Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menjadi pemohon selanjutnya yang mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi.KSBSI menyebut pemerintah tidak melibatkan pekerja/buruh/serikat pekerja dalam pembahasan RUU Cipta Kerja meski mendapatkan protes dari serikat pekerja.
Dikutip dari laman resmi Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, KSBSI diwakili Presiden Dewan Eksekutif Elly Rosita Silaban dan Sekjen Dewan Eksekutif Dedi Hardianto mengajukan pengujian formal dan materi.
Untuk uji formal, dalam pemohonannya, KSBSI menyebut pemerintah tidak melibatkan pekerja, buruh, atau serikat pekerja dalam pembahasan RUU Cipta Kerja meski mendapatkan protes dari serikat pekerja.
Baca juga: Hakim MK ingatkan penggugat UU Cipta Kerja hati-hati cantumkan pasal
Pemohon mengakui terdapat pertemuan dengan pemerintah. Akan tetapi, hanya membahas latar belakang diperlukannya omnibusl law, bukan rancangan pasal-pasal omnibus law. Selanjutnya, pembahasan yang hanya 10 hari dinilai pemohon sangat tergesa-gesa.
Selain itu, pemohon menyoroti Pasal 6 yang menunjuk Pasal 5 Ayat (1) Huruf a. Akan tetapi, dalam Undang-Undang Cipta Kerja hanya memuat Pasal 5.
Untuk uji materi, pasal yang dipersoalkan relatif cukup banyak, yakni Pasal 42 Ayat (3) Huruf c, Pasal 57, Pasal 59, Pasal 61 Ayat (3), Pasal 61A Ayat (1), Pasal 89, Pasal 90B, Pasal 154A, Pasal 156, Pasal 161, Pasal 162, Pasal 163, Pasal 164, Pasal 165, Pasal 166, Pasal 167, Pasal 168, Pasal 169, Pasal 170, Pasal 171, dan Pasal 172 Undang-Undang Cipta Kerja.
Menurut KSBSI, muatan materi dalam pasal-pasal tersebut mengurangi hak dasar pekerja dari yang sebelumnya telah diatur Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Baca juga: Pemohon uji materi UU Cipta Kerja perbaiki permohonan
Selain itu, pasal-pasal itu disebut menimbulkan kekosongan hukum di bidang hubungan industrial serta bertentangan dengan hak asasi manusia.
Untuk itu, pemohon meminta Mahkamah Konstitusi membatalkan Undang-Undang Cipta Kerja atau menyatakan pasal-pasal yang dipersoalkan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020