• Beranda
  • Berita
  • Penyesuaian kebijakan dalam pembelajaran pada masa pandemi COVID-19

Penyesuaian kebijakan dalam pembelajaran pada masa pandemi COVID-19

28 Desember 2020 16:43 WIB
Penyesuaian kebijakan dalam pembelajaran pada masa pandemi COVID-19
Ilustrasi - Pembelajaran tatap muka di sekolah. ANTARA/Suriani Mapppong

Pada 2020, dunia pendidikan menghadapi tantangan dengan perpindahan pembelajaran dari sekolah ke rumah akibat pandemi COVID-19. Penyesuaian kebijakan pun terus dilakukan mulai dari awal merebaknya pandemi hingga akhir tahun.

Sejak pertengahan Maret 2020, pembelajaran dilakukan di rumah. Pada awalnya banyak guru, siswa maupun orang tua yang gagap saat pembelajaran dipindahkan karena “mendadak daring” dan juga orang tua yang “mendadak jadi guru”.

Sejumlah upaya dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) agar pembelajaran tetap berjalan meskipun pembelajaran dilakukan dari rumah dengan sejumlah keterbatasan.

Mulai dari menyiarkan program pembelajaran melalui program belajar dari rumah yang disiarkan melalui TVRI hingga bekerja sama dengan sejumlah perusahaan yang bergerak di bidang pembelajaran.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim pun melakukan perubahan mekanisme penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) PAUD dan Kesetaraan.

Dana BOS dan BOP PAUD dapat digunakan untuk pembelian kuota internet guna mendukung pembelajaran daring selama pandemi COVID-19. Juga dapat digunakan untuk pembayaran gaji guru honorer yang tidak memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), dengan kriteria sudah tercatat di Data Pokok Pendidikan (dapodik) per 31 Desember 2019, belum mendapatkan tunjangan profesi, dan memenuhi beban mengajar.

Ketentuan pembayaran maksimal 50 persen dari dana BOS dan BOP PAUD dan Kesetaraan sudah tidak lagi berlaku. Kepala sekolah tetap dapat memberikan honor kepada para tenaga kependidikan jika masih tersedia dana setelah digunakan untuk pembiayaan penyelenggaraan pendidikan pada masa darurat COVID-19.

Penyesuaian juknis penggunaan BOS Reguler diatur melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 19 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020 tentang Juknis BOS Reguler.

Sedangkan perubahan juknis BOP PAUD dan Pendidikan Kesetaraan diatur melalui Permendikbud Nomor 20 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Permendikbud Nomor 13 Tahun 2020 tentang Juknis Dana Alokasi Khusus Nonfisik BOP PAUD dan Pendidikan Kesetaraan Tahun 2020.

Dalam penyesuaian kebijakan penggunaan BOS Reguler serta BOP PAUD dan Pendidikan Kesetaraan yang ditetapkan tanggal 9 April 2020 tersebut, Kemendikbud memperbolehkan satuan pendidikan menggunakan dana BOS dan BOP untuk pembelian pulsa, pembayaran gaji guru honorer dan untuk pembiayaan layanan pendidikan daring berbayar bagi pendidik dan/atau peserta didik dalam rangka mendukung pelaksanaan pembelajaran dari rumah.

Dana BOS dan BOP juga dapat digunakan untuk pembelian cairan atau sabun pembersih tangan, cairan pembasmi kuman (disinfektan), masker, maupun penunjang kebersihan lainnya.

Pemberian bantuan tidak hanya dilakukan bagi jenjang pendidikan dasar dan menengah, tetapi juga pendidikan tinggi. Banyak mahasiswa terutama di perguruan tinggi swasta yang kesulitan membayar uang kuliah karena ekonomi keluarga terganggu.

Kemendikbud mengeluarkan kebijakan penyesuaian UKT diatur dalam Permendikbud Nomor 25 tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang bertujuan memberikan keringanan UKT bagi mahasiswa perguruan tinggi negeri (PTN) yang menghadapi kendala finansial selama pandemi COVID-19.

Kemendikbud juga memberikan bantuan kepada sebanyak 410.000 mahasiswa --terutama perguruan tinggi swasta-- di luar 467.000 mahasiswa yang menerima Biaya Pendidikan Mahasiswa Miskin Berprestasi dan KIP Kuliah. Dana bantuan pandemi itu khusus diberikan untuk mahasiswa dengan kondisi keuangan yang terkena dampak pandemi

Selain itu terjadi perubahan kebijakan pada BOS Afirmasi tidak lagi untuk daerah terdepan, terluar dan terpencil (3T), namun untuk daerah terdampak COVID-19. Sementara BOS Kinerja, tidak lagi untuk sekolah negeri yang memiliki kinerja baik tapi juga sekolah swasta. BOS Afirmasi dan BOS Kinerja difokuskan untuk sekolah yang paling membutuhkan dan terdampak pandemi COVID-19.

