"Saat ini sedang proses tiga peraturan pemerintah tentang penguasaan teknologi antariksa, kegiatan komersial keantariksaan dan bandar antariksa," kata Robertus dalam seminar virtual Teknologi Penerbangan dan Antariksa untuk Indonesia Maju yang merupakan rangkaian kegiatan Inovasi Indonesia Expo 2020, Jakarta, Jumat.
Robertus menuturkan tiga rancangan peraturan pemerintah (RPP) tersebut adalah RPP penguasaan teknologi antariksa, RPP kegiatan komersial keantariksaan, dan RPP pengembangan dan pengoperasian bandar antariksa.
"Kalau semua dasar hukummnya sudah ada maka tidak ada hambatan bagi investasi lagi untuk masuk ke dalam kegiatan ini," tuturnya.
Baca juga: Lapan targetkan roket sonda dua tingkat diluncurkan 2024
Baca juga: Lapan: Pengembangan roket pengorbit satelit berdampak pada ekonomi
RPP penguasaan teknologi antariksa akan mencakup antara lain izin untuk mengembangkan teknologi roket, perlindungan teknologi termasuk supervisi terhadap teknologi sensitif yang diimpor dan definisi dan daftar teknologi sensitif.
RPP itu juga meliputi standar desain, produksi, pengujian dan pengoperasian wahana antariksa; sertifikasi atas fasilitas dan personel yang menangani teknologi antariksa; serta izin uji terbang roket.
RPP kegiatan komersial keantariksaan bertujuan untuk menumbuhkan industri keantariksaan, mendorong investasi komersial di bidang keantariksaan baik nasional maupun internasional. RPP itu juga mencakup bagaimana kontribusi pemerintah bagi industri keantariksaan seperti terkait fasilitas dan kekayaan intelektual.
Sementara RPP pengembangan dan pengoperasian bandar antariksa berkaitan dengan tanggung jawab dalam peluncuran satelit di wilayah Indonesia, dan aturan dalam operasi peluncuran.
"Kegiatan peluncuran satelit walaupun dari swasta tetap ada tanggung jawab pemerintah di sana," ujar Robertus.
Koordinator Bidang Diseminasi Pusat Teknologi Roket Lapan Arif Nur Hakim menuturkan peluncuran satelit dari lokasi geografis Indonesia dinilai menguntungkan karena peluncuran dari area khatulistiwa dapat membawa muatan yang lebih banyak.
"Misalkan kita meluncurkan di khatulistiwa atau di Rusia akan berbeda karena di khatulistiwa dia dapat energi tambahan dari pergerakan rotasi bumi sedangkan di daerah lintang yang tinggi tidak," tutur Arif.
Arif menuturkan energi tambahan yang diperoleh dari pergerakan rotasi bumi tersebut bisa dikonversi ke banyaknya muatan yang bisa di bawa roket tersebut.
"Di khatulistiwa secara teori itu akan lebih besar muatannya dibandingkan roket yang diluncurkan di Rusia," ujar Arif.*
Baca juga: Lapan kembangkan satelit konstelasi bantu sistem peringatan dini
Baca juga: Lapan akan cari kehidupan di planet lain 2021
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020