Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyebutkan volume kubah lava Gunung Merapi mengalami penurunan signifikan akibat banyaknya awan panas dan guguran lava yang keluar.perlu kita perhatikan kalau ada suplai magma dari dalam
Kepala BPPTKG Hanik Humaida saat konferensi pers secara virtual di Yogyakarta, Jumat, menjelaskan volume kubah lava Merapi yang sebelumnya mencapai 158.000 meter kubik sampai 25 Januari 2021, menurun signifikan menjadi 62.000 meter kubik per 28 Januari 2021.
"Penurunan kubah lava itu memang karena sebagian sudah terlontar pada saat terjadi awan panas kemarin. Jadi awan panas ini mengeluarkan material-material yang ada," kata dia.
Berdasarkan laporan selama sepekan (22-28 Januari), BPPTKG mencatat total sebanyak 71 kali awan panas guguran keluar dari Gunung Merapi dengan jarak luncur maksimum 3.500 meter. Luncuran awan panas paling banyak terjadi pada 27 Januari yang mencapai 52 kali dalam sehari.
Baca juga: BPPTKG menerbangkan drone pastikan jarak luncur awan panas
Guguran lava pijar juga teramati keluar sebanyak 230 kali dengan jarak luncur maksimum 1.500 meter ke arah barat daya atau hulu Kali Krasak.
Intensitas guguran ini antara lain dipengaruhi posisi kubah lava yang tidak stabil karena berada di lereng sisi barat daya puncak Merapi atau di atas lava sisa erupsi tahun 1997.
"Sehingga lava yang keluar tidak sempat lagi membentuk kubah, namun langsung mengalami guguran," kata Hanik.
Seiring dengan penurunan volume kubah lava, potensi bahaya akibat erupsi Gunung Merapi diperkirakan ikut mengalami penurunan.
"Yang perlu kita perhatikan kalau ada suplai magma dari dalam. Ini yang kita tidak pernah tahu. Namun sampai saat ini potensi itu menjadi lebih kecil," kata dia.
Baca juga: Wagub Jateng minta penambang Merapi ikuti imbauan BPBD
Menurut dia, aktivitas seismik (kegempaan) yang menurun menjadi 12 kali per hari, deformasi (perubahan bentuk tubuh Gunung Merapi) menjadi 1 cm per hari, serta konsentrasi gas vulkanik CO2 yang menurun menjadi 550 ppm menunjukkan tidak adanya tekanan berlebih dari dalam yang mencerminkan tidak adanya suplai magma.
Namun demikian, menurut dia, kondisi itu belum bisa menjadi dasar untuk menyimpulkan bahwa fase erupsi Gunung Merapi segera berakhir.
"Tidak bisa menyimpulkan sesingkat ini. Masih kita tunggu. Tentunya indikator-indikator itu akan muncul, apakah ini akan selesai atau akan ada lagi suplai (magma) dari dalam," kata dia.
Berdasarkan hasil pengamatan visual dan instrumental BPPTKG menyimpulkan bahwa aktivitas vulkanik Merapi masih cukup tinggi berupa aktivitas erupsi efusif sehingga status aktivitas dipertahankan pada level III atau Siaga.
Hanik menyebutkan bahwa awan panas masih berpotensi terjadi di Gunung Merapi. Daerah yang berpotensi bahaya akibat awan panas guguran dan guguran lava adalah alur Kali Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Putih sejauh maksimal 5 km.
Selain itu, erupsi eksplosif juga masih mungkin terjadi di Gunung Merapi dengan potensi bahaya berupa lontaran material vulkanik dalam radius 3 km dari puncak.
Baca juga: Pengungsi Merapi di barak Glagaharjo sudah pulang ke rumah
Baca juga: Gunung Merapi luncurkan awan panas guguran sejauh 2 km
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021