• Beranda
  • Berita
  • Bahu membahu tangani banjir di Jember tanpa dukungan APBD

Bahu membahu tangani banjir di Jember tanpa dukungan APBD

25 Januari 2021 06:46 WIB
Bahu membahu tangani banjir di Jember tanpa dukungan APBD
Petugas membagikan nasi bungkus kepada warga terdampak banjir di Desa Wonasri, Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember. (ANTARA/ VJ Hamka Agung)

pembalakan liar dan penjarahan hutan di TN Meru Betiri

Kabupaten Jember, Jawa Timur diterjang bencana angin puting beliung, banjir bandang, banjir genangan, dan tanah longsor di delapan kecamatan yang menyebabkan ribuan kepala keluarga terdampak akibat bencana yang terjadi pada pertengahan Januari 2021.

Tidak ada korban jiwa dalam bencana yang menerjang 18 desa di Jember tersebut, namun warga yang terdampak banjir di Dusun Bandealit sempat terisolasi akibat akses jalan satu-satunya menuju ke sana tertimbun tanah longsior dan terjadi kerusakan di beberapa fasilitas umum.

Berdasarkan data Pusat Pengendali Operasional (Pusdalops) BPBD Jember tercatat bencana banjir dan tanah longsor tersebut tersebar di 18 desa/kelurahan dengan jumlah warga yang terdampak sebanyak 4.178 kepala keluarga (KK).

Ribuan rumah warga terendam banjir, kemudian 12 fasilitas pendidikan, tiga fasilitas umum, dan 42 hektare lahan pertanian juga ikut terdampak bencana alam yang terjadi lebih dari sepekan.

Belasan rumah dan puluhan lapak pedagang di Pasar Ambulu rusak akibat bencana angin puting beliung yang merobohkan puluhan pohon, namun tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut.

Banjir bandang melanda Kecamatan Bangsalsari, kemudian banjir genangan meluas hingga Kecamatan Tanggul, Gumukmas, Puger, Tempurejo, Ambulu, dan Jenggawah, sedangkan tanah longsor menerjang Kecamatan Patrang dan Tempurejo, serta angin puting beliung terjadi di Kecamatan Ambulu.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jember Satuki mengatakan banjir yang terjadi di beberapa kecamatan tersebut akibat tingginya curah hujan dan jebolnya tanggul, sehingga rumah warga terendam banjir.

Di Kecamatan Bangsalsari terdapat satu desa yang terdampak banjir bandang yakni Desa Bangsalsari dengan jumlah warga yang terdampak sebanyak 68 KK dan tiga pondok pesantren terendam banjir, bahkan tembok salah satu pesantren tersebut jebol diterjang derasnya banjir bandang yang membawa material kayu dan lumpur.

Banjir juga melanda Desa Tanggul Kulon dan Desa Klatakan di Kecamatan Tanggul dengan jumlah warga yang terdampak sebanyak 86 KK, kemudian di Kecamatan Gumukmas terdapat tiga desa (Desa Karangrejo, Bagorejo, Menampu) dengan 229 KK yang terdampak banjir.

Di Kecamatan Puger terdapat tiga desa yang direndam banjir yakni Desa Mlokorejo, Grenden, Mojosari dengan jumlah warga terdampak 1.283 KK dan satu pesantren juga terendam banjir.

Sedangkan di Kecamatan Ambulu terdapat dua desa yang diterjang banjir yakni Desa Sabrang dan Andongsari dengan jumlah warga terdampak sebanyak 337 KK, selanjutnya Desa Cangkring di Kecamatan Jenggawah dengan jumlah warga yang terdampak 106 KK.

Banjir terparah berada di Kecamatan Tempurejo dengan lima desa yang terendam yakni Desa Andongrejo, Curahnongko, Sidodari, Curahtakir, dan Desa Wonoasri dengan jumlah warga terdampak sebanyak 2069 KK, delapan fasilitas pendidikan dan satu fasilitas umum terendam banjir, serta satu jembatan rusak berat.

"Untuk longsor di Dusun Bandealit, Desa Andongrejo di Kecamatan Tempurejo berdampak pada akses jalan terputus karena tertutup material longsor hingga menyebabkan 500 KK terdampak banjir terisolir," katanya.

