Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mengawal implementasi penurunan harga gas industri sebesar enam dolar AS per MMBTU sesuai Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi, karena dinilai bakal mendongkrak daya saing industri manufaktur Tanah Air.Dengan adanya pemberlakuan harga gas ini, kami optimistis dapat meningkatkan pertumbuhan industri di tengah masa pandemi saat ini
"Sektor industri yang mendapatkan harga gas bumi tertentu itu adalah sektor pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet," kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Muhammad Khayam di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Berhasil hemat, Pupuk Indonesia apresiasi kebijakan gas KemenESDM
Khayam mengatakan jumlah perusahaan yang telah mendapat harga gas bumi tertentu sesuai Keputusan Menteri ESDM Nomor 89K/2020 sebanyak 115 perusahaan dari total 176 perusahaan.
Ia merinci hingga November 2020, realisasi penurunan harga gas bumi untuk industri di wilayah Jawa Barat telah mencapai 100 persen.
Kemudian, sebanyak 82 persen adalah pelanggan PT PGN Tbk di bawah Asosiasi Kimia Dasar Anorganik (Akida) dan Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin), yang berlokasi di Jawa Timur.
"Sekitar 20-30 persen merupakan pelanggan yang masuk dalam Kepmen ESDM No 89K/2020. Selanjutnya, 100 persen untuk Unilever dan juga untuk industri oleokimia, serta 93 persen bagi pelanggan di Batam, wilayah Sumatera," papar Khayam melalui keterangan tertulis.
Pemerintah, lanjut dia, bertekad untuk terus berupaya agar pelaksanaan harga gas bumi tertentu ini dapat terealisasi 100 persen.
"Dengan adanya pemberlakuan harga gas ini, kami optimistis dapat meningkatkan pertumbuhan industri di tengah masa pandemi saat ini," ujarnya.
Ketua Umum Akida Michael Susanto Pardi menyampaikan gas berkontribusi sekitar 30 persen dari biaya produksi, sehingga mampu menurunkan harga jual produk kimia dasar di dalam negeri sekitar 3-4 persen.
"Penurunan tarif gas membuat harga produk-produk dalam negeri sedikit turun, sehingga bisa mengerem banyaknya produk-produk yang banjir ke dalam negeri," tuturnya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan menyatakan efek penurunan tarif gas berdampak positif bagi kinerja pabrikan selama pandemi.
AKLP mendata utilisasi industri kaca lembaran telah tumbuh 230 basis poin (bps) dari realisasi kuartal II 2020 ke posisi 57,5 persen pada kuartal III 2020. Adapun, angka tersebut akan naik ke level 60 persen pada kuartal IV 2020.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik (Inaplas) Fajar Budiono menyatakan gas merupakan komponen biaya produksi ketiga terbesar setelah bahan baku dan listrik, khususnya di industri petrokimia.
Sejak Juni lalu anggotanya mulai mampu bersaing di pasar ekspor. "Harga gas turun, biaya produksi turun, sehingga kami bisa berkompetisi," terangnya.
Fajar menyebutkan sejumlah produk kimia yang diekspor antara lain polietilen, polipropilen, dan polivinil klorida sebanyak 50 ribu ton. Produk tersebut dikirim ke China.
Ekspor ini membantu menutupi penurunan permintaan di dalam negeri. Utilisasi pabrik yang sempat turun pada awal pandemi pun perlahan naik. "Sebelumnya turun 85 persen, sekarang sudah meningkat jadi 90 persen," kata Fajar.
Baca juga: Setahun Jokowi-Ma'ruf, Pemerintah ambil risiko turunkan gas industri
Baca juga: Kemenperin sambut baik pemberlakuan harga gas industri 6 dolar AS
Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020