Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) mendukung upaya pemerintah melarang penggunaan dana bantuan sosial (bansos) untuk dibelikan rokok oleh keluarga penerima manfaat yang seharusnya memanfaatkan bantuan itu guna memenuhi kebutuhan gizi keluarga.Studi PKJS-UI: penerima bansos berkorelasi positif dengan perilaku merokok, dengan efek tertinggi terjadi pada penerima Program Keluarga Harapan (PKH).
"Kami sangat mendukung ketegasan pemerintah dengan melarang bantuan sosial dibelikan untuk rokok," kata Ketua PKJS UI Aryana Satrya melalui keterangan pers yang diterima ANTARA, Jakarta, Jumat.
Menurut dia, pengendalian konsumsi rokok melalui kenaikan harga rokok yang signifikan juga dapat membuat program bantuan sosial yang dimiliki pemerintah akan lebih efektif, sesuai target dan dapat menyelamatkan generasi mendatang dengan menjauhkan setiap anak dari rokok.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, jumlah perokok aktif usia 15 tahun ke atas mencapai 33,8 persen dari total populasi Indonesia. Selain itu, prevalensi perokok di kalangan remaja usia 10-18 tahun juga meningkat dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018.
Baca juga: PKJS UI: Bantuan sosial tunai dorong konsumsi rokok
Lebih lanjut, data Susenas 2016 dan 2017 menunjukkan bahwa prevalensi merokok kelompok berpendapatan rendah meningkat lebih cepat dibandingkan dengan pendapatan yang lebih tinggi.
Perilaku merokok pada keluarga Indonesia yang tinggi menjadi tantangan tersendiri dalam pencapaian sumber daya manusia yang berkualitas untuk masa depan negeri.
Secara konseptual, bantuan sosial akan meningkatkan pendapatan rumah tangga sehingga kebutuhan sehari-hari dapat lebih tercukupi. Namun, peningkatan konsumsi tersebut tidak terkecuali untuk barang non-essensial seperti rokok.
Baca juga: PKJS-UI dorong pengendalian konsumsi rokok tembakau dan elektronik
Tambahan pendapatan dari bansos dapat digunakan untuk membiayai konsumsi rokok. Hal itu dibuktikan dengan studi PKJS-UI yang menunjukkan penerima bansos berkorelasi positif dengan perilaku merokok, dengan efek tertinggi terjadi pada penerima Program Keluarga Harapan (PKH).
PKH yang didistribusikan secara tunai meningkatkan pendapatan rumah tangga secara langsung sehingga rumah tangga dapat menggunakannya untuk membeli rokok. Penerima bansos memiliki kecenderungan merokok lebih tinggi jika dibandingkan dengan bukan penerima bansos.
Penerima PKH memiliki peluang 11 persen poin lebih tinggi untuk merokok dibandingkan bukan penerima PKH. Pola tersebut konsisten untuk masing-masing kategori bansos, kelompok pendapatan dan data Susenas 2016.
Baca juga: PKJS UI: Indikator sosial ekonomi penerima bansos perokok lebih rendah
Sementara itu, data panel Indonesian Family Life Survey (IFLS) menunjukkan bahwa penerima bansos memiliki peluang lebih besar menjadi perokok jika dibandingkan bukan penerima bansos.
Penerima Program Indonesia Pintar (PIP) memiliki peluang 9 persen poin lebih tinggi untuk merokok dibandingkan bukan penerima PIP. Penerima bansos memiliki konsumsi rokok yang lebih besar dibandingkan bukan penerima bansos.
Penerima Program Keluarga Harapan (PKH) memiliki pengeluaran rokok Rp3.660/kapita per minggu dan 3,5 batang/kapita per minggu lebih tinggi jika dibandingkan dengan bukan penerima PKH.
Baca juga: PKJS UI: JKN masih salah dipahami
Pewarta: Katriana
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2021