Direktur Eksekutif Migrant CARE Wahyu Susilo mengatakan pandemi COVID-19 yang berkepanjangan telah memberikan dampak luar biasa bagi pekerja migran Indonesia (PMI) dan diperkirakan kerentanan itu akan bertahan sampai 2021.Di tahun 2021, kerentanan akan terus berlanjut
"Warga negara Indonesia yang pertama kali terdampak COVID-19 adalah migrant worker Indonesia yang bekerja di luar negeri, karena mereka yang berada di episentrum awal, sementara di Indonesia masih melakukan penyangkalan," ujar Wahyu dalam diskusi virtual tentang pemenuhan hak PMI di masa pandemi, dipantau dari Jakarta pada Jumat.
COVID-19 menghasilkan dampak luar biasa, tegas Wahyu, terutama terhadap PMI yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di negara-negara penempatan. Di mana jam kerja bertambah akibat banyaknya aktivitas di rumah dengan mobilitas yang berkurang.
Dalam diskusi tersebut, Wahyu mengatakan sekitar 176.000 tenaga kerja Indonesia (TKI) kembali ke Tanah Air. Angka itu didapat berdasarkan data Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dengan jumlah tersebut belum termasuk pekerja non-prosedural yang dipulangkan.
Namun, dia melihat masih belum adanya perlindungan yang menyeluruh untuk mereka yang kembali ke tanah air.
"Mayoritas pekerja migran kita, bahkan sampai sekarang, yang pulang dan anggota keluarganya hampir tidak terkover dalam skema jaring pengaman sosial dampak COVID-19," kata Wahyu.
Hal itu disebabkan banyak dari mereka tidak terdaftar di data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) Kementerian Sosial yang digunakan untuk pemberian bantuan sosial. Banyak dari mereka juga tidak terdaftar sebagai anggota BPJS Ketenagakerjaan yang dipakai Kementerian Ketenagakerjaan untuk menyalurkan bantuan subsidi upah.
Selain itu, Wahyu juga mengatakan bahwa di masa pandemi juga tidak mengurangi adanya kasus tindak pidana perdagangan orang.
Dia juga menyoroti masih adanya kerentanan yang dialami oleh anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal asing, dengan pada 2020 telah terjadi pelarungan jenazah pekerja Indonesia.
"Di tahun 2021, kerentanan akan terus berlanjut tapi isu juga akan makin bertambah," ujar Wahyu.
Dia memberikan contoh seperti adanya isu kesehatan terkait pekerja migran, terutama bagaimana TKI yang berada di negara penempatan bisa mendapatkan hak atas vaksin COVID-19.
Kerentanan pekerja migran itu juga disampaikan oleh Eni Lestari dari International Migrants Alliance.
Baca juga: Singapura awasi banyaknya kasus bunuh diri pekerja migran saat pandemi
Baca juga: AMCB: Ada paranoia COVID-19 terhadap PRT migran di Hong Kong
Menurut dia terdapat beberapa persoalan umum yang dialami PMI di tengah pandemi seperti pengecualian dari hak atas layanan, perlindungan dan bantuan masyarakat.
Selain itu, para pekerja juga mengalami tindakan xenofobia atau sikap ketidaksukaan dan ketakutan terhadap orang-orang dari negara lain. Dia memberi contoh bagaimana banyak pekerja migran dianggap sebagai penyebar virus dan pelanggar aturan menjaga jarak.
Pandemi juga menyebabkan adanya serangan terhadap hak pekerja migran seperti pemangkasan gaji, larangan mencari pekerjaan baru, tidak diberi hak libur, terdampar karena kehilangan pekerjaan atau ketika sedang mencari pekerjaan.
Mereka juga dibebani dengan pembebanan biaya-biaya terkait COVID-19 seperti untuk tes PCR dan melakukan karantina.
"Pandemi memperburuk kondisi pekerja migran yang sebelumnya sudah buruh. Tanpa pandemi pun kehidupan migran itu selalu dalam fase krisis," kata Eni, yang juga bekerja di Hong Kong.
Baca juga: 12 perusahaan Malaysia ingkar tes COVID-19 pekerja jalani proses hukum
Baca juga: Separuh dari pekerja migran di asrama Singapura terjangkit COVID-19
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021