optimistis mengenai masa depan bangsa dan negara Indonesia.
Bahwa banyak sekali orang-orang baik yang mengaktualisasikan nilai-nilai kepahlawanan dan Pancasila dalam tindakan keseharian.
Namun demikian, agar nilai-nilai kepahlawanan dapat terpelihara dan dipahami oleh generasi penerus bangsa dan negara maka perlu upaya-upaya sistematis dan berkesinambungan untuk mewariskan nilai-nilai kepahlawanan berdasarkan Pancasila.
Kepahlawanan dan Ideologi bukanlah warisan biologis. Kepahlawanan harus dibentuk dan ideologi adalah warisan kultural yang harus dirawat, dibina dan diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Proses pembumian yang terus menerus menjadi tanggung jawab seluruh elemen masyarakat dalam menghadapi berbagai ancaman ideologi transnasional dan masalah-masalah intoleransi, radikalisme, terorisme, keadilan dan kesejahteraan.
Baca juga: Delapan kisah pahlawan nasional yang diangkat ke film
Saat ini, radikalisme dan terorisme berkembang karena pengaruh ideologi kekerasan yang menyebar begitu masifnya, antara lain melalui media sosial. Bahkan aparatur negara seperti aparatur sipil negara sampai TNI/Polri, bisa terpapar paham intoleran dan radikal.
Karena itu pewarisan nilai-nilai kepahlawanan dan penguatan Pancasila mesti dilakukan secara berkesinambungan dan diikuti oleh seluruh elemen masyarakat.
Pewarisan nilai-nilai kepahlawanan berdasarkan Pancasila bisa dimulai dengan memberikan keteladanan berupa tindakan nyata kepada generasi penerus bangsa dan negara sejak usia dini, baik melalui keluarga ataupun pendidikan formal dan non-formal.
Pembumian nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa dan ideologi negara juga perlu dilakukan kembali antara lain dengan memasukkannya sebagai bagian dari mata pelajaran wajib di sekolah dan perguruan tinggi.
Melalui pewarisan nilai-nilai kepahlawanan dan penguatan Pancasila diharapkan dapat dihadirkan kembali sikap kepahlawanan dan pemahaman akan kelahiran Indonesia dari bangsa yang terjajah menjadi bangsa yang berpikir dan bertindak merdeka.
Menyadarkan kembali bahwa Indonesia bukanlah bagian dari orang-orang yang tidak berpikir merdeka.
Pahlawan dengan segala kelebihan dan kekurangan manusiawinya bisa menjadi contoh manusia yang berpikir dan bertindak merdeka sepanjang masa.
Oleh Aris Heru Utomo
Direktur Standardisasi Materi dan Metode Aparatur Negara BPIP
Pewarta: Aris Heru Utomo
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020