"Populasi ikan di laut itu harus dijaga karena laut dan perikanan merupakan rumah kita sebagai negara bahari. Sehingga kita harus menjaga lingkungan kita sebagai lingkungan yang sehat," kata Sakti Wahyu Trenggono dalam rilis di Jakarta, Sabtu.
Menteri Trenggono juga mendukung riset yang bisa dilakukan oleh para ahli dari berbagai Perguruan Tinggi untuk bekerja sama dengan balai riset KKP sebagai upaya dalam pengoptimalan sumber daya protein dan juga kelestarian lingkungan yang perlu dijaga bersama.
Hasil riset tersebut diharapkan bisa membuat suatu model budidaya yang lebih canggih dan efisien sehingga bisa meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) KKP dari sektor kelautan dan perikanan terhadap negara.
Baca juga: Yayasan konservasi: Perhatikan populasi kakap merah
"Budidaya yang saya maksud adalah budidaya yang berkesinambungan dan ramah lingkungan sehingga harus didukung oleh riset yang baik dan pengembangan teknologi terbarukan oleh para ilmuwan," ucapnya.
Seperti diketahui, Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan (BRPSDI) KKP terus berupaya melaksanakan percepatan proses hilirisasi hasil inovasi dan riset kelautan dan perikanan, agar dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat
Salah satu hasil riset teknologi BRPSDI adalah Culture Based Fisheries (CBF). CBF merupakan suatu teknologi pemacuan stok yang bertujuan meningkatkan atau memacu rekruitmen alami satu atau beberapa jenis ikan dari kelompok planktivora-herbivora yang dihasilkan dari panti perbenihan.
Hasil perbenihan tersebut kemudian ditebar di suatu badan air dan tumbuh dengan memanfaatkan makanan alami sehingga, produksinya meningkat mendekati daya dukung perairan atau alaminya, dikelola oleh sekelompok masyarakat dengan pendampingan dan dikembangkan melalui sistem insentif.
Baca juga: Peningkatan kadar CO2 air bahayakan kehidupan ikan
Optimalisasi produksi perikanan tangkap berbasis CBF, mensyaratkan kondisi perairan dalam kategori subur-sangat subur dengan status rekrutmen alaminya masih lebih rendah dibanding daya dukung lingkungannya yang ditandai dengan nilai CPUE (Catch per Unit Effort) dan jumlah produksi yang rendah, terdapat komunitas masyarakat yang memanfaatkan, serta peran aktif pemerintah daerah dalam pendampingan serta sumber pembiayaan.
Dampak ekonomi jangka pendek dari pengembangan CBF adalah penerimaan dari nilai produksi yang dapat dinikmati secara langsung oleh seluruh anggota kelompok melalui manajemen sistem insentif, sedangkan kesinambungan CBF diupayakan melalui manajemen sisih benih.
Selanjutnya, pengembangan CBF secara terintegrasi dapat menjadi pengungkit bagi pertumbuhan sektor ekonomi lain yang berpotensi sebagai mata pencaharian alternatif atau alih profesi bagi masyarakat terdampak baik di bidang perikanan maupun nonperikanan.
Beberapa jenis mata pencaharian alternatif yang dapat dikembangkan antara lain; usaha pembenihan ikan tebaran CBF, usaha transportasi air untuk wisata, usaha wisata sport fishing/pemancingan, wisata kuliner, wisata edukasi panen raya CBF, dan usaha pengolahan pasca panen produk CBF. Usaha lain di bidang nonperikanan antara lain, usaha warung wisata (kuliner dan cenderamata), dan usaha transportasi.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021