Kabupaten Natuna, Provinsi Kepri menghadapi rentetan bencana di awal tahun 2021. Berdasarkan data Bidang Penanggulangan Bencana Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) terdapat 81 bencana sepanjang Januari.Tampaknya pembentukan BPBD Natuna perlu secepatnya, atau tidak perlu menunggu sampai ada bencana besar atau kecil.
Kejadian bencana pada bulan Januari 2021 meningkat signifikan jika dibanding dengan data pada bulan yang sama tahun lalu sebanyak 13 bencana.
Mayoritas bencana di pulau terluar Indonesia itu merupakan bencana hidrometeorologi atau bencana yang dampaknya dipicu oleh kondisi cuaca dan iklim dengan berbagai parameternya.
Beberapa paramater, di antaranya adalah peningkatan curah hujan, penurunan curah hujan, suhu ekstrem, cuaca ekstrem seperti hujan lebat yang disertai angin kencang serta kilat atau petir.
Menurut catatan Bidang Penanggulangan Bencana, bencana angin kencang dan angin puting beliung mendominasi, yakni masing-masing sebanyak 18 kejadian, disusul banjir rob 16 kejadian, air pasang 9 kejadian, sarang tawon 9 kejadian, kebakaran 7 kejadian, abrasi pantai 6 kejadian, dan evakuasi warga bunuh diri 1 kejadian.
Puncak bencana di Natuna terjadi di pertengahan Januari 2021. Kategori bencana bervariasi, mulai dari ringan, sedang, hingga berat.
Beruntung bencana di awal tahun ini tidak sampai menimbulkan korban jiwa. Namun, dipastikan berdampak terhadap kerugian materiel, seperti merusak rumah warga, jalan umum, hingga mengikis daratan pantai ulah abrasi.
Pemkab Natuna mengklaim telah mendata kerusakan akibat bencana alam itu untuk keperluan rehabilitasi.
Khusus rumah warga rusak akibat bencana, akan dibantu oleh Dinas Sosial.
Baca juga: Dua rumah warga di Natuna roboh dihantam ombak tinggi
Mitigasi Bencana
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Kepala Seksi (Kasi) Kedaduratan Logistik, Rehabilitasi, dan Rekonstruksi Bidang Penanggulangan Bencana Dinas Damkar Natuna Elkadar Lismana, Sabtu (30/1), mengatakan mitigasi bencana melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait, termasuk masyarakat.
Beberapa upaya mitigas yang sudah dilakukan, antara lain gotong royong membuat penahan pemecah ombak dengan menaruh pasir ke dalam karung guna mencegah abrasi pantai.
Membersihkan aliran sungai untuk meminimalisasi terjadinya banjir. Ditambah lagi, patroli aktif keliling ke daerah rawan bencana.
Selain itu, membuat imbauan kepada warga nelayan agar waspada turun melaut karena ketinggian gelombang di daerah itu mencapai 6 hingga 9 meter saat musim angin utara (Desember—Februari).
Gelombang tinggi disertai ancaman puting beliung memang kerap mengancam keselamatan warga, terutama yang tinggal di kawasan pesisir.
Tak heran kalau situasi cuaca ekstrem seperti ini mengharuskan mereka mengungsi dahulu ke rumah tetangga atau naik ke daratan yang lebih tinggi. Masalahnya, tidak sedikit bangunan rumah warga pesisir mulai miring imbas diterjang ombak tinggi.
Warga berhati-hati apabila ada pohon tinggi dan tua di sekitar rumah. Sebaiknya ditebang untuk mengantisipasi insiden buruk, misalnya menimpa rumah.
Warga silakan melapor ke Bidang Penanggulangan Bencana jika memerlukan bantuan penebangan pohon di area permukiman masyarakat.
"Seluruh warga Natuna harus siaga darurat bencana selama musim angin utara," ujar Elkadar.
Baca juga: MPR minta pemerintah siap siaga di perairan Natuna
Kendala di Lapangan
Masih berdasarkan catatan Bidang Penanggulangan Bencana, dalam kurun waktu 2018—2020 setidaknya telah terjadi sekitar 400 bencana di daerah perbatasan Laut Cina Selatan tersebut.
Hal ini menempatkan Natuna sebagai salah satu daerah rawan bencana meskipun diklaim aman dari ancaman gempa tektonik atau tsunami.
Sejauh ini, kata Kepala Dinas Damkar Natuna Syawal, penanggulangan dan penanganan dampak bencana di bawah kendali Bidang Penanggulangan Bencana sudah berjalan baik.
Syawal tak menampik ada beberapa kendala yang dihadapi Damkar di lapangan. Dari segi anggaran, personel, serta perlengkapan penanganan bencana sangat terbatas.
Sebagai contoh, mobil rescue (penyelamatan) saja tidak punya.
Di beberapa kecamatan, juga tidak terdapat unit Damkar sehingga cukup menguras waktu dan tenaga tim yang bertugas ketika menangani bencana antarkecamatan.
Kendati demikian, pihaknya tetap mengerahkan semua potensi yang ada untuk memaksimalkan penanganan bencana di Natuna.
Baca juga: Cuaca panas picu karhutla di Natuna dan Bintan
Bentuk BPBD
Sejak 2019, DPRD Kabupaten Natuna sudah mengajukan ke pemkab segera membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) karena anggaran penanggulangan bencana ada di pemerintah pusat, dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
BNPB juga sudah berulang kali mengingatkan agar Kabupaten Natuna dapat membentuk BPBD. Kabupaten Anambas lebih dahulu membentuk BPBD pada tahun 2020.
Padahal, dengan dibentuknya BPBD, penanganan bencana alam di Natuna akan lebih maksimal karena bakal ditunjang anggaran, personel, dan perlengkapan yang memadai.
Selama ini, kata anggota Komisi III DPRD Kabupaten Natuna Junaidi, BNPB terkendala regulasi di tingkat pemerintah pusat soal urusan bantuan ke Natuna.
Sesuai dengan aturan, BPNB akan memberikan bantuan ke daerah yang sudah memiliki BPBD.
Junaidi optimistis pada tahun ini BPBD Natuna sudah terbentuk setelah masuk ke dalam 13 program pembentukan perda (Propemperda) tahun ini.
Apabila sudah masuk Propemperda 2021, 99 persen akan jadi perda dan BPBD terbentuk.
Baca juga: Pemkab Natuna gunakan karung berisi pasir sebagai penahan ombak
Pembentukan BPBD, menurut politikus Hanura itu, tidak perlu menunggu bencana yang lebih besar.
Kebakaran dan kekeringan juga merupakan bencana yang patut diwaspadai dan ditangani dengan baik.
Kendati diakuinya apabila BPBD Natuna dibentuk, konsekuensi pemerintah daerah adalah turut menyiapkan anggaran dan perlengkapan penanggulangan bencana.
Tampaknya pembentukan BPBD Natuna perlu secepatnya, atau tidak perlu menunggu sampai ada bencana besar atau kecil.
Pewarta: Ogen
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021