• Beranda
  • Berita
  • SPSI Surakarta tindak lanjuti kemungkinan adanya pengaduan terkait UMK

SPSI Surakarta tindak lanjuti kemungkinan adanya pengaduan terkait UMK

23 November 2020 16:56 WIB
SPSI Surakarta tindak lanjuti kemungkinan adanya pengaduan terkait UMK
Ilustrasi - Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo berfoto bersama serikat pekerja. ANTARA/Aris Wasita.

kami akan melakukan pemantauan terhadap laporan, termasuk kalau ada penundaan

Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Surakarta akan menindaklanjuti kemungkinan adanya pengaduan terkait upah minimum kabupaten/kota (UMK) oleh tenaga kerja di daerah itu.

"Tentu kami akan melakukan pemantauan terhadap laporan, termasuk kalau ada penundaan, kami akan bicarakan di tingkat tripartit," kata Ketua SPSI Surakarta Wahyu Rahadi di Solo, Senin.

Ia mengatakan jika sesuai dengan aturan maka UMK hanya berlaku bagi karyawan yang bekerja di bawah satu tahun. Dengan demikian, kenaikan sebesar 2,94 persen pada UMK 2021 dinilainya tidak terlalu besar.

Baca juga: KSPI Jateng dukung Ganjar hadapi gugatan Apindo terkait UMP

Selain itu, pihaknya juga berharap tidak ada pengajuan penundaan pembayaran oleh pengusaha terkait kenaikan upah tersebut.

"Seharusnya kalau sesuai 'omnibus law' kemarin, dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 penundaan kan tidak diperkenankan. Itu ranahnya bagian pengawasan," katanya.

Ia juga meminta pengusaha tidak mengaitkan UMK dengan alasan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada karyawannya.

Baca juga: Ganjar naikkan UMP Jateng 2021 menjadi Rp1,8 juta

"UMK tidak pernah terkait dengan PHK, kenyataannya banyak PHK terjadi bukan karena UMK, namun Apindo selalu menggunakan narasi PHK untuk memaksa pekerja mau menerima politik upah murah. Apakah ada jaminan kemudian ketika UMK tidak dinaikkan Apindo tidak mem-PHK," katanya.

Sementara itu, meski pada akhirnya menerima, pihaknya cukup kecewa dengan kenaikan upah kali ini. Menurut dia, besaran kenaikan tersebut masih jauh dari ekspektasi serikat pekerja.

"UMK Soloraya ini ironis jika dibandingkan dengan Semarangraya, hanya sebesar 71 persen, bahkan tidak lebih dari 50 persen dari Jakarta dan Surabaya. Solo sebagai kota yang semimetropolis upahnya termasuk sangat rendah," katanya.

Baca juga: Kemnaker telah salurkan BSU termin II kepada 8 juta pekerja

Apalagi, dikatakannya, jika dirinci komponen upah pada keseluruhan biaya produksi perusahaan hanya sekitar 15 persen. Ia mengatakan angka ini berlaku di seluruh sektor kecuali di sektor jasa.

"Jadi kalau naik 10 persen saja itu hanya mempengaruhi 1,5 persen dari total biaya produksi," katanya.

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Surakarta menyatakan kesulitan menaikkan upah minimum di masa pandemi COVID-19 karena lesunya kondisi perekonomian.

Baca juga: Apindo sebut kenaikan upah yang tidak sesuai bisa picu gelombang PHK

"Sebetulnya kalau instruksi dari Apindo pusat ya nol persen (tidak ada kenaikan UMK)," kata Ketua Apindo Solo Iwan Kurniawan Lukminto.

Ia mengatakan pertimbangan dari keinginan tersebut karena melihat situasi saat ini yang tidak menguntungkan bagi dunia industri. Bahkan, dikatakannya, apa yang dirasakan industri saat ini belum pernah terjadi di masa lampau.

"Apa yang pengusaha rasakan tidak pernah dirasakan sebelumnya, untuk 'survive' saja sulit, kami sudah berupaya 'struggling' (berjuang)," katanya.

Baca juga: Upah minimum pekerja di Provinsi Riau tidak naik pada 2021

 

Pewarta: Aris Wasita
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020