Dengan situasi ini, tentu perlu dilakukan perubahan-perubahan untuk mencapai target 4 juta SR tahun 2024
Potensi alam yang besar di Indonesia adalah berkah tersendiri bagi Nusantara. Cadangan energi yang melimpah, menjadikan Indonesia kaya akan sumber daya alam berbasis energi.
Namun kesalahan dalam pemanfaatan dapat merugikan konsumsi pemakaian hingga beberapa tahun setelahnya. Khususnya gas, energi ini membutuhkan pemanfaatan lebih nyata agar manfaatnya langsung dirasakan oleh masyarakat.
Pembangunan jaringan distribusi gas bumi untuk rumah tangga (jargas) ditargetkan mencapai 4 juta sambungan rumah (SR) pada tahun 2024. Untuk itu, pemerintah mendorong kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) mulai tahun 2022. Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Kementerian ESDM Alimuddin Baso menjelaskan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pengusaha sangat diutamakan untuk menekan efisiensi pembiayaan.
Sebagai contoh, pada tahun 2020 Pemerintah menargetkan pembangunan jargas sebanyak 266.070 SR. Namun lantaran sebagian dananya dialihkan untuk penanganan pandemi COVID-19, sehingga jargas yang akan dibangun hanya 127.864 SR di 23 kabupaten/kota dengan dana sekitar Rp 1,4 triliun.
"Dengan situasi ini, tentu perlu dilakukan perubahan-perubahan untuk mencapai target 4 juta SR tahun 2024. Antara lain melalui skema KPBU," papar Ali.
Persiapan pelaksanaan skema KPBU telah dilakukan pemerintah. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi menggandeng Lemigas Kementerian ESDM untuk melakukan studi pendahuluan.
Rencananya, skema KPBU akan mulai dilaksanakan tahun 2022 mendatang, setelah dilakukan penjajakan minat pasar pada 2021. Skema KPBU ini menyasar daerah-daerah yang cukup ekonomis untuk dibangun jargas oleh badan usaha. Pemerintah akan mengurangi perannya dan mendorong badan usaha membangun jargas. Alokasi gas akan disiapkan.
Hingga 2019, total jargas yang terbangun mencapai 537.936 SR, terdiri dari 400.269 SR (74,41 persen) dibangun pemerintah melalui dana APBN, 132.982 SR (24,72 persen) dibangun PT PGN dan 4.685 SR (0,87 persen) dibangun oleh PT Pertamina. Jargas dengan dana APBN telah dibangun Pemerintah sejak tahun 2009.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2020-2024, pembangunan jargas termasuk salah satu proyek strategis nasional.
Ini merupakan upaya pemerintah meningkatkan pemanfaatan gas untuk dalam negeri, mengurangi impor LPG sebesar 603.720 ribu ton per tahun, penghematan subsidi LPG sebesar Rp 297,55 miliar per tahun, serta menghemat pengeluaran energi masyarakat Rp 386 miliar per tahun. Jargas juga bermanfaat mengurangi defisit neraca perdagangan migas mencapai Rp 2,64 triliun per tahun.
Kebutuhan gas untuk jargas relatif kecil di mana 0,1 mmscfd dapat digunakan untuk memenuhi 10.000 SR. Oleh karena itu, pemerintah terus mendorong pembangunannya agar jumlah masyarakat yang dapat menikmati manfaatnya semakin besar.
Dalam kesempatan ini, Ali juga memaparkan bahwa jargas membutuhkan tenaga kerja cukup besar, terutama pada tahap pembangunan. Per bulan Maret 2020, sekitar 8.199 tenaga kerja jargas berada di lapangan, dengan komposisi 27 persen skill, 44 persen semi-skill dan 29 persen un-skill. Dan pada 2024 mendatang, pembangunan jargas membutuhkan 30 juta tenaga kerja.
Pertimbangan dalam pembangunan jargas adalah cadangan gas bumi nasional masih sangat besar jika dibandingkan dengan cadangan minyak bumi. Namun, dalam pemanfaatannya, gas bumi memerlukan penanganan yang khusus karena sifatnya yang mudah menguap dan bertekanan. Di samping itu, lokasi cadangan gas bumi menyebar di beberapa wilayah Indonesia sehingga diperlukan suatu jaringan pipa terpadu untuk mengalirkan gas bumi tersebut ke pusat-pusat konsumen.
