• Beranda
  • Berita
  • Netralitas ASN di pilkada, Ketum Korpri usulkan redesain sistem karier

Netralitas ASN di pilkada, Ketum Korpri usulkan redesain sistem karier

19 November 2020 19:26 WIB
Netralitas ASN di pilkada, Ketum Korpri usulkan redesain sistem karier
Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh (Boyke Ledy Watra)
Ketua Umum Dewan Pengurus Korpri Nasional (DPKN) Zudan Arif Fakrulloh mengusulkan redesain sistem karier untuk menjaga netralitas dan kenyamanan aparatur sipil negara disetiap kali penyelenggaraan Pemilihan kepala daerah.
 
Zudan Arif Fakrulloh di Jakarta, Kamis, mengatakan netralitas ASN selalu menjadi isu yang mencuat setiap kali ada pilkada. Oleh sebab itu dia memandang perlu merumuskan satu solusi agar tidak terulang dan tidak menimbulkan kegaduhan saban kali ada pilkada.
 
"Meskipun persentasinya sedikit sekali, yakni dari 4,2 juta ASN yang tidak netral itu tidak banyak. Jumlahnya di bawah 1.000, tapi sangat noise. Menimbulkan image seolah-olah ASN itu banyak yang tidak netral," kata dia.
 
Zudan menegaskan ASN yang netral jauh lebih banyak. ASN yang profesional jauh lebih banyak jumlahnya dibanding yang tidak netral.
 
"Namun meskipun sedikit jumlahnya tetap harus kita tangani," kata dia.
 
Zudan mengajak semua pihak memikirkan sistem merit baru agar ASN tidak menjadi korban dari ritual politik lima tahunan.
 
"Saya sebut 'ritual politik lima tahunan' karena setiap lima tahun pasca pilkada terjadi tsunami birokrasi. Banyak ASN yang dicopot, banyak ASN yang nonjob," kata Zudan.
 
Dia mencermati ada dua faktor penyebab ASN menjadi tidak netral, yakni faktor eksternal dan faktor internal.
 
Faktor eksternal terjadi lantaran sistem politik yang ada menyebabkan ASN bisa tidak netral atau dipaksa oleh sistem untuk tidak netral. Misalnya, ketika petahana maju pilkada lagi.
 
"Kalau petahana gubernur/bupati dan wakilnya maju satu paket tidak ada pergolakan bagi ASN. Apalagi kalau menang, ASN-nya nyaman. Tetapi jika wakilnya maju, gubernur/bupati petahana  maju, birokrasi bisa terbelah," ucap Zudan.
 
Sebab, masing-masing calon pejabat yang berharap menang kerap memberikan "gratifikasi politik dan jabatan".
 
"Nanti kalau saya menang, you dukung saya, you jadi kepala dinas pendidikan, you jadi Kadinas PU, Kadinas Kesehatan. Yang tidak bergerak, tidak berkeringat biar saja di luar pagar. Begitulah bentuk gratifikasi politik," ulas profesor termuda bidang ilmu hukum ini saat usia 35 tahun.
 
Dirinya pun menyayangkan sistem politik yang membolehkan pejabat yang tidak maju mencalonkan diri dalam pilkada namun tetap berkampanye.
 
Sementara faktor internalnya pun banyak, yang harus dijaga kata Zudan walaupun berkawan atau memiliki hubungan dengan calon kepala daerah harus tetap profesional.
 
"Ini memang tidak mudah," kata Zudan.
 
Misalnya, calon kepala daerah sangat akrab dengan Sekda atau anak buah Sekda tidak enak kalau tidak mendukung salah satu calon.
 
"Ini mendukung karena kedekatan, karena utang budi. Ini faktor internal yang harus bisa kita antisipasi agar tidak terjebak dalam sikap tidak netral," kata Zudan Arif Fakrulloh yang juga menjabat Dirjen Dukcapil.

Baca juga: Menpan RB: ASN harus netral karena perannya sebagai pemersatu bangsa

Baca juga: Ombudsman bertemu inspektur se-Bali pastikan netralitas ASN di Pilkada

Baca juga: Gubenur Sulteng ingatkan ASN agar tetap netral di Pilkada 2020

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020