Saat ini diperkirakan kebutuhan rumah berdasarkan kepemilikan sebesar 11,4 juta unit
Pemerintah menargetkan angka backlog atau selisih antara kebutuhan dan persediaan perumahan di Indonesia dapat menurun secara bertahap hingga mencapai lima juta di 2024.
"Untuk mencapai target tersebut, dibutuhkan anggaran sebesar Rp780 triliun, yang bersumber dari APBN dan swasta," kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam Musyawarah Nasional (Munas) VI Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) secara daring, Selasa.
Wapres mengatakan kebutuhan perumahan dibandingkan dengan jumlah ketersediaannya saat ini masih tinggi. Hal itu disebabkan oleh semakin banyaknya populasi, sehingga kebutuhan terhadap perumahan juga ikut bertambah.
"Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, kebutuhan terhadap rumah juga terus bertambah. Saat ini diperkirakan kebutuhan rumah berdasarkan kepemilikan sebesar 11,4 juta unit," tambahnya.
Baca juga: BTN proyeksi backlog perumahan turun 4,5 juta rumah pada 2030
Beberapa upaya yang telah dilakukan Pemerintah untuk mengatasi persoalan tersebut antara lain dengan memberikan bantuan pembiayaan kepemilikan rumah, reformasi perizinan dan insentif fiskal, jelas Wapres.
"Perbandingan antara kebutuhan perumahan dengan ketersediaannya atau backlog, angkanya terus bertambah setiap tahunnya. Ini merupakan tantangan bagi kita semua untuk segera mengatasinya," jelasnya.
Untuk dapat mencapai target penurunan angka backlog tersebut, Wapres mengatakan Pemerintah memerlukan dukungan dari para pemangku kepentingan, termasuk dari pihak swasta dan para pengembang di Apersi.
Baca juga: Wapres: Satu Juta Rumah harus ditingkatkan untuk kurangi "backlog"
Baca juga: Wapres: Rumah MBR harus dipercepat karena "backlog" masih tinggi
Terkait masih tingginya angka backlog perumahan, yang mencapai 11,04 juta unit, Wapres mendorong percepatan pembangunan rumah khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019, jumlah keluarga di Indonesia yang memiliki rumah mencapai 80,07 persen, sementara sisanya tinggal dengan cara menyewa rumah, menumpang di rumah kerabat hingga nomaden.
"Untuk mewujudkan target tersebut, dibutuhkan dukungan dari pemangku kepentingan di sektor perumahan, yang dalam hal ini salah satunya adalah pengembang yang tergabung dalam APERSI," katanya.
Baca juga: Kementerian PUPR minta pengembang bantu atasi "backlog" rumah
Baca juga: SMF: pembiayaan sekunder jawaban untuk "backlog" perumahan
Baca juga: Kementerian PUPR andalkan tiga program mengatasi kekurangan perumahan
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021