"Indonesia masih kekurangan ventilator dan secara keseluruhan 95 persen alat kesehatan di Indonesia masih impor. Berangkat dari peluncuran ini, kalau pinjam istilah padi kita harus swasembada, memproduksi sendiri, dimulai dari ventilator ini," kata Bambang saat peluncuran produk ventilator di PT PHCI Kawasan Industri MM2100, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Selasa.
Bambang mengatakan sebelum terjadi pandemi COVID-19, Indonesia tidak memiliki perusahaan yang khusus memproduksi ventilator dan saat pandemi muncul banyak peneliti yang mulai melakukan riset produksi ventilator hanya saja kreasi produknya belum mampu dipasarkan luas.
"Saya apresiasi perusahaan sekelas PT PHCI menangkap peluang ini. Di bawah kepemimpinan Pak Gobel (Rachmat Gobel) saya yakin karena beliau adalah seorang industrialis, satu dari sedikit pengusaha Indonesia yang mau bergerak di beragam industri," katanya.
Baca juga: Ventilator PHC Indonesia buatan lokal berstandar internasional
Bambang meminta perusahaan segera meningkatkan perizinan ventilator dari semula untuk kebutuhan darurat khusus penanganan pasien COVID-19 menjadi izin reguler mengingat pentingnya ventilator sebagai alat penyembuh sakit.
"Karena ventilator tidak hanya berfungsi bagi pasien COVID-19 saja. Penyakit pernafasan dan lainnya juga membutuhkan alat ini sebagai alat pembantu yang langsung berkaitan dengan nyawa manusia. Dengan meningkatkan izin menjadi izin reguler, perusahaan akan mampu memproduksi alat ini dalam skala yang lebih besar lagi, tentunya juga harus menjaga keunggulan produk ini agar bisa menciptakan trust bagi konsumen," ucapnya.
Direktur PT Rekacipta Inovasi ITB (RII) Alam Indrawan mengatakan Vent-I merupakan bentuk nyata dari perjalanan hilirisasi inovasi yang melibatkan hampir semua elemen yang terlibat. Baik peneliti, institusi pendidikan, lembaga masyarakat, pemerintah, donatur, produsen, distributor, media, dan masyarakat itu sendiri.
Baca juga: PHC Indonesia luncurkan produk ventilator karya anak bangsa
"Proses hilirisasi produk Vent-I terjadi begitu cepat dan padu dalam kondisi pandemi ini. Seluruh pihak memiliki kontribusinya masing-masing yang bermuara pada pengembangan produk, penetrasi market, dan utilisasi alat pada pasien. Banyak sekali pihak yang terlibat.
Pengalaman ini menjadi pelajaran penting bagi kita semua dalam komersialisasi kekayaan intelektual suatu bangsa," katanya.
RIl sendiri merupakan anak perusahaan ITB yang diberi mandat untuk mengkomersialisasi berbagai produk inovasi dan kekayaan intelektual bangsa, khususnya yang berasal dari ITB.
Rll berfungsi sebagai jembatan antar para peneliti, produsen, dan market sehingga sebuah produk hasil riset dapat dinikmati dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
Perjalanan Vent-I dimulai pada saat awal munculnya wabah COVID-19 yakni kuartal pertama tahun 2020. Pada saat banyak pihak membatasi aktivitasnya secara signifikan, para peneliti ITB ditantang untuk berkontribusi pada masalah yang dihadapi bangsa ini.
"Saya memilih mati berdiri dari pada, dibandingkan mati memeluk lutut." kata Dosen ITB yang juga Ketua Tim Peneliti Vent-I sekaligus orang pertama di Indonesia yang menciptakan produk ventilator Syarif Hidayat.
Sementara itu Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel, mengatakan kehadiran Vent-I Indonesia ini bisa menjadi bola salju bagi kemunculan produk-produk anak bangsa lainnya hasil kolaborasi dunia akademi dengan pelaku dunia usaha.
“Saya harap kerjasama seperti terus bergulir untuk melahirkan berbagai produk agar pasar dalam negeri kita tidak terus tergerus oleh produk impor,” katanya.
Rachmat juga meminta agar pemerintah memberi dukungan terhadap produk-produk karya anak bangsa dengan memprioritaskan belanja APBN untuk membeli produk lokal. “Jangan sampai anggaran pemerintah sebagian besar digunakan untuk membeli produk impor,” katanya.
Pewarta: Pradita Kurniawan Syah
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021