Umat Islam di Daerah Otonomi Xinjiang tidak dilarang belajar ilmu-ilmu agama, baik formal maupun nonformal.Semua materi pelajaran sesuai dengan petunjuk dari CIA (Asosiasi Islam China)
"Saya dulu belajar agama kepada imam. Setelah lulus SMA, saya melanjutkan belajar agama di kampus XII (Institut Agama Islam Xinjiang) di kota kami," kata Tursunbay Meyimham selaku imam Masjid Tursun Tolha di Prefektur Yili menjawab pertanyaan ANTARA dari gedung utama Kementerian Luar Negeri China di Beijing, Rabu (9/12) malam.
XII yang berkantor pusat di Kota Urumqi memiliki beberapa cabang, termasuk di Yili.
Baca juga: XDRC tak temukan hambatan ibadah bagi Muslim Uighur
Baca juga: China klaim masjid di Xinjiang lebih banyak daripada AS
Selain belajar secara formal, dia menjelaskan bahwa ada pula umat Islam di daerahnya yang belajar agama secara daring melalui beberapa aplikasi yang sangat populer di China, seperti WeChat, Weibo, dan Tiktok.
"Semua materi pelajaran sesuai dengan petunjuk dari CIA (Asosiasi Islam China)," ujarnya dalam jumpa pers terbatas yang disiarkan secara langsung dalam format interaktif dari kantor Pemerintah Daerah Otonomi Xinjiang di Kota Urumqi itu.
Materi yang dipelajari pun, menurut dia, beragam, seperti membaca dan memahami isi Al Quran, Hadits Shahih Bukhari-Muslim, dan ilmu pengetahuan tentang Islam lainnya.
Di kalangan remaja Muslim Xinjiang yang paling disukai adalah belajar qira'ah atau teknik membaca Al Quran dengan suara yang indah dan merdu.
Muhtaram Sharip selaku imam Masjid Yanghang, Kota Urumqi, dalam kesempatan tersebut menambahkan bahwa atas bantuan pemerintah pada 2018, pihaknya telah menerbitkan buku-buku agama, termasuk Al Quran dan Hadits, dalam beberapa versi bahasa setempat, yakni Uighur, Kazakh, Mongol, dan Salar, agar mudah dipahami kelompok etnis minoritas tersebut.
Umat Islam di Xinjiang tidak hanya Uighur, namun ada etnis-etnis di atas termasuk pula etnis Muslim Hui yang memang berasal dari daratan Tiongkok sendiri.
"Kami semua bisa merasakan kebebasan beribadah dan saling menghormati antaretnis," kata Tursunbay.
Masjid-masjid tua di wilayah paling barat China itu dibongkar untuk diperbaiki dan dimodernisasi agar aman dan nyaman digunakan.
"Masjid kami dibangun pada 150 tahun yang lalu. Pada September tahun ini direnovasi agar lebih modern dan bisa menampung 500 orang," kata Li Fengshen, imam Masjid Xiguan, Urumqi.
Demikian halnya dengan Masjid Jamik Hotan yang dibangun sejak 1848 sudah beberapa kali mengalami pemugaran.
Sekarang di masjid sudah ada berbagai fasilitas, termasuk pemanas air dan pengatur suhu ruangan, demikian Abul Hasan Tusunniyaz selaku khotib Masjid Jami Hotan.
ANTARA pernah mengunjungi masjid jamik di kota yang berjarak 1.413 kilometer dari Ibu Kota Xinjiang di Urumqi tersebut pada awal 2019.
Jumpa pers daring tersebut diikuti empat perwakilan media asing di Beijing, termasuk ANTARA, dan beberapa perwakilan masyarakat dan media lokal di Xinjiang.
Dalam tiga pekan terakhir, Pemerintah Daerah Otonomi Xinjiang sudah tiga kali menggelar jumpa pers virtual terbatas untuk menanggapi berbagai isu yang berkembang.
Jumpa pers pada Rabu (9/12) malam terkesan agak berbeda dari biasanya karena turut pula dihadirkan beberapa pemuka agama, masyarakat biasa, dan pejabat pemerintah lokal untuk menjawab langsung pertanyaan dari para awak media.
Tidak hanya testimoni, Pemerintah Daerah Otonomi Xinjiang juga menyuguhkan beberapa video tentang aktivitas umat Islam dalam menjalankan kewajiban agama, seperti shalat lima waktu dan di berbagai masjid dan kegiatan belajar-mengajar ilmu-ilmu agama.
Baca juga: Asosiasi Islam Xinjiang desak AS hentikan politisasi agama
Baca juga: 19 negara Arab dukung kebijakan China di Hong Kong dan Xinjiang
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020