Pengamat pertambangan Singgih Widagdo menilai bahwa penerapan teknologi Ultra Super Critical (USC) untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dapat mendukung upaya ramah lingkungan.Teknologi-teknologi itu sudah ada dipakai dan terbukti lebih ramah lingkungan
Singgih Widagdo yang juga Ketua Indonesia Mining and energy Forum (IMEF) dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, menyampaikan anggapan banyak kalangan yang menyebut bahwa PLTU sebagai salah satu penyumbang emisi terbesar tidak lagi relevan.
Ia mengemukakan, selain menekan emisi, penerapan teknologi USC mampu meningkatkan efisiensi pembangkit listrik melalui proses pengaturan tekanan dan suhu uap yang masuk ke dalam turbin.
"Dari kondisi saat ini (besarnya kebutuhan dan sistem kelistrikan yang ada), batubara tentu tetap sebagai pilihan yang strategis dan efisien," kata Singgih.
Baca juga: PLTU Jawa 7 gunakan "ultra super critical", efisiensi naik 15 persen
Sementara itu, pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi mengatakan, penggunaan batu bara dalam PLTU masih sangat relevan untuk saat ini hingga tahun-tahun kedepannya. Apalagi, ketersediaan batu bara di Indonesia masih banyak.
"Kalau kita lihat 57 persen pembangkit listrik masih memakai batu bara," katanya.
Ia mengusulkan kepada pemerintah untuk mewajibkan PLTU memasuki era baru dalam penggunaan batu bara dengan teknologi maju seperti penggunaan USC, dengan menggunakan EQCS (Emission Quality Control System) yang menerapkan FGD (Flue Gas Desulfurization) yang meminimkan sulfur.
Teknologi ini, dipaparkan, digunakan untuk menghilangkan sulfur dioksida dari emisi gas buang pembangkit.
Baca juga: Indonesia diharapkan punya skenario pengurangan PLTU
FGD membuat kandungan CO2 yang dilepaskan ke atmosfer, tidak mencemari udara. Upaya meminimalisir emisi juga dilakukan dengan teknologi SCR (Selective Catalytic Reduction) yang menghilangkan emisi NOx sehingga menjadi partikel yang tak berbahaya.
"Teknologi-teknologi itu sudah ada dipakai dan terbukti lebih ramah lingkungan. Saya kira PLN punya komitmen untuk itu, tinggal kita ingatkan terus," katanya.
Terkait dengan emisi yang dihasilkan proses di PLTU, anggota Komisi VII DPR RI, Kardaya Warnika mengatakan memang tidak bisa ditampik. Hal itu juga terjadi semua pembangkit tenaga listrik, bukan hanya batu bara.
Namun, kata dia, saat ini sudah ada teknologi yang mampu menekan emisi tersebut agar lebih rendah. "Ada teknologi yang clean untuk menekan emisinya agar bisa lebih rendah," katanya.
Baca juga: Pemerintah lakukan upaya agar PLTU lebih ramah lingkungan
Baca juga: Wabah, PLTU batu bara Indonesia diprediksi rugi 13,1 miliar dolar AS
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2021