Kemudian longsor di Kelurahan Bintoro, Kecamatan Patrang menyebabkan tiga rumah warga terancam dampak longsor susulan karena kontur tanah di wilayah setempat sangat labil.

Di tengah bencana alam yang membutuhkan bantuan logistik untuk para korban terdampak dan anggaran operasional penanganan bencana, Kabupaten Jember justru tidak memiliki Peraturan bupati atau Peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2021.

Ironis memang, banjir yang melanda Kabupaten Jember di tengah polemik tidak adanya APBD, habisnya bantuan bencana, dan belum cairnya gaji ASN, serta uang lelah untuk Tim Reaksi Cepat (TRC) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

ASN dan honorer Pemkab Jember yang berjibaku membantu warga terdampak korban banjir bekerja tanpa gaji dan anggaran operasional sepeserpun, namun mereka tetap semangat bekerja secara maksimal tanpa kenal lelah.

Stok bantuan habis dan terbatasnya petugas di lapangan membuat pihak BPBD Jember meminta bantuan logistik dan personel ke BPBD Jawa Timur untuk membantu bencana yang melanda di delapan kecamatan itu.

Permintaan bantuan tersebut cepat direspon oleh BPBD Jatim, sehingga kebutuhan logistik dan perlengkapan warga terdampak bencana dapat teratasi untuk sementara waktu.

Saat stok bahan pokok melimpah, justru tim dapur umum kekurangan elpiji karena ketiadaan anggaran, sehingga berbagai kalangan bahu membahu mulai dari komunitas warga, pengusaha, pejabat, mantan pejabat, hingga tokoh masyarakat patungan untuk menyuplai kebutuhan elpiji.

Koordinator Tagana Jember Rudi Dwi Wanto mengatakan kekurangan elpiji di dapur umum Desa Wonoasri terjadi sejak Sabtu (16/1) karena setiap hari membutuhkan 10 tabung elpiji 12,5 kg untuk memasak kebutuhan makanan bagi warga terdampak bencana banjir dengan menyediakan sebanyak 7.500 hingga 9.000 bungkus untuk setiap harinya.

Baca juga: PMI normalisasi sumur pascabanjir di Jember

Baca juga: Mensos minta pemerintah daerah siapkan stok cadangan logistik


Ia mengaku bersyukur atas bantuan banyak pihak yang telah mendukung kebutuhan dapur umum, agar tetap beroperasi untuk mendistribusikan makanan kepada warga korban banjir.

Tidak hanya itu, TNI dan Polri pun ikut membantu dalam penanganan banjir dengan membantu BPBD dalam mengevakuasi korban banjir, kerja bakti membantu membersihkan rumah warga yang terdampak banjir dan memperbaiki tangkis sungai yang rusak akibat banjir, serta mendistribusikan bantuan.

Polres Jember juga mengerahkan water canon untuk mendistribusikan air bersih kepada warga yang terdampak banjir di Desa Wonoasri karena sumur warga terendam banjir, sehingga tidak bisa digunakan untuk kebutuhan memasak.

TNI dan Polri juga membantu BPBD bersama warga untuk memperbaiki tangkis Sungai Curahrejo yang rusak akibat banjir hingga menyebabkan ribuan rumah terendam, sehingga diharapkan perbaikan tangkis tersebut dapat mencegah meluapnya kembali air sungai ke permukiman warga.

Dengan ketiadaan anggaran penanganan bencana, Palang Merah Indonesia (PMI) Jember juga membantu mendirikan dapur umum di Desa Andongrejo untuk memasok makanan bagi warga terdampak banjir di dua desa, bahkan di Dusun Bandealit di kawasan Taman Nasional Meru Betiri yang sulit dijangkau.

Tim Wash PMI juga membantu menguras sumur warga yang terdampak banjir di Desa Wonoasri seiring dengan kondisi banjir yang sudah surut.

Bencana banjir tentu menyisakan sedikit trauma bagi anak-anak, sehingga Polres Jember menggelar panggung boneka Srikandi untuk membantu pemulihan trauma anak-anak korban banjir.

Baca juga: Dua desa di Jember diterjang banjir susulan

Baca juga: Mensos bantu siapkan makanan pengungsi banjir di Jember


Stok cadangan logistik pangan

Bencana banjir yang menerjang Jember mendapat perhatian dari Kementerian Sosial, bahkan Menteri Sosial Tri Rismaharini mengunjungi posko pengungsian dan memberikan bantuan kepada pemerintah daerah setempat pada Senin (18/1).

