• Beranda
  • Berita
  • KKP tebar benur perdana di tujuh lokasi tambak udang berkelanjutan

KKP tebar benur perdana di tujuh lokasi tambak udang berkelanjutan

31 Desember 2020 09:24 WIB
KKP tebar benur perdana di tujuh lokasi tambak udang berkelanjutan
Dokumentasi - Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto. ANTARA FOTO/Pradita Utama/pras/pri.

Model tambak berkelanjutan yang dibangun merupakan kawasan tambak ideal

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) secara serentak menebar benur udang perdana di tujuh lokasi model tambak udang berkelanjutan yang tersebar di berbagai daerah.

"Model tambak berkelanjutan yang dibangun merupakan kawasan tambak ideal karena terdiri dari petak pengelolaan air bersih, petak produksi, petak pengelolaan air limbah dan kawasan hutan mangrove sebagai kawasan penyangga untuk mewujudkan budidaya perikanan berkelanjutan dan ramah lingkungan," kata Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto dalam siaran pers di Jakarta, Kamis.

Slamet memaparkan, tujuh lokasi tambak udang berkelanjutan terdiri dari sebanyak lima tambak udang model klaster yaitu di Kabupaten Aceh Timur, Lampung Selatan, Cianjur Jawa Barat, Sukamara Kalimantan Tengah dan Kabupaten Buol Sulawesi Selatan.

Selain itu, ujar dia, dua lokasi model tambak Milenial Shrimp Farming (MSF) di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, dan Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.

Benur udang yang ditebar di tujuh lokasi tersebut sebanyak 14,27 juta ekor dengan luas tambak sekitar 35 hektar dengan rata-rata kepadatan benur sekitar 100 ekor per meter persegi.

Kegiatan tersebut merupakan upaya KKP untuk membuat model tambak udang berkelanjutan yang dapat direplikasi oleh masyarakat dan investor dalam rangka menggenjot nilai ekspor udang sebesar 250 persen pada tahun 2024.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP menerangkan bahwa padat tebar rata-rata sebesar 100 ekor per meter persegi.

"Estimasi panen size 50 sehingga jumlah produksinya sebesar 209 ton per siklus atau sekitar 419 ton per tahun dengan nilai produksi Rp12,5 miliar per siklus atau Rp25,13 miliar per tahun," katanya.

Program kawasan udang ini, lanjut Slamet, akan melibatkan secara langsung anggota kelompok pembudidaya penerima bantuan dan kaum milenial dalam proses pemeliharaan sebagai upaya transfer teknologi.

Konsep klaster itu, ujar dia, memungkinkan pengelolaan yang lebih terkontrol yakni melalui perbaikan tata letak dan penerapan biosecurity secara ketat dengan manajemen pengelolaan yang lebih terintegrasi dalam seluruh tahapan proses produksi.

"Selain itu, mempermudah dalam manajemen, meningkatkan efisiensi serta dapat meminimalisasi dampak terhadap lingkungan dan serangan penyakit," jelas Slamet.

Sampai dengan tahun 2024, KKP akan mengoptimalkan lahan tambak minimal 100.000 hektar dengan berfokus dalam perbaikan produktivitas yakni melalui intensifikasi.

KKP juga, lanjutnya, bakal memutakhirkan teknologi guna mengangkat produktivitas tambak tradisional.

Baca juga: KKP dorong pembentukan korporasi pembudidayaan tambak udang
Baca juga: Dirjen: Pembudidaya udang perlu perkuat pangsa pasar global
Baca juga: KKP targetkan 1.000 hektare tambak udang di Buol Sulteng

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020