Dalam pameran yang berlangsung selama 27 Desember 2020 hingga 27 Januari 2021 di Apel Watoe Contemporary Art Gallery Borobudur itu, pelukis Agus Merapi --sapaan karibnya-- menyajikan karya berkalimat judul relatif panjang, "Pernikahan Tanpa Tamu Undangan di Dunia Mistikku".
Kebanyakan karya lukisannya selama ini, memang tak lepas dari segala ihwal menyangkut Gunung Merapi dengan kawasannya. Ia bersama keluarganya memang tinggal di kawasan itu.
Kebanyakan pula, lukisannya erat kaitan dengan berbagai simbol tentang daya magis gunung berapi dengan tinggi sekitar 2.930 meter dari permukaan air laut tersebut.
Lukisan Agus Merapi dalam pameran di galeri seni milik Deddy PAW itu, nampak hendak menunjuk kepada Gunung Merapi. Ia antara lain menyapukan kuas di atas kanvasnya menjadi simbol-simbol berbentuk pepohonan dan tanaman, sepasang pengantin berpakaian adat Jawa, sejumlah tanda bintang serta simbol hati yang sepertinya hendak mengatakan tanda cinta Merapi.
Baca juga: BPPTKG: Guguran lava pijar Gunung Merapi ke luar 15 kali
Pertanda pandemi COVID-19 dalam karyanya pada 2020 di tengah penularan secara global virus corona jenis baru itu, dilekatkan pada mempelai laki-laki mengenakan masker yang sedang memandang paras cantik mempelai perempuan.
Suasana penuh misterius atas Gunung Merapi diungkapkan dengan latar belakang karya yang serba berwarna hitam untuk melukiskan langit gunungnya.
Sapuan berupa alur-alur garis menuju satu titik di puncak gunung, mungkin menandakan ungkapan cinta tertinggi kepada Sang Pencipta dan sekaligus Sang Konduktor Jagat Raya.
Atau barangkalai mewakili keadaan riil tentang berbagai alur sungai yang airnya berhulu di Merapi. Semua alur sungai tersebut menjadi jalur utama banjir lahar hujan material endapan erupsi Merapi.
Baca juga: BPPTKG: Gunung Merapi empat kali keluarkan awan panas guguran
Lukisan "Pernikahan Tanpa Tamu Undangan di Dunia Mistikku", oleh pengajar seni rupa Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Rain Rosidi disampaikan sebagai salah satu karya dalam pameran, di mana seniman secara simbolik menggambarkan nilai-nilai kearifan, filsafat, religiositas, dan spiritualitas.
Secara khusus, sang kurator itu menyebut Agus Merapi menghadirkan karyanya dengan falsafah Jawa dan kearifan Merapi.
Face erupsi
Sejak Senin (4/1), Gunung Merapi memulai fase erupsi lagi, setelah letusan dahsyatnya disusul dengan banjir lahar hujan bertubi-tubi, sekitar 10 tahun yang lalu.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta Hanik Humaida menjelaskan ihwal dimulai fase erupsi Gunung Merapi pada 2021 karena telah keluar magma atau lava pijar dan api diam dari dalam Bumi.
Terjadinya guguran material dari puncak Merapi melewati lerengnya dan peristiwa awan panas yang menyertai, sebagai rangkaian irama dentingan erupsi.
"Sekarang masih kecil dan mudah-mudahan kecil terus, itu yang kita harapkan," ujar dia.
Masyarakat, terutama kelompok rentan, yang tinggal di berbagai desa rawan bencana erupsi Merapi, dengan dukungan pemerintah daerah yang wilayahnya melingkupi Gunung Merapi, dievakusi ke berbagai tempat aman yang telah disediakan.
Gunung Merapi meliputi empat wilayah administratif pemerintahan daerah, yakni Kabupaten Magelang, Boyolali, dan Klaten (Provinsi Jawa Tengah), serta Kabupaten Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta).
Di berbagai tempat evakuasi, mereka mendapatkan layanan yang memadai dari pemerintah daerah masing-masing dan relawan, untuk kebutuhan selama di pengungsian, termasuk terkait dengan pencegahan dari penularan pandemi COVID-19.
Rangkaian prosesi erupsi Merapi, boleh jadi supaya mereka yang kesempatan menonton, beroleh tambahan kekayaan referensi kagum terhadap keelokan alam sebagai pancaran keagungan Sang Ilahi.
Melalui kamera pemantau dari berbagai lokasi dan disiarkan di kanal Youtube BPPTKG, siapa saja setiap saat bisa menyaksikan keindahan peristiwa Merapi, berupa keluarnya material dari perut Bumi.
Baca juga: Sebanyak 200 warga Merapi kembali mengungsi di Desa Mertoyudan
Lelehan lava pijar, terutama nampak elok disaksikan saat malam hari, sedangkan guguran material dan awan panas, elok juga dipandang saat siang hari, terlebih saat Merapi tak tertutup awan atau mendung.
Peristiwa erupsi gunung itu bagaikan isi Bumi memberikan sapuan warna eksotik kepada permukaannya. Merapi nampak hendak mengungkapkan cintanya pada Bumi.
Keelokan Gunung Merapi dengan kawasan dan bahkan aktivitas vulkaniknya, bagi Agus menjadi serbuan untuk inspirasi menyampaikan pesan tentang pentingnya manusia mengakrabi lingkungan alam, terlebih supaya tetap berkemampuan titis dalam membaca tanda-tanda kehendaknya.
Baca juga: Sejumlah warga lereng Merapi di wilayah Klaten kembali mengungsi
Tak ada yang mampu melawan alam yang bekerja dengan irama sapuan lukisannya tersendiri itu. Yang terjadi, manusia bersahabat dengannya. Posisi hasil kajian saintifik pun sebatas untuk membantu manusia makin presisi membaca kehendak alam. Begitu juga dengan pembacaan atas aktivitas vulkanik Merapi.
Sebagaimana erupsi Merapi saat ini pun, bagi dia, urusan alam dengan kawasannya yang secara internal sedang bercengkerama, untuk mencapai keseimbangan baru.
"Untuk menuju masa depan yang lebih harmonis, menyadarkan kembali untuk lebih akrab dengan alam maupun segala yang muncul di alam ini, seperti halnya pandemi," ucap Agus.
Manusia di Bumi sekitar Gunung Merapi, sebatas menjadi pihak beroleh tuah atau pemeluk kesadaran arif menghindar dari risiko musibah.
Bagaimana pun, harmoni percintaan mereka, membawa manusia di kawasannya mencapai keseimbangan baru.
Biarkan Merapi bercinta dengan Buminya!
Pewarta: M. Hari Atmoko
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2021