• Beranda
  • Berita
  • Mendikbud catat masih banyak tantangan wujudkan SDM unggul

Mendikbud catat masih banyak tantangan wujudkan SDM unggul

23 Desember 2020 19:26 WIB
Mendikbud catat masih banyak tantangan wujudkan SDM unggul
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim berbicara dalam Peluncuran dan Peresmian Strategi Nasional Penanganan Anak Tidak Sekolah (Stranas ATS) dan Diseminasi Nasional Hasil Monitoring Dampak COVID-19 terhadap Permasalahan Anak Tidak Sekolah yang diselenggarakan oleh Bappenas di Jakarta, Rabu (23/12/2020). ANTARA/Katriana.

ekosistem nasional yang produktif dan inovatif tidak mungkin tumbuh tanpa sistem pendidikan yang kondusif.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim mencatat masih banyak tantangan yang harus dituntaskan untuk mewujudkan sumber daya manusia (SDM) unggul melalui pendidikan berkualitas.

"Meski secara APK (Angka Partisipasi Kasar) meningkat, tapi masih banyak tantangan," kata Nadiem dalam Peluncuran dan Peresmian Strategi Nasional Penanganan Anak Tidak Sekolah (Stranas ATS) dan Diseminasi Nasional Hasil Monitoring Dampak COVID-19 terhadap Permasalahan Anak Tidak Sekolah yang diselenggarakan Bappenas di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan ekosistem nasional yang produktif dan inovatif tidak mungkin tumbuh tanpa sistem pendidikan yang kondusif.

Untuk itu berbagai strategi ditempuh untuk mewujudkan SDM unggul, di antaranya dengan meningkatkan pemerataan akses layanan pendidikan dan percepatan pelaksanaan wajib belajar 12 tahun yang mencakup seluruh warga Indonesia, khususnya yang berusia 6-21 tahun agar dapat mengenyam dan menuntaskan pendidikan dari jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah.
Baca juga: Kemendikbud selenggarakan PUSAKA 2020 siapkan SDM unggul

Indikator peningkatan akses layanan pendidikan itu dapat dilihat dari meningkatnya angka partisipasi kasar (APK).

APK SD pada 2019 tercatat mencapai 103,5 persen, tidak berubah dari tahun sebelumnya. Kemudian, APK SMP sederajat pada 2019 mencapai 101,32 persen, meningkat 0,46 persen dari 100,86 persen pada tahun sebelumnya, dan APK sekolah menegah sederajat Tahun 2019 mencapai 92,92 persen, meningkat 4,37 persen dari 88,55 persen pada tahun sebelumnya.

Namun demikian, meski secara APK meningkat, data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2017 memperkirakan masih ada sekitar 4,4 juta anak usia sekolah yang tidak bersekolah (ATS).

Selain ATS, terdapat juga anak putus sekolah (APS) dan anak berisiko putus sekolah (ABPS). Adapun penyebabnya antara lain kurangnya ketersediaan dan keterjangkauan layanan pendidikan, terutama di wilayah 3T.

Ada juga hambatan ekonomi dan kemiskinan serta persepsi negatif terhadap pentingnya pendidikan.
Baca juga: Budaya literasi jalan utama wujudkan SDM unggul

"Penanganan anak usia sekolah tidak sekolah (ATS) merupakan kewajiban kita semua dalam rangka memenuhi hak asasi pendidikan bagi semua negara. Tidak boleh ada satu pun yang tidak memperoleh akses pendidikan yang berkeadilan dan berkualitas," kata Nadiem.

Oleh karena itu, sejumlah kebijakan di masa pandemi COVID-19 langsung dilaksanakan agar anak-anak tetap merasakan pendidikan yang berkualitas, misalnya dengan memberikan bantuan kuota internet, bantuan subsidi upah bagi pendidik dan tenaga kependidikan non-PNS, dan relaksasi pemanfaatan dana BOS bagi sekolah negeri dan swasta agar mereka dapat menyediakan kebutuhan paling dasar selama masa pandemi.

Selain itu, pemerintah juga melakukan penyesuaian uang kuliah tunggal dan beasiswa, melakukan penerbitan kurikulum darurat dan modul pembelajaran sehingga orang tua, guru dan peserta didik tidak terbebani dengan berbagai target dan tetap memenuhi kompetensi dasar yang esensial bagi anak-anak, yaitu literasi, numerasi dan penguatan karakter, selain masih banyak lagi upaya yang lain.
Baca juga: SDM Cendekia luncurkan buku SDM Naik Kelas untuk membentuk SDM unggul

Pewarta: Katriana
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2020