Pengungsi yang tinggal di Posko Lingkungan Petekeang, Desa Galung, Kecamatan Tapalang, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat mulai terserang flu dan diare setelah satu bulan menghuni tenda pengungsian.Pengungsi kondisi kesehatannya menurun dikarenakan kebersihan yang kurang, aktivitas terbatas, obat-obatan terbatas, kurangnya istirahat, pasokan air berita yang minim dan lain sebagainya.
"Mayoritas saat ini warga sakit flu dan diare, karena kondisi pengungsian yang kurang bersih, banyak debu dan pasokan air bersih yang terbatas," kata salah seorang relawan lokal Lukman di Mamuju, Rabu.
Pengungsi kondisi kesehatannya menurun dikarenakan kebersihan yang kurang, aktivitas terbatas, obat-obatan terbatas, kurangnya istirahat, pasokan air berita yang minim dan lain sebagainya.
Selain itu, kebiasaan warga yang masih mengkonsumsi air mentah apalagi diambil dari sungai menyebabkan mudah terserang penyakit, apalagi sebelum ada MCK darurat pengungsi buang air besar dan kecil di sungai, parahnya lagi air sungai yang mengalir di sekitar pengungsian tersebut juga dikonsumsi.
Warga terpaksa mengkonsumsi air tidak layak itu, karena pascagempa sumur menjadi rusak seperti kondisi airnya yang kering dan walaupun ada mengeluarkan bau menyengat. Meskipun ada beberapa sumur, tetapi hanya bisa digunakan oleh beberapa kepala keluarga saja.
Baca juga: 1.230 pasien pengungsi gempa Sulbar telah dilayani RSL TNI-AD
Apalagi seperti diketahui pengungsian di Lingkungan Petekeang ini dihuni hampir seribu jiwa. Bahkan, parahnya lagi sejak sepekan pascagempa terjadi kejadian luar biasa (KLB) diare yang 50 persen warganya mengalami diare.
Akibat diare tersebut ada salah satu warga hang meninggal dunia, namun setelah beberapa pekan kemudian penyebaran penyakit diare mulai mereda, tapi saat ini timbul lagi dan cukup banyak pengungsi yang mengeluh diare dan mengalami gejala flu.
Tentunya kondisi seperti ini harus segera ditanggulangi oleh semua pihak. Warga pun berterima kasih kepada Palang Merah Indonesia (PMI) yang selalu memperhatikan kondisi kesehatan masyarakat korban terdampak gempa pada awal Januari 2021.
Adapun kebutuhan yang sangat mendesak untuk para pengungsi adalah obat-obatan, sarana air bersih, perlengkapan rumah tangga dan lainnya.
Di sisi lain, pihaknya juga khawatir dengan kondisi penyebaran COVID-19, apalagi seperti diketahui Kecamatan Tapalang merupakan salah satu daerah yang masuk dalam zona merah penyebaran virus mematikan itu. "Sehingga perlu adanya pemeriksaan kesehatan khususnya COVID-19 secara massal, walaupun saat ini belum ditemukan karena belum ada pemeriksaan," tambahnya.
Baca juga: PMI kembalikan semangat anak dan ibu penyintas gempa Sulbar di Mamuju
Sementara, Koordinator Layanan Kesehatan PMI Provinsi Sulbar Fajria Arisa Kamil mengatakan untuk meringankan keluhan kesehatan para pengungsi pihaknya secara rutin memberikan layanan kesehatan dan pemberian obat atau vitamin.
Namun kendalanya adalah keterbatasan persediaan obat dan pihaknya tidak selalu datang ke pengungsian yang sama setiap harinya karena juga harus melayani pengungsi lainnya yang berada di wilayah lain baik di Kabupaten Mamuju maupun Majene.
Maka dari itu, untuk meminimalisasikan penyebaran penyakit di pengungsian pihaknya juga kerap mengedukasi warga untuk selalu berperilaku hidup bersih dan sehat.
Selain itu, solusi lainnya berkoordinasi dengan puskesmas terdekat untuk dalam hal persediaan obat-obatan. Sehingga, para penyintas yang mengeluh mengalami gangguan kesehatan bisa langsung mendatangi puskemas.
Kemudian, pihaknya pun sudah menyiagakan ambulans yang bisa dimanfaatkan dalam keadaan darurat seperti evakuasi dan lainnya.
Jika warga bingung untuk mendapatkan pelayanan bisa memanfaatkan hotline PMI di nomor 0853-1545-9537. Sehingga masyarakat bisa mendapatkan informasi terkait berbagai pelayanan dan bantuan PMI terkait bencana gempa Sulbar.
Baca juga: BNPB targetkan penyelesaian dampak gempa Sulbar selesai enam bulan
Pewarta: Aditia Aulia Rohman
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021