• Beranda
  • Berita
  • Akademisi: UU Cipta Kerja beri harapan pemulihan ekonomi di era COVID

Akademisi: UU Cipta Kerja beri harapan pemulihan ekonomi di era COVID

2 Januari 2021 14:21 WIB
Akademisi: UU Cipta Kerja beri harapan pemulihan ekonomi di era COVID
Ilustrasi - Alat berat difungsikan untuk pembangunan gedung bertingkat di Jakarta Pusat. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wsj

Di tengah pandemi COVID-19 , Indonesia mampu menghadirkan produk hukum baru yang memberi harapan yakni UU Cipta Kerja. UU Cipta Kerja yang terdiri 116 pasal ini mampu merevisi 77 UU sebelumnya yang ternyata isinya saling tumpang tindih dan tidak ada

Akademisi Universitas Kristen Indonesia (UKI), Dhaniswara K Harjono menilai UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja memberikan harapan pemulihan ekonomi nasional pada masa pandemi COVID-19.

"Di tengah pandemi COVID-19 , Indonesia mampu menghadirkan produk hukum baru yang memberi harapan yakni UU Cipta Kerja. UU Cipta Kerja yang terdiri 116 pasal ini mampu merevisi 77 UU sebelumnya yang ternyata isinya saling tumpang tindih dan tidak ada kepastian," ujar Dhaniswara dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, adapun UU Cipta Kerja ini menyentuh masalah perizinan dan penanaman modal di mana implementasi dari UU ini sebagai upaya meningkatkan investasi yang akan membuka lapangan kerja lebih luas.

"Salah satu sisi positif dari UU Cipta Kerja, kalau kita bikin perusahaan mudah, tidak perlu banyak modal. Kalau dulunya minimal Rp 50 juta, sekarang tidak perlu," katanya.

UU Cipta Kerja sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada serta tantangan ke depan. Seperti memanfaatkan bonus demografi yang akan dialami Indonesia dalam 10-20 tahun mendatang (2020-2040), kemudian menyederhanakan, menyinkronkan, dan memangkas regulasi dikarenakan terlalu banyaknya aturan yang diterbitkan di pusat dan daerah yang menghambat kegiatan berusaha dan penciptaan lapangan kerja.

"Kita akan dihadapkan pada persoalan masa depan, antara lain bonus demografi pada 2030 dan puncaknya pada 2040. Artinya jumlah usia produktif komposisinya akan jauh lebih besar. Kita perlu solusi untuk mengantisipasi bonus demografi ini dengan peningkatkan lapangan kerja," kata Rektor UKI tersebut.

Berdasarkan survei BPS, lanjut dia, pada 2030 nanti setidaknya ada tambahan 52 juta penduduk usia produktif yang membutuhkan lapangan pekerjaan.

Menurut dia, yang namanya bonus demografi seperti layaknya pedang bermata dua. Bila tidak dipersiapkan lapangan pekerjaan, justru akan berdampak buruk di masa depan.

“Bonus demografi ini seperti pisau bermata dua, kalau tidak hati-hati ini akan membawa malapetaka, sehingga usia-usia produktif ini harus kita siapkan dengan baik," kata Dhaniswara.

Oleh karena itu, pemerintah melalui UU Cipta Kerja sedini mungkin berupaya mempermudah regulasi terkait perizinan berusaha di Indonesia. Hal itu sangat positif untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif, sehingga mampu menarik lebih banyak investor baik dari dalam maupun luar negeri.

"Salah satu upayanya melalui Penerapan UU Cipta Kerja untuk menyiapkan lapangan kerja secara lebih luas jelang bonus demografi pada 2030. Kalau tidak mampu mengelola perizinan berusaha mulai dari sekarang, malah demografi justru akan jadi masalah. Akibatnya menjadi beban ekonomi dan berdampak sosial juga politik," ujar akademisi tersebut.

Baca juga: Tim Serap Aspirasi terima 152 masukan aturan turunan UU Cipta Kerja

Baca juga: Pengusaha: UU Ciptaker wajibkan investor asing alih teknologi

Baca juga: Anggota DPR: implementasi UU Ciptaker harus dikawal bersama

 

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021