• Beranda
  • Berita
  • Pembelajaran tatap muka DKI tuai komentar beragam

Pembelajaran tatap muka DKI tuai komentar beragam

15 Desember 2020 23:01 WIB
Pembelajaran tatap muka DKI tuai komentar beragam
Guru memberikan materi saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) kepada siswa baru secara daring di SMA Negeri 8 Jakarta, Senin (13/7/2020). Kegiatan MPLS dan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di sekolah tersebut bertujuan untuk mencegah penyebaran COVID-19 di lingkungan sekolah. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.
Rencana penerapan pembelajaran tatap muka di DKI Jakarta pada Januari 2021 menuai komentar beragam dari sejumlah perwakilan masyarakat.

Salah satunya adalah warga Jakarta yang tergabung dalam wadah Gerbang Betawi. Mereka memberikan sejumlah catatan penting menjelang pelaksanaan pembelajaran tatap muka yang diagendakan berlangsung Januari 2021.

"Pendidikan yang berjalan kala pagebluk berpotensi melahirkan dan meningkatkan stres, kecemasan dan gangguan psikologis lain bagi pelajar," kata Direktur Eksekutif Gerbang Betawi Ashari di Jakarta, Selasa.

Ashari mengatakan, Gerbang Betawi mendorong para kader bangsa terutama masyarakat Betawi menjadi insan berkualitas melalui jalur pendidikan berkualitas.

Bagi Gerbang Betawi, kata Ashari, kaum terdidik tidak hanya cerdas secara intelektual, tapi kaum terdidik haruslah mempunyai nurani untuk memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara yang damai dan aman.

"Jadi, moralitas dan intelektualitas bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan sebagai tujuan utama penyelenggaraan pendidikan," katanya.

Baca juga: Disdik DKI gelar asesmen untuk persiapan sekolah tatap muka
Sejumlah guru memberikan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) secara virtual yang diikuti ratusan peserta didik baru di SMPN 153 Kebayoran Lama, Jakarta, Senin (13/7/2020). MPLS tahun ajaran baru 2020/2021 di sekolah tersebut dilakukan secara virtual bertujuan untuk mencegah terjadinya penularan COVID-19 di lingkungan sekolah. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/wsj.
Gerbang Betawi berharap seluruh pihak dapat menghasilkan sebuah rekomendasi dan solusi yang perlu dilakukan untuk menjadi diri yang kreatif dan inovatif.

Antara lain dengan membuat ide-ide baru sehingga lebih kreatif dan tercipta program baru yang lebih inovatif, melawan ketakutan dalam melakukan perubahan, dan tidak takut terhadap kegagalan.

Dosen Universitas Negeri Jakarta Tuti Tarwiyah Adi mengatakan pembelajaran tatap muka, bila diizinkan kelak, mesti berlangsung secara interaktif dan inspiratif.

Para guru harus mampu memberikan kegiatan sekolah yang menyenangkan di tengah kondisi menantang masa pandemi.

Tuti menyarankan kegiatan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan kearifan lokal berbasis bahasa dan musik.

Dasar hukumnya adalah UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Kearifan Lokal. "Jadi misalnya para siswa diajak memulai pembelajaran dengan menggunakan lagu-lagu daerah atau pantun atau pepatah. Sehingga para siswa juga lebih mengenal nilai-nilai tradisi dan kebudayaan bangsanya," katanya.

Baca juga: DKI belum putuskan sekolah tatap muka 2021
Guru memberikan materi saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) kepada siswa baru secara daring di SMA Negeri 8 Jakarta, Senin (13/7/2020). Kegiatan MPLS dan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di sekolah tersebut bertujuan untuk mencegah penyebaran COVID-19 di lingkungan sekolah. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.
Dikatakan Tuti, kegiatan pembelajaran makin menarik minat siswa bila menggunakan musik atau lagu, karena banyak penelitian sudah membuktikan bahwa belajar dengan musik bisa mendorong kecerdasan anak-anak.

"Fitzgerald mengatakan meski banyak guru bukan musisi, dia mendorong para guru untuk mempergunakan musik sebagai strategi instruksional," kata Tuti.

Pada kesempatan itu, Tuti juga memaparkan cara pembelajaran tatap muka yang menyenangkan dengan menggunakan permainan tradisional Betawi, seperti congklak, cutik, lidi dan bekel.

Pada intinya, bagaimana kegiatan belajar kala pandemi lebih menyenangkan dan berkarakter bagi anak, sambil melestarikan kebudayaan bangsa.

Sementara itu, Syarief Rohimi selaku dokter spesialis anak menjelaskan, kondisi pandemi di Indonesia saat ini belum "new normal" karena angka kematiannya masih tinggi dari rata-rata WHO.

Karena itu, rencana pembelajaran tatap muka harus disikapi secara sungguh-sungguh. Data di dunia dan Indonesia, tidak sedikit anak-anak yang menjadi korban COVID-19, meski sebagian besar kasusnya tanpa gejala.

Baca juga: Bila situasi aman, DKI gelar pembelajaran tatap muka mulai Januari
Guru membacakan laporan hasil belajar (rapor) kenaikan kelas kepada wali murid di SD Yasporbi I Pancoran, Jakarta, Jumat (26/6/2020). Untuk memutus penyebaran COVID-19, sekolah tersebut menerapkan pelayanan pembagian rapor secara daring tanpa pertemuan tatap muka. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.
Ini dimungkinkan karena reseptor pada anak masih sedikit sehingga tidak menunjukkan gejala seperti orang dewasa bila terpapar virus COVID-19.

Kasus COVID-19 anak Indonesia, kata Syarif, adalah satu dari sembilan kasus positif COVID-19 anak berumur 0-1 tahun. Tingkat kematian anak per akhir November lalu mencapai 3,2 persen, tertinggi di Asia Pasifik.

"Jadi selain menerapkan protokol 3M, anak-anak kita mesti diajarkan cara mencuci tangan secara rutin dan benar," ujar anggota Dewan Pakar Gerbang Betawi ini.

Rencana pembelajaran tatap muka di DKI Jakarta pada Januari 2021 sebelumnya disampaikan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana.

Namun wacana itu masih mempertimbangkan situasi pandemi COVID-19 serta kesiapan sarana dan prasarana pendukung di sekolah.
Baca juga: Dilema sekolah tatap muka di Jakarta
Baca juga: Merancang pembelajaran tatap muka

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2020