"Latar belakangnya, yang pertama, Kerajaan Arab Saudi telah memiliki regulasi dan tata kelola baru pelindungan pekerja asing sektor domestik. Kemudian permintaan dan minat PMI bekerja ke Arab Saudi untuk sektor domestik cukup tinggi," kata Menaker Ida dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, dipantau virtual dari Jakarta pada Selasa.
Ida juga menjelaskan bahwa proyek percontohan (pilot project) SPSK itu dilakukan sebagai bentuk upaya mengatasi banyaknya tenaga kerja Indonesia (TKI) yang berangkat tidak sesuai prosedur dengan menggunakan visa ziarah atau umroh.
Indonesia dan Arab Saudi juga kini telah memiliki kesepakatan untuk mewujudkan tata kelola penempatan dan perlindungan yang lebih. Penyusunan dokumen kesepakatan juga telah disusun bersama dengan keterlibatan Kementerian Luar Negeri serta Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
Baca juga: Tunggu surat penetapan, Himsataki siap tempatkan 50.000 PMI ke Saudi
Baca juga: KBRI Riyadh selamatkan hak pekerja migran Rp22,8 miliar sepanjang 2020
Tata kelola baru dari pihak Saudi, kata Ida, seperti adanya departemen baru dalam struktur organisasi Kementerian Tenaga Kerja dan Pembangunan Sosial Arab Saudi untuk pelindungan pekerja domestik.
Selain itu terdapat juga perbaikan dengan mulai digunakan sistem MUSANED, sebuah sistem berbasis elektronik yang dikembangkan Saudi yang salah satu fungsinya mempermudah pekerja migran mendapatkan e-visa.
Pekerja migran kini juga diberi kesempatan untuk berganti majikan atau pengguna apabila terjadi pelanggaran terhadap hak-haknya.
SPSK sendiri akan terintegrasi secara daring atau online dengan sistem milik Arab Saudi, mulai dari pendaftaran, seleksi, penempatan dan pemulangan.
Pilot project SPSK itu akan berlaku untuk enam jabatan pekerjaan yaitu asisten rumah tangga, pengurus bayi (baby sitter), tukang masak keluarga, perawat lansia, supir keluarga, dan pengurus anak (child care worker).
Hubungan kerja pekerja Indonesia juga tidak akan langsung dengan pengguna perseorangan melainkan dengan syarikah atau perusahaan mitra penempatan PMI di Arab Saudi.
Penempatan lewat SPSK rencananya akan dimulai pada akhir Februari 2021, tapi diundur karena pandemi COVID-19 berdampak dalam bentuk kebijakan penutupan negara itu akan pekerja migran.
Terkait akan dimulainya penerapan SPSK itu, anggota Komisi IX DPR RI Yahya Zaini mengatakan telah ada kemajuan dalam tata kelola penempatan pekerja khususnya dengan adanya sistem terintegrasi online.
"Saya kira banyak manfaat yang bisa didapatkan sehingga bisa mencegah terjadinya penyimpangan mulai dari informasi, rekrutmen sampai pemulangan," ujar Yahya, menambahkan bahwa prosesnya tetap membutuhkan pengawasan yang ketat.
Sebelumnya pemerintah pada 2015 telah menghentikan sementara (moratorium) penempatan PMI untuk pengguna perseorangan ke kawasan Timur Tengah yang terdiri dari 19 negara yaitu Arab Saudi, Aljazair Bahrain, Irak, Kuwait, Lebanon, Libya, Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Palestina, Qatar, Sudan, Suriah, Tunisia, Uni Emirat Arab, Yaman dan Yordania.*
Baca juga: Himsataki usulkan revisi aturan penempatan pekerja migran ke Saudi
Baca juga: Bebas dari hukuman mati di Saudi, Etty Toyyib dikembalikan ke keluarga
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021