Risma menilai penanganan bencana banjir di Jember sudah baik karena mendapat bantuan dari beberapa daerah lain, namun secara umum ia meminta setiap daerah memiliki stok logistik guna menghadapi bencana yang datang sewaktu-waktu.

Mantan Wali Kota Surabaya itu meminta pemerintah daerah menyiapkan stok cadangan logistik sendiri di sejumlah titik rawan bencana sebagai upaya antisipasi terjadinya kekosongan logistik saat ada bencana alam.

Menurutnya keberadaan stok cadangan bahan makanan sangat penting karena yang utama dalam penanganan bencana, harusnya stok makanan tersedia dulu di daerah sehingga langsung ditangani.

"Harus ada cadangan, minimal untuk kebutuhan pokok, karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Kondisi alamnya seperti ini memang. Jangan sampai kita kesulitan kalau tiba-tiba ada bencana," ujarnya.

Ia mengatakan sebenarnya sudah ada Badan Urusan Logistik (Bulog) yang menyediakan cadangan beras yang bisa diambil sewaktu-waktu jika terjadi bencana alam, namun alangkah baiknya jika pemerintah daerah punya cadangan pangan sendiri.

Penyebab banjir dan longsor

Banyak pihak yang menyebut tingginya curah hujan dan jebolnya tanggul sungai menjadi penyebab bencana banjir bandang dan banjir genangan yang terjadi di beberapa kecamatan di Kabupaten Jember.

Staf Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Jember Kaetang mengatakan penyebab terjadinya banjir di Desa Wonoasri karena jebolnya tanggul yang berada di aliran Sungai Wonowiri Dusun Kota Blater, Desa Curahnongko, Kecamatan Tempurejo.

Curah hujan yang cukup tinggi menyebabkan debit sungai meningkat, sehingga menyebabkan jebolnya tanggul penahan daerah aliran sungai hingga air meluap hingga permukiman warga.

Namun lain halnya yang disampaikan Kasubag TU Taman Nasional Meru Betiri, Khairun Nisa menilai banjir yang terjadi di sekitar kawasan taman nasional tersebut merupakan banjir terparah selama ia bekerja di TN Meru Betiri sejak 1998.

Ia membenarkan bahwa kawasan di taman nasional tersebut sebagian sudah gundul karena ada kebun jagung dan pisang di lokasi yang seharusnya ditanami pohon pokok yang bisa menyerap air.

"Penyebab banjir di Tempurejo salah satunya pembalakan liar dan penjarahan hutan di TN Meru Betiri yang terjadi pascareformasi. Kami sudah maksimal melakukan penghijauan kembali sejak 1999, namun hasilnya masih jauh dari harapan," katanya.

Nisa menjelaskan perlu kerja sama semua pihak untuk menghijaukan kembali hutan, termasuk masyarakat yang berada di sekitar penyangga kawasan hutan taman nasional, agar tidak terjadi bencana alam.

Bencana alam memang tidak dapat dicegah, namun paling tidak masyarakat bisa melakukan mitigasi bencana (mengurangi dampak bencana) dan sadar bencana untuk tidak merusak alam dengan melakukan penebangan ilegal, penambangan di daerah bencana, membuang sampah di sungai, dan tindakan lainnya yang dapat memicu terjadinya bencana.

Yang terjadi saat ini, justru alam banyak dirusak oleh tangan manusia, hitan ditebangi dengan mengabaikan reboisasi, fungsi lahan diubah, sehingga menyebabkan hutan gundul.

Kemudian cadangan air menurun karena kurangnya pohon yang menyerap air, sehingga kondisi tanah menjadi labil, banjir bandang, dan longsor menjadi risiko bencana yang dapat terjadi kapan saja.

Untuk itu, masyarakat tentu harus sadar pentingnya menjaga ekosistem lingkungan dan jangan abai dengan tanda alam yang semakin murka atas ulah manusia yang serakah.

Baca juga: PMI Jember dirikan posko dapur umum di lokasi terdampak banjir

Baca juga: Delapan kecamatan banjir dan longsor di Jember butuh bantuan

 

Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021