"Akses susah dijangkau karena macet dan beberapa areal jalan tertimbun longsor, termasuk kontur wilayah yang berbukit, sehingga menjadi kendala di lapangan," katanya saat diskusi daring dengan tema "Risiko COVID-19 pada Penanggulangan Bencana Gempa Sulbar" yang dipantau di Jakarta, Minggu.
Baca juga: BNPB: Tanggap darurat gempa Mamuju-Majene ditambah dua pekan
Baca juga: 89.624 warga Mamuju dan Majene masih mengungsi
Bahkan, hingga kini belum semua akses jalan menuju lokasi bencana bisa dilalui, karena masih tertutup material longsor.
"Kemarin tim yang mau ke Malunda juga terkendala dan terkena macet karena adanya kerusakan jembatan," ujar Ketua tim pada misi MER-C gempa Sulbar tersebut.
Selain kondisi geografis, MER-C juga menemukan kendala lain, yakni banyak pasien dengan kasus ortopedi atau korban gempa lainnya menolak dibawa berobat ke rumah sakit.
Beberapa alasan penolakan tersebut, di antaranya korban khawatir jika dirujuk ke rumah sakit akan ditetapkan sebagai pasien COVID-19.
"Ini mungkin karena adanya informasi atau berita yang tidak bisa dipertanggungjawabkan menyebar luas jika masuk rumah sakit akan ditetapkan sebagai pasien COVID-19," katanya.
Meskipun demikian, relawan MER-C terus berusaha mengobati sambil mengedukasi masyarakat agar tidak memercayai informasi seperti itu.
Kemudian, persoalan akses dan jarak tempuh ke lokasi rumah sakit juga menjadi pertimbangan. "Ada juga pasien yang takut gempa susulan, sehingga tidak mau dibawa ke rumah sakit," kata dr Zecky.
Baca juga: BNPB akan tambah tenda darurat untuk isolasi pasien COVID-19 di Sulbar
Baca juga: Bantuan bencana gempa di Sulbar dipastikan terdistribusi merata
Padahal, saat ini di lokasi bencana berbagai instansi termasuk TNI telah menyiagakan rumah sakit lapangan hingga KRI Suharso yang disiapkan menampung pasien atau korban gempa Sulbar.
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021