Menurut Syahrul, bonus demografi yang akan dinikmati Indonesia sebesar 40 persen harus dapat dimanfaatkan dengan intervensi teknologi pertanian, baik di sekolah pertanian maupun fakultas perguruan tinggi.
"Tapi apakah perguruan tinggi fakultas pertanian itu dengan pendekatan baru, apakah sudah sampai dengan 'artificial intelligence', mengendalikan dari 'internet of things'. Sudah masuk tidak di kurikulum? Saya akan terapkan itu tahun depan, saya coba intervensi dengan kerja sama perguruan tinggi," kata Mentan Syahrul dalam webinar yang diselenggarakan INDEF secara virtual, Senin.
Baca juga: Mentan : lumbung pangan terapkan teknologi pertanian modern
Syahrul menjelaskan bahwa teknologi dalam pertanian tidak bisa diabaikan karena sektor yang menjadi penopang perekonomian saat pandemi ini, seharusnya tidak lagi mengandalkan prakiraan cuaca.
Menurut dia, penggunaan citra satelit yang didukung dengan kecerdasan buatan (artificial intelligence) dapat mendukung produktivitas pertanian.
Senada dengan itu, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bustanul Arifin memaparkan bahwa data "total factor productivity (TFP)" pertanian cenderung lebih rendah dibandingkan TFP ekonomi secara keseluruhan.
Baca juga: Kinerja pertanian perlu lebih ditopang modernisasi teknologi
Berdasarkan studi, pertumbuhan TFP pertanian bernilai negatif sejak 2011, yang berarti terjadi penurunan produktivitas pertanian, salah satunya karena kurangnya penggunaan teknologi terkini.
"Kita punya 'problem' dalam mendorong produktivitas pertanian karena penggunaan teknologi kita lamban, kalaupun ada inovasinya belum banyak terserap dan teraktualisasi dalam konteks pertumbuhan ekonomi," kata Bustanul.
Oleh karena itu, Bustanil mengharapkan agar Kementerian Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian dapat melakukan terobosan untuk perkembangan teknologi, guna mewujudkan kedaulatan pangan.
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020