“Aktivitas tambang emas ilegal menggunakan alat berat tersebut sudah dimulai selama kurun waktu lima tahun terakhir, atau sejak tahun 2015 lalu,” kata Direktur Walhi Aceh Muhammad Nur melalui saluran telepon kepada ANTARA, di Meulaboh, Kamis.
Baca juga: Walhi desak pemerintah tertibkan tambang emas ilegal di Aceh Barat
Baca juga: WALHI: Banjir Aceh akibat perubahan fungsi hutan
Menurutnya, berdasarkan hitungan (estimasi) yang dilakukan lembaga penyelamat lingkungan hidup tersebut, satu unit alat berat jenis Exaavator mampu melakukan penggalian lahan antara empat hingga lima hektare lahan.
Sementara jumlah alat berat yang saat ini diduga masih beroperasi di sejumlah lokasi tambang ilegal seperti di Kecamatan Seunagan Timur, Kecamatan Beutong dan Kecamatan Beutong Ateuh, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh diperkirakan mencapai 100 unit setiap harinya.
“Kita menduga ada sekitar 100 unit alat berat yang aktif melakukan tambang ilegal di Nagan Raya,” kata Muhammad Nur menambahkan.
Untuk itu, pihaknya berharap agar pemerintah daerah bersama aparat penegak hukum di Kabupaten Nagan Raya, Aceh agar segera menghentikan aktivitas penambangan ilegal tersebut untuk menyelamatkan lingkungan dan hutan lindung dari ancaman kerusakan.
“Kita berharap adanya penertiban terhadap tambang ilegal yang ada di Nagan Raya ini, artinya tidak ada lagi aktivitas,” kata Muhammad Nur menambahkan.
Bentuk penertiban yang diinginkan Walhi Aceh, kata dia, artinya adanya penghentian secara total aktivitas tambang ilegal emas di kawasan hutan lindung di Nagan Raya, sehingga aktivitas tersebut tidak lagi beroperasi sama sekali, katanya menegaskan.
Baca juga: Walhi desak KLH Aceh usut pencemaran limbah perusahaan kelapa sawit
Baca juga: Walhi: Penyusutan hutan Aceh capai 35 ribu hektare
Pewarta: Teuku Dedi Iskandar
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2020