Pola distribusi gas bumi dengan jaringan pipa sangat cocok untuk wilayah-wilayah yang dekat dengan sumber gas karena lebih ekonomis. Selain faktor kedekatan dengan sumber gas, target rumah tangga yang akan memakai gas pun harus mencapai jumlah yang ekonomis dalam skala ekonomi (economy of scale).
Untuk itu, pemerintah telah melaksanakan pembangunan jargas di beberapa kota yang mendorong penggunaan gas bumi untuk rumah tangga yang lebih murah, bersih, dan aman terhadap lingkungan.
Baca juga: Dirjen Migas: 87,18 persen anggaran dialokasikan untuk masyarakat
Infrastruktur daerah
Pembangunan jargas di Provinsi Jawa Timur seharusnya dilaksanakan tahun 2020. Namun sekitar 48 persen anggarannya direalokasi untuk penanganan pandemi COVID-19, sehingga pembangunannya ditunda ke tahun 2021. Jargas merupakan salah satu proyek strategis nasional, sebagai bentuk komitmen Pemerintah untuk menyediakan energi yang bersih dan murah bagi masyarakat, serta bersumber dari dalam negeri.
Dengan adanya jargas ini, beberapa manfaat yang diperoleh yaitu mengkoreksi atas impor dan subsidi LPG yang semakin besar dari tahun ke tahun, karena kemampuan memproduksi sendiri hanya sekitar 25 persen untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Masyarakat juga mendapat benefit dari pengurangan biaya yang dikeluarkan. Harga rata-rata jargas saat ini Rp 4.250 per meter kubik ekuivalen dengan harga LPG 3 kg. Namun dengan regulasi dan studi yang sedang dilaksanakan saat ini, jargas bisa dikembangkan ke aspek komersil dan industri melalui skema KPBU.
Direktur Komersial PGN, Faris Aziz menjelaskan rencana pembangunan jargas tahun 2021 saat ini dalam proses lelang dan diharapkan calon pemenangnya dapat ditetapkan pada minggu ke-3 Januari 2021.
Selanjutnya akan dilakukan penandatanganan kontrak pada bulan Februari 2021. Jargas tidak hanya memaksimalkan pemanfaatan untuk rumah tangga, namun infrasruktur yang terpetakan mampu dimanfaatkan untuk memberi ruang pengembangan energi lainnya.
Salah satunya Perusahaan Listrik Negara (PLN), memanfaatkan tenaga gas sebagai bahan bakar dalam memenuhi kebutuhan listrik yang efisien dan bersih serta ramah lingkungan bagi masyarakat Papua, khususnya masyarakat Kabupaten Sorong sehingga menjadi katalis kemajuan ekonomi di wilayah tersebut.
PLN bekerja sama PT PGN Tbk melalui PT IP dan PT PDG berhasil menyelesaikan pembangunan infrastruktur pipa gas sepanjang 3,7 KM dari lokasi MRS PT MOW menuju area KEK Sorong hingga ke titik tie-in PLTMG MPP Sorong.
Penggunaan gas sebagai bahan bakar Mobile Power Plant (MPP) Sorong ini juga dilakukan guna menekan Biaya Pokok Produksi (BPP Listrik) dimana BPP listrik saat ini sebesar 1.847 Rp/kWh (lebih tinggi dibandingkan dengan ketetapan Pemerintah sebesar 1.465 Rp/kWh). Diharapkan dengan program gasifikasi ini dapat menurunkan BPP listrik menjadi sebesar 1.368 Rp/kWh.
PLTMG MPP Sorong 50MW merupakan salah satu dari 3 Program Quick Win pemerintah di tahun 2020 pada Kepmen Nomor 13 selain Tanjung Selor dan Nias. Hal ini merupakan komitmen PT PLN (Persero) untuk membangun infrastruktur ketenagalistrikan dimana PLTMG Sorong menjadi yang pertama atau pioneer dari Program Pemerintah dan siap menggunakan bahan bakar gas melalui pipa gas yang dibangun oleh PT Perta Daya Gas.
Dengan adanya pemetaan jaringan gas dan infrastruktur pendukung gas yang tepat, diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi khususnya bagi daerah penghasil gas terdekat.
Baca juga: Kecewa, anggota DPR desak percepat pembangunan jaringan gas nasional
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan9
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020