"Saya bacakan BAP nomor 52 Saudara menjelaskan 'Awalnya antara Hiendra Soenyoto dan Marzuki Ali sangat dekat, tapi setelah Hiendra Soenjoto melawan Azhar Umar saya pernah dimintai tolong oleh Hiendra agar disampaikan kepada Marzuki Ali agar disampaikan ke Pramono Anung, Menteri Sekretaris Negara saat itu agar penahanan Hiendra ditangguhkan'," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Jaksa Wawan membacakan BAP milik abang Hiendra Soenyoto, Direktur Mitra Abadi Rahardja Hengky Soenyoto, yang menjadi saksi untuk mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyanto.
Baca juga: Saksi sebut Hiendra minta tolong Iwan Bule agar bebas dari tahanan
Nurhadi dan Rezky didakwa menerima suap sejumlah Rp45,726 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014—2016 Hiendra Soenjoto dan gratifikasi senilai Rp37,287 miliar dari sejumlah pihak pada periode 2014—2017.
"Yang kedua saya disuruh Hiendra untuk menawarkan cessie atau surat pembayaran utang dari UOB sebesar Rp110 miliar dengan imbalan nanti Marzuki Ali masuk menggantikan Azhar Umar menjadi Komisaris PT MIT (Multicon Indrajaya Terminal). Akan tetapi, setelah disampaikan Marzuki Ali, tidak punya uang sebanyak itu," kata jaksa Wawan.
Beberapa waktu kemudian, menurut Wawan, berdasarkan BAP tersebut Hiendra sudah memberikan opsi lain kepada Marzuki Ali, yaitu meminta Marzuki Ali untuk pinjam uang sekitar Rp6 miliar—Rp7 miliar.
"Yang akan digunakan untuk mengurus perkaranya Hiendra Soenyoto dengan imbalan akan dihitung sebagai penyertaan modal atau saham di PT MIT, jadi betul uangnya untuk urus perkara?" tanya jaksa Wawan.
"Betul, tapi sebenarnya tidak ada perkara yang diurus, tapi Hiendra utang uang dengan Pak Marzuki Ali untuk mengurus perkara yang lain, tapi akhirnya Pak Marzuki tahu uangnya bukan untuk mengurus perkara karena Pak Hiendra mengatakan perkara UOB dan MIT itu diurus Rezky dan Pak Nurhadi," jawab Hengky.
Peminjaman uang oleh Hiendra dari Marzuki Ali itu terjadi pada tahun 2017.
"Pak Marzuki Ali akhirnya marah, bahkan ingin minta bertemu dengan Pak Nurhadi kalau uang itu tidak dikembalikan. Akhirnya Hiendra mengaku uangnya dipakai untuk kebutuhan pribadi dan bukan untuk pengurusan perkara," kata Hengky.
Baca juga: Menantu Nurhadi disebut minta "fee" Rp500 juta untuk bantu perkara
Menurut Hengky, uang pinjaman dari Marzuki Ali sebesar Rp6 miliar itu digunakan Hiendra untuk mengembalikan utang kepada Hengky sebesar Rp1,5 miliar, untuk menyewa lahan sebesar Rp1 miliar, dan sisanya untuk keperluan lain, termasuk biaya perkara hukum dengan kurator.
"Saya tidak tahu perkara apa saja karena Hiendra banyak perkaranya. Akan tetapi, karena dalam perkara UOB dengan MIT diputuskan bahwa MIT pailit dan untuk meredam kemarahan Pak Marzuki akhirnya dirikan perusahaan namanya Intercom," ungkap Hengky.
Selanjutnya, kata dia, Hiendra memberikan saham kepada Marzuki 45 persen dan 55 persen Hiendra. Akan tetapi diatasnamakan Toto dan Hotma karena Hiendra tidak mau namanya masuk ke perusahaan.
Setelah berjalan beberapa lama, Marzuki Ali bahkan akhirnya menguasai seluruh kepemilikan saham PT Intercom.
"Sampai ribut-ribut karena Pak Hiendra berulang kali diminta untuk mengembalikan uang tetapi tidak mau hingga pada akhirnya Pak Marzuki Ali ambil alih semua saham itu beberapa tahun kemudian karena Hiendra tidak bisa mengembalikan utang kepada Marzuki Ali," kata Hengky.
Menurut Hengky, Marzuki Alie terus memantau perkara antara UOB dengan MIT sampai akhirnya mengetahui MIT kalah di kasasi Mahkamah Agung.
"Dia (Marzuki Alie) marah di WA, jadi saya chat untuk meredam Pak Marzuki agar tidak marah karena setiap hari dia memonitor, dia tipe orang yang susah memberikan uang, jadi kalau memberikan uang, dia monitor terus. Saya diminta Hiendra untuk kirim balasan chat ke Pak Marzuki Alie," ungkap Hengky.
Dalam perkara hukum antara UOB dengan PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) milik Hiendra, PT MIT berutang 17 juta dolar AS kepada UOB dan UOB minta dikembalikan Rp110 miliar.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020