“Implementasi ekonomi sirkular diharapkan dapat menjadi salah satu kebijakan strategis dan terobosan untuk membangun kembali Indonesia yang lebih tangguh pascaCOVID-19...
Laporan terbaru Kementerian PPN/Bappenas berjudul The Economic, Social and Environmental Benefits of A Circular Economy in Indonesia mengungkap potensi penerapan ekonomi sirkular di lima sektor industri mampu menambah Produk Domestik Bruto (PDB) hingga Rp642 triliun.
Studi yang dikerjakan bersama dengan UNDP Indonesia serta didukung Pemerintah Kerajaan Denmark tersebut berfokus pada lima sektor utama, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil, perdagangan grosir dan eceran (dengan fokus pada kemasan plastik), konstruksi, dan elektronik. Berdasarkan hasil studi tersebut, implementasi konsep ekonomi sirkular di lima sektor tersebut dapat menciptakan sekitar 4,4 juta lapangan kerja baru hingga tahun 2030.
“Implementasi ekonomi sirkular diharapkan dapat menjadi salah satu kebijakan strategis dan terobosan untuk membangun kembali Indonesia yang lebih tangguh pascaCOVID-19, melalui penciptaan lapangan pekerjaan hijau (green jobs) dan peningkatan efisiensi proses dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa pada peluncuran laporan itu secara daring di Jakarta, Senin.
Ke-5 sektor tersebut mewakili hampir sepertiga PDB Indonesia dan mempekerjakan lebih dari 43 juta tenaga kerja pada 2019. Jika ekonomi sirkular dijalankan di sana maka berpotensi menghasilkan tambahan PDB secara keseluruhan pada kisaran Rp593 triliun sampai dengan Rp642 triliun.
Baca juga: Ekonomi sirkular bisa menjadi solusi di tengah pandemi
Model ekonomi sirkular membuka peluang bagi para pelaku ekonomi untuk mengurangi konsumsi bahan, produksi limbah, dan emisi sekaligus mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Cara tersebut sudah berhasil diterapkan pada beberapa negara, termasuk Denmark.
“Keberlanjutan adalah inti dari filosofi produksi negara Denmark. Kami siap untuk berbagi praktik terbaik tentang penerapan ekonomi sirkular dan berharap Indonesia dapat mengadopsi proses yang sama seiring dengan upaya pembangunan berkelanjutan,” kata Menteri Lingkungan Hidup Denmark Lea Wermelin.
Sedangkan Kepala Perwakilan UNDP di Indonesia Norimasa Shimomura menekankan Indonesia bisa mendapat manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan yang sangat besar dari penerapan ekonomi sirkular.
“Model ekonomi sirkuler memungkinkan kita mengurangi konsumsi bahan, sampah, dan emisi dan pada saat yang sama mempertahankan pertumbuhan dan menciptakan lapangan pekerjaan. Dengan demikian, model ini mampu menjawab tantangan perubahan iklim dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama – perempuan yang rentan, warga lansia, anak-anak, dan masyarakat disabilitas, yang sesungguhnya mampu berperan aktif di komunitas,” katanya.
Baca juga: G20 serukan aksi kolektif iklim dengan "ekonomi karbon sirkular"
Selain dampak ekonomi sirkular juga signifikan pada lingkungan. Salah satunya, terdapat potensi untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang bisa membantu Indonesia mencapai target penurunan emisi.
“Berdasarkan analisis kami, ekonomi sirkular bisa membantu Indonesia mencapai penurunan emisi GRK sebesar 126 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2030, yang didorong oleh beberapa faktor, termasuk produksi limbah yang lebih rendah, penggunaan alternatif yang lebih hemat energi, dan perpanjangan umur sumber daya,” ujar Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas Arifin Rudiyanto.
Hasil studi potensi ekonomi sirkular Indonesia tersebut disampaikan pada acara peluncuran daring sekaligus Webinar Nasional bertajuk Ekonomi Sirkular untuk Mendukung Ekonomi Hijau dan Pembangunan Rendah Karbon yang dibuka Menteri PPN//Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Menteri Lingkungan Hidup Denmark Lea Wermelin, dan Resident Representative UNDP Indonesia Norimara Shimomura.
Baca juga: Kembangkan baterai mobil listrik, Kemenperin usung ekonomi sirkular
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021