Maradona meninggal dunia setelah mengalami serangan jantung di rumahnya di pinggiran Buenos Aires Rabu kemarin setelah kurang dari satu bulan dari hari ulang tahunnya yang ke-60.
Tiga puluh empat tahun silam, Argentina menyingkirkan Inggris dari perempat final Piala Dunia di Meksiko ketika Maradona mencetak dua gol dalam jangka waktu empat menit.
Baca juga: Berbagai kebahagiaan Maradona di ultah ke-60
Baca juga: Maradona meninggal dunia dalam usia 60 tahun akibat serangan jantung
Gol pertamanya diabadikan dalam dongeng sepak bola sebagai gol 'Tangan Tuhan' setelah pemain Argentina yang bertubuh mungil itu melompat di depan kiper Inggris Peter Shilton untuk meninju bola sehingga masuk ke gawang yang sudah kosong.
Gol keduanya adalah hasil dari terobosannya yang menawan yang berlari solo dan tidak terduga bisa melewati separuh tim Inggris untuk mencetak gol yang kemudian dikenal sebagai 'Goal of the Century' atau "Gol Abad Ini".
"Dia mencetak gol paling terkenal dalam sejarah sepak bola dunia dan juga gol paling ikonik serta fantastis mengingat situasinya," kata Steven yang turut bertanding di lapangan menghadapi Maradona hari itu di Stadion Azteca, kepada Reuters.
"Perempat final Piala Dunia itu dimainkan di ketinggian 9.000 kaki di atas permukaan laut dan dalam suhu di atas 100 derajat Fahrenheit ... bermain dalam kondisi tersebut adalah tantangan tersendiri, namun pada saat Anda menyaksikan level yang dia mainkan adalah mendekati mustahil"
Baca juga: Selamat jalan, pemilik "Tangan Tuhan"!
Baca juga: Bagaimana kutipan "Tangan Tuhan" Maradona menyebar ke seluruh jagat
Inggris marah dengan cara Maradona mencetak gol pertamanya dan Shilton menyatakan tidak akan pernah memaafkan Maradona.
Steven mengatakan bahwa rekan-rekan satu timnya memang marah besar.
"Dia curang dan lolos begitu saja. Dia tidak pernah terlihat mengakui apa yang telah dia lakukan," kata mantan gelandang Everton, Burnley dan Rangers ini
"Itu menempatkan kami pada jalan tersisih dari Piala Dunia. Kami merasa peluang potensial kami telah dirampok."
"Saya sudah pasti mengaguminya, tetapi saya tak tahu apakah menyukainya atau membencinya sebagai individu karena efek tindakannya terhadap Inggris, tetapi juga terhadap kelompok pemain itu dan kepada diri saya sendiri."
Walaupun begitu waktu pula yang melunakkan hati mantan pemain timnas Inggris berusia 57 tahun itu.
Baca juga: Maradona, legenda sepak bola itu juga pejuang kaum tertindas
Baca juga: Maradona, sang legenda pahlawan kaum kiri Amerika Latin
"Seiring berjalannya waktu, perasaan itu agak berkurang dan luka pun sembuh," kata Steven.
"Anda bisa menganggap Maradona sebagai apa adanya, yakni pesepakbola yang jenius, jenius yang cacat dalam gaya hidupnya, tetapi dalam soal kemampuan sepak bolanya, dia luar biasa."
"Dari semua pemain hebat di seluruh dunia, tak ada yang bisa melakukan seperti yang dia bisa lakukan. Itu (Tangan Tuhan) hanya sepersekian detik tetapi dia melewatkan masa 15 tahun sepak bola profesional di mana dia ... memenangkan penghargaan-penghargaan paling tinggi."
"Jadi kita mesti mengingat dia karena prestasi-prestasi itu ketimbang menjadi sangat picik atau pribadi akibat hari di bulan Juni 1986 itu," pungkas Steven seperti dikutip Reuters.
Baca juga: Maradona pesepakbola jalanan terhebat
Baca juga: Napoli akan tambahkan nama Diego Maradona di stadion San Paolo
Baca juga: Messi dan Ronaldo sampaikan penghormatan terakhir untuk Maradona
Pewarta: Jafar M Sidik
Editor: Bayu Kuncahyo
Copyright © ANTARA 2020