"Rencananya ada tujuh unit 'camera trap' yang dipasang. Namun hari ini sementara (dipasang) tiga unit dulu di titik-titik dimana warga menyebut sempat berpapasan dengan binatang tersebut," kata Kepala Resort Konservasi Wilayah (RKW) BKSDA Blitar Joko Dwiyono dikonfirmasi di lokasi pemasangan 'camera trap' di dalam Hutan Watugondong dan Tumpak Pencit, Desa Nyawangan, Kecamatan Sendang, Kabupaten Tulungagung.
Kamera di pasang di lokasi yang agak berjauhan, dengan mengambil tempat/posisi yang lebih tinggi sehingga diharapkan bisa merekam setiap benda bergerak yang melintas di depannya yang lebih rendah maupun yang sejajar, sesuai luas bidang mata kamera.
Baca juga: Warga deteksi satwa liar diduga harimau di lereng Gunung Wilis
Pemasangan kamera ini diharapkan bisa memastikan jenis harimau yang sudah beberapa kali menampakkan diri di pinggiran hutan setempat, baik di hutan wilayah Desa Nyawangan maupun Desa Nglurup yang bersebelahan lokasinya sekitar lereng Gunung Wilis.
Menurut penjelasan Joko, camera trap itu dipasang terus hingga tiga bulan ke depan. Pihaknya akan rutin melakukan pemeriksaan rekaman kamera tiap seminggu sekali, dengan bantuan pengawasan warga sekitar hutan atau anggota LMDH.
Kamera yang dipasang itu dilengkapi oleh sensor gerak. Saat ada objek yang bergerak di depannya, kamera akan otomatis melakukan perekaman.
Sejauh ini, lanjut Joko, pihaknya baru menemukan jejak kaki, namun kondisinya sudah buruk, sehingga sulit untuk menentukan jenis harimau yang dijumpai warga.
Joko maupun tim BKSDA yang terlibat dalam pemasangan kamera sensor gerak belum berani menyimpulkan bahwa binatang besar yang dijumpai warga sekitar hutan adalah spesies harimau, baik jenis tutul apalagi jenis Harimau Jawa yang dinyatakan sudah punah sejak 1970-an.
"Tanpa ada bukti otentik visual yang bisa dianalisa (orisinalitas), kami belum berani mengatakan apakah binatang yang dilihat warga ini benar harimau atau lainnya. Nantilah kalau dari pemasangan kamera ini ada hasilnya (mendapat gambar satwa liar itu)," kata Joko diamini petugas BKSDA lain.
Harimau memang menyukai habitat hutan yang masih perawan atau yang masih rimbun. Di wilayah Sendang yang berada di lereng Wilis, masih ada beberapa lokasi yang wilayah hutannya masih alami. Di hutan ini diperkirakan masih ada sisa-sisa harimau beserta hewan buruannya. Untuk jejak yang ditemukan berjarak sekitar 2 kilometer dari pemukiman. Hal ini membuat warga khawatir.
Untuk itu, pihaknya meminta agar masyarakat turut menjaga kelestarian alam di sekitar harimau itu ditemukan.
"Menjadi tanggung jawab bersama untuk mensosialisasikan kepada masyarakat, jangan sampai memasang jerat yang bisa melukai satwa (harimau) tersebut," katanya.
Baca juga: BKSDA: Harimau sumatra berkeliaran di perkebunan di Aceh Timur
Joko meminta masyarakat yang beraktivitas di sekitar lereng Gunung Wilis, khususnya di wilayah hutan Desa Nyawangan dan Nglurup, Kecamatan Sendang tetap berhati-hati, terutama saat beraktivitas di dekat hutan.
"Tetap waspada dan tidak lengah," katanya.
Sebelumnya, beberapa warga di Kecamatan Sendang melaporkan adanya dua kali penampakan harimau dalam sebulan terakhir.
Laporan pertama terjadi sebulan lalu oleh seorang warga Desa Nglurup saat menyadap karet.
Dalam laporan itu, warga melihat harimau setinggi kurang lebih 80 cm.
Laporan kedua beberapa warga juga melihat harimau. Bahkan laporan kedua menyebut harimau mendekati pemukiman warga.
Berdasarkan keterangan sejumlah saksi mata yang telah dimintai keterangan, satwa yang dijumpai bisa saja mengarah ke harimau loreng. (*)
Baca juga: Harimau mangsa lima lembu milik warga Langkat
Baca juga: BKSDA Aceh evakuasi harimau sumatera ke Barumun
Baca juga: Harimau sumatera masuk perangkap BKSDA di Aceh Singkil
Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021