Baca juga: Legislator minta pemerintah kaji ulang pembukaan sekolah

Baca juga: Kemendikbud sebut pandemi COVID-19 lahirkan ribuan inovasi

Penyesuaian kebijakan

Pesuaian kebijakan terus dilakukan Kemendikbud agar sesuai dengan kondisi yang ada. Jika pada pertengahan Maret 2020, seluruh sekolah serentak memindahkan pembelajaran ke rumah. Maka pada Agustus 2020, pemerintah mengeluarkan kebijakan diperbolehkannya pembelajaran tatap muka khususnya untuk sekolah yang berada di zona hijau dan kuning.

Kabupaten/kota yang berada di zona hijau dan kuning tidak terdampak pandemi COVID-19 dan biasanya berada pada daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T). Kebijakan tersebut diambil mengingat siswa di daerah tersebut kesulitan melakukan pembelajaran karena ketiadaan gawai dan juga jaringan internet.

Kebijakan tersebut disambut baik siswa dan guru yang berada di zona hijau dan kuning, yang memang sudah lama rindu kembali ke sekolah.

Mulai September 2020, Kemendikbud mengeluarkan kebijakan revolusioner yakni pemberian kuota internet bagi siswa, mahasiswa, guru dan dosen.

Kemendikbud beserta pemangku kepentingan lainnya memberikan subsidi kuota internet untuk siswa, guru, mahasiswa, dan dosen selama empat bulan senilai Rp 7,2 triliun.

Bantuan kuota data internet yang diberikan pemerintah terdiri dari dua jenis, yakni kuota umum dan kuota belajar. Kuota umum berarti yang dapat digunakan untuk mengakses seluruh laman dan aplikasi, sedangkan kuota belajar berarti yang hanya dapat digunakan untuk mengakses laman dan aplikasi pembelajaran dengan daftar yang tercantum pada http://kuota-belajar.kemdikbud.go.id/.

Alokasi kuota yang diberikan yakni untuk peserta didik Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebanyak 20 GB/bulan, peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah 35 GB/bulan, pendidik pada PAUD dan jenjang pendidikan dasar dan menengah 42 GB/bulan, serta untuk mahasiswa dan dosen 50 GB/bulan. Seluruhnya mendapatkan kuota umum sebesar 5 GB/bulan, sisanya adalah untuk kuota belajar.

Menjelang akhir tahun, Kemendikbud mengeluarkan kebijakan lainnya melalui penyesuaian Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama (Menag), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi COVID-19.

Dalam penyesuaian kebijakan tersebut, Kementerian memberikan kewenangan pada pemerintah daerah untuk melakukan pembelajaran tatap muka.

Pemerintah pusat memberikan penguatan peran pemerintah daerah/kantor wilayah (kanwil)/ kantor Kementerian Agama (Kemenag) sebagai pihak yang paling mengetahui dan memahami kondisi, kebutuhan, dan kapasitas daerahnya dalam menentukan izin pembelajaran tatap muka tersebut yang berlaku mulai semester genap tahun ajaran dan tahun akademik 2020/2021 pada bulan Januari 2021.

Kebijakan itu diambil mengingat dampak dari pembelajaran dari rumah mulai dari tingginya angka putus sekolah hingga kehilangan kesempatan belajar siswa.

Meski pemerintah daerah diberikan kewenangan penuh, kebijakan pembelajaran tatap muka tetap dilakukan secara berjenjang, mulai dari penentuan pemberian izin oleh pemerintah daerah/kanwil/ kantor Kemenag, pemenuhan daftar periksa oleh satuan pendidikan, serta kesiapan menjalankan pembelajaran tatap muka.

Orang tua juga memiliki hak penuh untuk menentukan. Bagi orang tua yang tidak menyetujui anaknya melakukan pembelajaran tatap muka, peserta didik dapat melanjutkan pembelajaran dari rumah secara penuh. Pembelajaran tatap muka pun dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat.

Namun demikian, tidak semua pemerintah daerah yang mengizinkan pembelajaran tatap muka karena mempertimbangkan aspek keselamatan dan tingginya kasus COVID-19 di daerahnya. Jika dibandingkan dengan dampak negatif pembelajaran di rumah, memang tiada artinya jika harus mengorbankan keselamatan tenaga pendidik, peserta didik maupun keluarganya.*

Baca juga: Mendikbud catat masih banyak tantangan wujudkan SDM unggul

Baca juga: Kemendikbud sebut 476 SMK jadi pusat unggulan

Pewarta: Indriani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020