Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh meminta pemerintah daerah di provinsi itu memperbaiki tata kelola pembangunan sebagai solusi mencegah rutinitas banjir yang terjadi.Untuk kawasan hutan yang sensitif, jangan diberikan izin
"Banjir yang terjadi di sejumlah daerah di Aceh sudah menjadi rutinitas dan terus berulang. Ini terjadi karena tata kelola pembangunan yang tidak ramah lingkungan," kata Direktur Eksekutif Daerah Walhi Aceh Muhammad Nur di Banda Aceh, Rabu.
Muhammad Nur mengatakan perbaikan tata kelola pembangunan tersebut mulai dari hulu hingga ke hilir. Jika hanya satu bagian saja yang diperbaiki, maka belum bisa menjawab persoalan banjir di Provinsi Aceh.
Perbaikan tata kelola pembangunan di hulu, di antaranya menertibkan kawasan hutan. Seperti menindak pembalakan liar, menertibkan perkebunan dan pertambangan ilegal, ujarnya.
"Untuk kawasan hutan yang sensitif, jangan diberikan izin. Serta menertibkan perkebunan dan pertambangan maupun usaha lainnya di kawasan hutan yang memiliki legalitas. Penertiban ini sebagai upaya pencegahan kerusakan lingkungan" ujarnya.
"Sedangkan perbaikan tata kelola pembangunan di hilir memperbaiki saluran, tertib membuang sampah, tidak menjadikan sawah untuk perumahan maupun bangunan lain. Fungsi sawah menampung air jika di hulu tidak tertampung," kata Muhammad Nur.
Menurut dia perbaikan tata kelola pembangunan tersebut untuk mewujudkan keseimbangan lingkungan antara yang di hulu dengan di hilir serta saat musim penghujan dengan kemarau.
"Jika ini tidak dilakukan, maka banjir akan terus terjadi karena air hujan tidak lagi tertampung di hulu dan tergenang di hilir. Kerusakan hutan hanya satu dari sekian penyebab banjir di Provinsi Aceh," tambahnya.
Baca juga: Walhi: Kerusakan hutan di Aceh Barat akibat tambang ilegal
Baca juga: Walhi: Kerugian akibat bencana ekologi di Aceh capai Rp1,3 triliun
Baca juga: 5.000 Ha hutan lindung di Nagan Raya rusak akibat tambang ilegal
Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021