Persatuan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (Peraboi) meminta agar pemerintah memprioritaskan pasien kanker padat dalam program vaksinasi COVID-19.
"Pasien dengan kanker padat berisiko mengalami gejala berat sampai kematian apabila terinfeksi COVID-19,” ujar Ketua Umum Peraboi, dr Walta Gautama SpB(K)Onk, dalam webinar di Jakarta, Rabu (10/2).
Dia menambahkan angka kejadian pasien kanker padat di Indonesia saat ini cukup tinggi. Angka kematiannya juga lebih tinggi dari populasi pasien nonkanker.
Di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta sebagai pusat kanker nasional, dalam setahun masa pandemi tercatat 359 pasien kanker dirawat dengan kasus COVID-19.
"Dari jumlah itu, tercatat kasus kematian sebanyak 23 persen,” tambah dia.
Angka itu jauh lebih tinggi dari rata-rata kematian pada populasi nonkanker. Berdasarkan data Satgas Nasional COVID-19, dari seluruh pasien COVID-19 dengan komorbid, kanker menempati urutan kedelapan dengan jumlah 1,8 persen dari total jumlah pasien dengan penyakit penyerta.
Baca juga: Pakar: 70 persen masyarakat sadar kanker saat stadium empat
Walta menjelaskan data yang berhasil dihimpun Pdari berbagai rumah sakit rujukan COVID-19 di Indonesia juga sangat memprihatinkan. Contohnya, di RS Hasan sadikin Bandung, dari total yang terinfeksi sebanyak 2.111 pasien yang meninggal 276 pasien dan 32 pasien diantaranya meninggal dengan kanker (12 persen).
Sementara di RS Sanglah Bali, ada 66 pasien kanker dari total 1.705 yang terkonfirmasi COVID-19 dengan angka kematian 23 persen.
"Ada lagi data dari RS Adam Malik Medan, RS Kariadi Semarang, RS Soetomo Surabaya, RS Fatmawati. Tetapi karena rumah sakit tersebut diprioritaskan untuk perawatan COVID-19 secara umum, maka angka COVID-19 dengan kanker terlihat tidak besar,” jelas dia.
Direktur Utama RS Kanker Dharmais Jakarta, dr R Soeko Werdi Nindito D, MARS menyebutkan pada awal pandemi COVID-19 lalu, sempat terjadi penurunan kunjungan pasien kanker karena takut berobat ke rumah sakit. Padahal, kanker merupakan penyakit yang tidak boleh ditunda terapinya dan pasian kanker terutama yang sedang menjalani terapi akan mengalami penurunan kekebalan tubuh, sehingga lebih mudah terinfeksi COVID-19.
"Untuk itu, Rumah Sakit Kanker Dharmais memutuskan tidak melakukan pembatasan pelayanan, tetapi semua pasien yang datang menjalani penapisan ketat, agar rumah sakit tidak menjadi sumber penularan COVID-19,” papar Soeko.
Juru bicara vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan, dr Siti Nadia Tarmizi, MEpid membenarkan bahwa saat ini pasien kanker belum masuk kelompok prioritas penerima vaksinasi.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (Ditjen P2P) Kemenkes itu beralasan, hingga sekarang belum ada data uji klinis vaksin COVID-19 yang beredar di Indonesia pada pasien kanker.
"Bukan tidak boleh, kebijakan pemerintah adalah menunda vaksinasi pada golongan risiko tinggi, sambil menunggu data uji klinis yang terus berlangsung di berbagai negara," jelas Nadia.
Baca juga: Ahli onkologi: Program deteksi dini kanker di Indonesia belum jalan
Waktu tepat
Sekjen Peraboi, dr M Yadi Permana SpB(K)Onk, menyebut data ekstrapolasi dari organisasi bedah onkologi di Eropa dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa vaksinasi pada pasien kanker padat cukup aman, selama tidak ada komponen vaksin yang kontraindikasi pada pasien. Jenis vaksin yang aman dan efektif pada populasi normal dapat digunakan pada populasi pasien kanker padat.
"Memang data efek samping vaksinasi terhadap pasien kanker masih sangat minimal. Tapi sekarang adalah saat yang tepat untuk mengumpulkan data sebanyak mungkin melalui pemantauan ketat KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) pada pasien kanker padat," tambah Yadi.
Pengumpulan data dapat dilakukan oleh para ahli bedah onkologi di seluruh Indonesia. Sebagai sub spesialisasi bedah yang menangani kanker payudara, kanker kepala dan leher, kanker kulit dan jaringan lunak, serta terapi sistemik, ahli bedah onkologi memiliki akses luas terhadap pasien kanker.
"Bila vaksinasi COVID-19 dapat dilakukan pada pasien kanker padat, ahli bedah onkologi dapat berkontribusi untuk melakukan pemantauan ketat dalam hal keamanan dan efikasi vaksin," imbuh Yadi.
Baca juga: 2,5 juta kasus kanker habiskan biaya pengobatan hingga Rp3,5 triliun
Pewarta: Indriani
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2021