Kementerian Dalam Negeri optimistis tiga indikator keberhasilan pilkada serentak pada 9 Desember 2020 tercapai.Indikator pertama adalah meningkatnya kualitas pilkada yang ditunjukkan oleh peningkatan partisipasi politik publik.
Demikian dikatakan Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media Kastorius Sinaga ketika berbicara mewakili Mendagri dalam webinar Pembekalan Pilkada Berintegritas 2020 yang diselenggarakan oleh KPK, KPU, Bawaslu, dan Pemprov Jambi di Jambi, Selasa.
Hal itu, kata dia, didasarkan pada pantauan data empirik dan perkembangan situasi lapangan selama pelaksanaan tahapan Pilkada sampai mendekat minggu terkahir kampanye saat ini, yang dihimpun dari berbagai sumber, seperti Bawaslu, TNI-Polri dan Kemendagri di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
Turut sebagai narasumber pada webinar ini selain Kastorius adalah Ketua Bawaslu RI, Abhan, anggota KPU RI Ilham Saputra,Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, dan Pj. Gubernur Jambi Restuardy Daud.
Menurut Kastorius, Mendagri Muhammad Tito Karnavian selaku unsur pemerintah menetapkan tiga indikator keberhasilan Pilkada Serentak 2020. Indikator ini menjadi petunjuk suksesnya pesta demokrasi tersebut yang telah dipersiapkan dengan cermat dengan perencanaan melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan.
Indikator pertama adalah meningkatnya kualitas pilkada yang ditunjukkan oleh peningkatan partisipasi politik publik.
"Ini sangat penting. Kami memahami bahwa masyarakat akan enggan ke TPS bila mereka terinformasi bahwa kesehatan mereka tidak aman. Namun, analisis atas data agregat dan pantauan kami sampai tahap terakhir ini, kepatuhan paslon, timses, penyelenggara, dan masyarakat terhadap protokol COVID-19 telah meningkat dengan pesat," katanya.
Baca juga: Pemilih muda, harapan dan ekspektasi rasionalitas berdemokrasi
Pelanggaran hanya 2,2 persen dari 1.200 kampanye tatap muka. KPU juga telah melakukan sosialisasi bagaimana amannya saat pencoblosan maupun saat mengantre di TPS.
Menurut dia, tugas penyelenggara pemilu dan pemerintah adalah meyakinkan masyarakat agar menggunakan hak pilih dengan datang ke TPS sesuai dengan protokol kesehatan.
Indikator kedua adalah lahirnya gagasan-gagasan solutif dari para paslon untuk menangani COVID-19 beserta dampak kesehatan dan sosialnya. Gagasan-gagasan itu menjadi barometer bagi pemilih bahkan seluruh rakyat untuk untuk melihat kualitas calon pemimpin.
"Inilah kesempatan bagi paslon dan pemilih untuk mengubah kultur demoraksi kita, dari yang semula diwarnai oleh faktor-faktor irasional dan demagog menjadi rasional dan produktif, yaitu bagaimana mengatasi COVID-19 dan dampaknya di tengah masyarakat," kata Kastorius.
Lebih lanjut dia mengutip pernyataan Mendagri yang mengatakan bahwa Pilkada Serentak 2020 harus menjadi gerakan bersama untuk melawan COVID-19 sehingga tidak sekadar pesta demokrasi bagi paslon.
"Pilkada menjadi gerakan bersama bagi bangsa untuk melawan dan menuntaskan satu persoalan paling urgen dan akutal, yaitu penyebaran COVID-19," katanya menandaskan.
Gerakan ini, menurut dia, telah berjalan dengan baik. Pilkada telah berproses menjadi pengendalian masif secara positif terhadap masyarakat karena meliputi 270 daerah yang melibatkan lebih dari 700 paslon dan lebih dari 100 juta jiwa penduduk.
Artinya, lanjut dia, sebenarnya melebihi separuh wilayah Indonesia. Bila berhasil menjadikan pilkada sebagai ajang perlawanan COVID-19, otomatis bangsa ini relatif telah berhasil keluar dari krisis pandemi COVID-19.
Baca juga: Warga Muda: Antusiasme anak muda terhadap pilkada 27 persen
"Kita juga telah berhasil melakukan perubahan perilaku masyarakat untuk disiplin dalam melaksanakan protokol kesehatan, yaitu mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak serta mengindari kerumunan," kata Kastorius.
Indikator ketiga keberhasilan Pilkada Serentak 2020 adalah adanya keyakinan dan jaminan akan keselamatan masyarakat saat pelaksanaan pilkada. Hal itu, kata Kastorius, menjadi pekerjaan bersama antara KPU sebagai penyelenggara pilkada dan pemerintah serta para pemangku kepentingan lainnya.
Kemendagri optimistis indikator ini juga akan tercapai, berdasarkan data dan fakta selama pelaksanaan tahapan-tahapan pilkada yang telah dilakui sejauh ini.
Data menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan drastis zona merah di daerah-daerah yang akan menyelenggarakan pilkada.
Sebelum tahapan kampanye, terdapat 24 daerah yang dinyatakan zona merah. Sementara itu, menurut data per tanggal 23 November, daerah penyelenggara pilkada yang dinyatakan masih zona merah tersisa tinggal 12 daerah.
"Artinya, dengan gerakan yang begitu masif, baik oleh para paslon, timses, KPU, pemerintah, maupun masyarakat, pilkada telah menjadi ajang perjuangan melawan COVID-19," katanya.
Para paslon antara lain melakukannya dengan cara membagi masker maupun APD sebagai alat peraga kampanye. Selain itu, juga dengan mendorong paslon mengadakan debat publik bertema perlawanan terhadap COVID-19. Secara otomatis seluruh langkah untuk pencegahan COVID menjadi tersosialisasi.
"Jadi, tidak terbukti bahwa pilkada menjadi klaster baru penyebaran COVID-19. Dan ini bukan klaim subjektif, melainkan didasarkan pada data agregat dari lapangan yang dihimpun oleh Bawaslu, TNI/Polri, dan Kemendagri dari pusat hingga ke kabupaten/kota," kata Kastorius.
Pewarta: Muhammad Hanapi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020