Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April ditutup naik 38 sen atau 0,6 persen, menjadi 61,47 dolar AS per barel, setelah menyentuh level tertinggi 13 bulan di 61,61 dolar AS.
Sementara itu, minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret bertambah 32 sen atau 0,6 persen menjadi menetap di 58,68 dolar AS per barel, juga setelah menyentuh tertinggi 13 bulan di 58,76 dolar AS.
Brent kini telah naik selama sembilan hari berturut-turut, periode kenaikan terpanjang sejak Desember 2018 hingga Januari 2019. Ini juga merupakan kenaikan harian ke delapan untuk minyak mentah AS. Beberapa analis mengatakan harga telah bergerak terlalu jauh di depan fundamental yang mendasarinya.
“Tingkat harga saat ini lebih sehat daripada pasar sebenarnya dan sepenuhnya bergantung pada pengurangan pasokan, karena permintaan masih perlu pulih,” kata Bjornar Tonhaugen dari Rystad Energy.
Turunnya persediaan minyak mentah AS juga mendukung. Stok minyak mentah pekan lalu turun untuk minggu ketiga berturut-turut, berkurang 6,6 juta barel menjadi 469 juta barel, terendah sejak Maret, menurut Badan Informasi Energi. Analis dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan kenaikan 985.000 barel.
“Kombinasi aktivitas penyulingan yang lebih tinggi dan impor yang lebih rendah menghasilkan penarikan persediaan minyak ketiga berturut-turut, dan penurunan yang kuat pada saat itu,” kata Matt Smith, direktur riset komoditas di ClipperData. Dia memperingatkan bahwa peningkatan persediaan bensin mengimbangi penarikan yang bullish.
Minyak mentah telah melonjak sejak November ketika pemerintah-pemerintah memulai program vaksinasi untuk COVID-19 sambil memberlakukan paket stimulus besar guna meningkatkan aktivitas ekonomi, dan produsen top dunia membatasi pasokan.
Eksportir utama Arab Saudi secara sepihak mengurangi pasokan pada Februari dan Maret, melengkapi pemotongan yang disepakati oleh anggota lain dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+.
Beberapa analis memperkirakan pasokan akan menurunkan permintaan pada 2021 karena lebih banyak orang mendapatkan vaksinasi dan mulai melakukan perjalanan dan bekerja di kantor.
"Ini akan menjadi paruh kedua tahun ini yang kuat dan harga minyak adalah cerminan dari itu," kata Craig Erlam, analis pasar senior OANDA Eropa. "Momentum tetap ada dengan reli mungkin tidak akan lama sampai WTI bergabung dengan Brent di wilayah 60 dolar AS."
Baca juga: WoodMac: Permintaan minyak dunia akan naik didorong distribusi vaksin
Baca juga: Emas naik lagi 5,2 dolar AS, didorong inflasi dan harapan stimulus
Baca juga: Harga minyak mentah Indonesia naik jadi 42 dolar AS per barel
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021