"Yang menjadi permasalahan, kenapa barang itu masuk ke sini. Setelah saya di BNN baru tahu juga. Ya, sepanjang permintaan banyak bagaimana tidak masuk. Karena masyarakat kita masih banyak menjadi pengguna," ujarnya di Surabaya, Senin.
Jenderal polisi bintang satu tersebut juga menyebut narkotika telah membawa permasalahan serius di Indonesia, sebab berbagai profesi dan lintas lini seperti dokter, polisi, guru besar menjadi penyalah guna barang tersebut.
Dia menjelaskan maraknya peredaran narkotika di Indonesia dimulai dari tahun 1990-an yang saat itu Indonesia masih menjadi negara transit.
Baca juga: BNNP Jatim gerebek gudang penyimpanan sabu di Surabaya
Baca juga: BNNP Jatim musnahkan 2,9 kilogram ganja hasil ungkap 3 bulan
"Zaman itu, masyarakat belum tergiur. Rusaknya di tahun 90-an setelah muncul yang namanya ekstasi. Itu sampai 1996 tidak ada regulasi yang bisa mencegah sehingga banyak masyarakat tergoda," ucapnya.
Di tingkat dunia, 950 jenis narkoba baru telah ada, sedangkan di Indonesia sudah masuk 79 narkoba dan beberapa jenis lainnya yang belum ada regulasinya.
"Ini sudah beredar ke mana-mana, baru muncul undang-undangnya. Makanya masyarakat kita terlanjur jadi penyalah guna. Makanya kebijakan BNN banyak fokus bagaimana melakukan pemulihan terhadap penyalah guna," katanya.
Mengenai modus operandi pengiriman barang haram tersebut, kata Idris, masih menggunakan jasa paket, dengan jaringan Internasional dari Malaysia menjadi yang terbanyak untuk pengirim nakotika jenis sabu-sabu.
"Terlebih di tengah pandemi, jasa pengiriman menjadi pintu masuk. Dengan transportasi sulit, maka paket marak. Kemarin yang diungkap dari Bea Cukai juga modusnya dari jasa paket," tutur dia.*
Baca juga: Polda Jatim ungkap peredaran narkoba lintas provinsi dari Madura
Baca juga: BNNP Jawa Timur gagalkan peredaran empat kilogram "shabu-shabu"
Pewarta: Fiqih Arfani/Willy Irawan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020