Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Karliansyah mengatakan daerah lokasi banjir di Daerah Aliran Sungai Barito di Kalimantan Selatan memiliki kondisi infrastruktur ekologis yang tidak lagi memadai.... dari evaluasi yang ada kondisi infrastruktur ekologisnya yaitu jasa lingkungan pengatur air, sudah tidak memadai
"Lokasi banjir berada di sepanjang alur DAS Barito di mana memang dari evaluasi yang ada kondisi infrastruktur ekologisnya yaitu jasa lingkungan pengatur air, sudah tidak memadai," kata Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PPKL KLHK) Karliansyah dalam konferensi pers daring dipantau dari Jakarta, Selasa.
Kondisi tersebut, menurut dia, membuat daerah yang dimaksud tidak mampu lagi menampung aliran air masuk.
Baca juga: Marinir dan pasukan katak diterjunkan tangani pascabanjir HST
Baca juga: Banjir Hulu Sungai Tengah, 264 rumah hilang, 9 orang meninggal
Daerah Daerah Aliran Sungi (DAS) Barito di Kalimantan Selatan (Kalsel) melingkupi wilayah seluas 1,8 juta hektare (ha), dari total 6,2 juta luasnya, dengan mayoritas penduduk tinggal di wilayah tersebut.
Data KLHK per 2019 memperlihatkan bahwa daerah luas hutan di area itu adalah seluas 18,2 persen dari wilayah DAS Barito Kalsel. Sisa luasannya didominasi pertanian lahan kering sebesar 21,4 persen, sawah 17,8 persen dan perkebunan sebesar 13 persen.
Selain itu, KLHK juga mencatat penurunan luas hutan alam sejak 1990 sampai dengan 2019 sebesar 62,8 persen, dengan penurunan luas hutan terbesar terjadi pada periode 1990 sampai 2000.
Luas hutan pada 1990 di daerah itu adalah 803.104 ha sedangkan di 2019 tinggal tersisa 333.149 ha. Sementera luasan kawasan nonhutan pada 1990 tercatat mencapai 1.025.542 ha yang kemudian bertambah menjadi 1.495.497 ha pada 2019.
Baca juga: Gubernur Kalsel cicipi masakan di dapur umum Barito Utara
Baca juga: Proporsi areal hutan DAS Barito di Kalsel 18,2 persen
Namun, Karli mengatakan terdapat faktor lain penyebab banjir besar di sana saat ini seperti anomali cuaca di daerah tersebut dengan tercatat curah hujan mencapai 461 milimeter (mm) pada 9-13 Januari. Angka itu lebih tinggi dibandingkan rata-rata curah hujan bulanan yang hanya mencapai 394 mm di wilayah itu pada Januari 2020.
Hal itu membuat 2,08 miliar meter kubik (m3) volume air masuk ke DAS Barito di Kalsel, dengan kapasitas normal sungai hanya mencapai sebesar 238 juta m3.
Akibatnya sistem drainase tidak mampu mengalirkan air dengan volume yang besar dengan daerah banjir berada di pertemuan dua anak sungai. Selain itu, daerah itu juga merupakan wilayah datar dan elevasi rendah sehingga menjadi daerah akumulasi air dengan tingkat drainase rendah.
Baca juga: Bantuan presiden untuk korban banjir disalurkan lewat jalur udara
Baca juga: Kapolres Banjarbaru minta warga waspada meski debit air mulai turun
Karliansyah juga menyoroti bagaimana beda tinggi hulu dan hilir sangat besar, sehingga suplai air dari hulu dengan volume besar menyebabkan waktu konsentrasi air berlangsung cepat dan menggenangi dataran banjir.
Sementara itu, Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian Daerah Aliran Sungai KLHK Saparis Soedarjoto mengatakan permasalahan lain yang ada di lokasi banjir Kalsel saat ini adalah profil wilayah yang membuat air tidak bisa mengalir dengan baik.
"Karena relatif datar, artinya tidak mudah teraruskan," kata Saparis.
KLHK, menurut dia, berusaha melakukan rehabilitasi lahan kritis yang ada di kawasan tersebut. Namun demikian, dirinya menyebut curah hujan di atas normal memang menjadi faktor utama penyebab banjir di daerah itu saat ini.
Baca juga: Satgas Udara petakan daerah terisolasi terdampak banjir di Kalsel
Baca juga: Sahroni salurkan bantuan bagi korban banjir Kalsel
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2021