PT Widodo Makmur Unggas juga tengah membidik segmen bisnis makanan olahan seiring dengan rencana perseroan untuk melantai di bursa melalui mekanisme penawaran umum perdana saham atau IPO dalam waktu dekat.Konsumsi nasional kita tumbuh terus tiap tahun dan kita bersama-sama menjaga keberlanjutan bisnis perusahaan
Direktur Utama PT Widodo Makmur Unggas Ali Mas'adi mengatakan, industri perunggasan di Indonesia terus berada pada tren peningkatan, tercermin dari pertumbuhan ekonomi dan konsumsi masyarakat. Sepanjang 2019, produksi unggas nasional tercatat 2.315 juta ton dan konsumsi nasional 2.318 juta ton. Sementara pada tahun 2018, produksi dan konsumsi nasional masing-masing tercatat 2.290 juta ton dan 2.294 juta ton.
"Konsumsi nasional kita tumbuh terus tiap tahun dan kita bersama-sama menjaga keberlanjutan bisnis perusahaan. Selain berfokus pada produk karkas, kami juga melihat potensi diversifikasi pangan dan mulai menyasar segmen makanan olahan melalui lini bisnisnya," kata Ali dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Ali menuturkan, kinerja perusahaan di sektor itu pun diperkirakan akan semakin membaik di tahun depan didukung kenaikan harga ayam broiler maupun Day Old Chick (DOC).
Saat ini, harga ayam broiler sudah menyentuh Rp20.000 per ekor dan harga DOC Rp6.000 hingga Rp7.000 per ekor. Harga tersebut membaik dibandingkan rata-rata harga padaOktober yang sebesar Rp15.600 untuk ayam broiler, dan Rp5.000 untuk DOC.
Selain itu, tren penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga turut memengaruhi, apalagi sebagian besar bahan baku pakan ternak seperti kedelai, berasal dari pasokan impor dengan kandungan mencapai 25 persen dari total nutrisi pakan ternak.
"Hal ini tentunya akan menekan beban perusahaan," ujar Ali.
Peternakan adalah salah satu sektor strategis sebagai penyumbang ketersediaan pangan melalui protein hewani. Sebagai perusahaan yang memproduksi bahan pangan, PT Widodo Makmur Perkasa selaku induk dari PT Widodo Makmur Perkasa, terus mengupayakan penyediaan pangan berkualitas sehingga berdampak langsung pada keberlangsungan hidup masyarakat.
Mengacu pada data statistik Meat and Livestock Australia, pemenuhan daging sapi nasional tahun 2020, dari produksi domestik sebesar 43 persen, Australian boxed beef 9 persen, Australian Cattle (lot-feed) 21 persen, Australian boxed beef offal 6 persen, impor dari India 13 persen, dan impor dari suplier lainnya 8 persen.
Owner sekaligus CEO PT Widodo Makmur Perkasa, Tumiyana, mengatakan pihaknya memiliki beberapa strategi untuk mempertahankan pasar di industri peternakan. Industri peternakan sebaiknya berupaya untuk membuka sumber penyediaan sapi bisa dari sumber negara lain.
Mengacu pada data FAS/USDA, populasi sapi antara Australia dan Brasil, yakni Australia 23,69 juta ekor atau 2,4 persen populasi dunia dan Brasil 244,14 juta ekor atau 24,72 persen Dengan begitu peluang mendapatkan sapi ada beberapa alternatif.
Strategi berikutnya yaitu meningkatkan kualitas genetik sapi dan pengembangan peternak mandiri. Di sektor unggas, WMP melalui Widodo Makmur Unggas memastikan penyediaan produk daging ayam yang mengutamakan keamanan pangan dalam kualitas terbaik dan harga yang terjangkau. Tak lupa secara konsisten WMU beserta seluruh WMP Group berkomitmen untuk melakukan pengembangan agropreneur muda sebagai ujung tombak pertanian yang berkelanjutan.
Menurut Tumiyana, kendala yang paling utama dihadapi adalah rantai pasok atau supply chain produk pertanian di Indonesia yang masih sangat terbatas dalam hal pengawasan dan evaluasi. Oleh karena itu, pihaknya berusaha untuk melakukan manajemen rantai pasok yang efektif dan efisien.
"Di tengah pandemi COVID-19 yang belum usai dan tentunya berdampak ke semua pihak termasuk Grup Widodo Makmur Perkasa, namun berkat manajemen yang baik maka proyeksi hanya turun sekitar 15," ujar Tumiyana.
Baca juga: Pemerintah diminta tindak tegas perusahaan langgar Permendag no 7/2020
Baca juga: Indef sarankan pemerintah miliki data termutakhir industri perunggasan
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020