Ketua Presidium organisasi sosial kemanusiaan untuk korban perang, konflik dan bencana alam yang bergerak dalam bidang kegawatdaruratan kesehatan "Medical Emergency Rescue Committee" (MER-C) Indonesia dr Sarbini Abdul Murad mengatakan semangat dan ketulusan menjadi energi bagi MER-C dalam mengukir sebagian sejarah panjang anak bangsa dalam aktivitas kemanusiaan.Banyak kisah-kisah inspiratif yang MER-C alami. Kisah ini saya angkat untuk memotivasi kita dalam menapaki tantangan ke depan yang terus kita jalani,
"Banyak kisah-kisah inspiratif yang MER-C alami. Kisah ini saya angkat untuk memotivasi kita dalam menapaki tantangan ke depan yang terus kita jalani," katanya melalui pesan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Sarbini mengatakan langkah berani MER-C yang bisa dianggap paling spektakuler adalah membangun Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Gaza di Palestina.
Ia mengatakan sebagai lembaga swadaya masyarakat yang kenyang asam garam perjuangan, MER-C berusaha memberikan yang terbaik dalam segenap aktivitas kemanusiaan.
Menurut Sarbini, banyak yang di awal menyebut rencana itu sebagai langkah yang tidak mungkin karena dilakukan di tanah yang penuh pergolakan tidak berkesudahan.
"Sering langkah berani yang MER-C ambil membuat mata susah merem. Keputusan sudah diambil, janji sudah dibuat. MoU sudah ditandatangani dengan Palestina. Layar sudah dikembangkan, bahtera pantang berlabuh," kata dokter kelahiran Aceh yang saat perang antara Palestina dan Israel di Gaza di penghujung 2008 hingga awal Januari 2009 menjadi yang pertama berada di garis depan di Pintu Rafah, perbatasan Mesir-Gaza itu..
Di bawah komando komandan lapangan Faried Thalib dan Idrus M Alatas dari divisi konstruksi, yang Sarbini sebut nekat tetapi inspiratif, tim MER-C yakin pekerjaan besar tersebut akan bisa dan mungkin diselesaikan. Banyak suka dan duka dialami MER-C.
"Dengan modal hanya Rp10 miliar dan biaya diperkirakan mencapai Rp110 miliar, sungguh membuat jantung berdegub kencang," katanya.
Kontraktor Palestina yang berinteraksi langsung dengan Faried tidak mau tahu tentang kesulitan keuangan yang MER-C alami. Di tengah kebingungan, Faried tiba-tiba meminta rapat presidium mendadak untuk memutuskan beberapa hal krusial saat itu juga.
"Dengan pasti dan tanpa panjang lebar, beliau mengatakan mau berhutang Rp15 miliar kepada seorang pengusaha besar, sahabat dekat dia. Nanti MER-C yang bayar hutang itu. Kalau tidak sanggup, Pak Faried dan dr Jose Rizal Jurnalis (alm) yang akan bertanggung jawab," katanya.
Presidium MER-C berdiskusi apakah akan menerima tawaran itu atau tidak. Akhirnya diputuskan menerima usulan Faried dengan segenap pertimbangan.
Lima hari setelah keputusan tersebut diambil, tiba-tiba Israel menyerang Gaza. Sarbini menggambarkan serangan tersebut begitu dahsyat dan lama. Pemberitaan di media begitu masif menggambarkan korban sipil yang berjatuhan.
"Dunia internasional mengutuk kebiadaban Israel. Simpati dari dalam negeri juga begitu besar. Di Gaza, pihak Indonesia yang ada hanya relawan MER-C yang sedang membangun rumah sakit, maka mayoritas donasi rakyat Indonesia ditujukan kepada Rumah Sakit Indonesia di Gaza," katanyaa.
Tidak disangka, donasi untuk rumah sakit yang awalnya lambat dan sedikit, tiba-tiba menjadi masif. Dalam waktu singkat, dana yang diperlukan pun tercukupi.
"Sejarah berkata lain. Takdir Allah, rencana berhutang itu tidak pernah terwujud sampai Rumah Sakit Indonesia diresmikan. Jadi ingat firman Allah SWT dalam Al Quran, maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan," demikian Sarbini Abdul Murad.
Baca juga: MER-C-Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo diskusikan Palestina
Baca juga: Kepulangan mujahid RS Indonesia dari Gaza di tengah pandemi
Baca juga: Gali donasi pembangunan RS Indonesia di Gaza, MER-C gandeng Bukalapak
Baca juga: COVID-19 di Gaza, berjuang hadapi dua gempuran
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020