• Beranda
  • Berita
  • Setelah investasi Hyundai, akankah peta industri otomotif berubah?

Setelah investasi Hyundai, akankah peta industri otomotif berubah?

11 Februari 2021 10:08 WIB
Setelah investasi Hyundai, akankah peta industri otomotif berubah?
Ilustrasi - Seorang petugas menghubungkan kabel pengisi daya ke kendaraan listrik (EV) di stasiun pengisian daya. ANTARA/REUTERS/Stringer/am.
Sejumlah pabrikan otomotif dari beberapa negara memutuskan untuk melakukan investasi besar di Indonesia beberapa waktu belakangan ini, termasuk Wuling, DFSK, hingga Hyundai.

Sederet investasi ini tentu menggugah pertanyaan akankah peta industri otomotif di Indonesia akan berubah, atau masih akan didominasi oleh pemain lawas seperti Astra.  

"Peta perubahan sedang terjadi," kata Pengamat otomotif dan akademisi dari Institut Teknologi Bandung Yannes Martinus Pasaribu saat dihubungi ANTARA baru-baru ini.

Lebih lanjut, Yannes berpendapat bahwa Toyota Motor Corporation sebetulnya telah siap dengan strategi model bisnis yang berproses secara gradual dalam perubahan dari mobil internal combustion engine ke electric vehicle.

"Karena itulah mereka tetap ngotot untuk memproduksi dan memasarkan kendaraan hybrid. Bukan kendaraan listrik. Investasi dari kebijakan perusahaan induk sudah bulat dan tidak bisa diubah," kata dia.

Baca juga: Kawasan ASEAN berpeluang tinggi adopsi mobil listrik, ini faktornya

Baca juga: Studi: Indonesia negara yang condong dukung kehadiran mobil listrik


"Artinya, Toyota Motor Corporation yang sudah begitu tambun tidak siap untuk melakukan loncatan jauh ke BEV (Battery Electric Vehicle)," imbuhnya.

Di sisi lain, pabrikan dari China dan Korea seperti Wuling, DFSK, dan Hyundai dinilai lebih siap. China sendiri merupakan negara pertama di dunia yang memelopori kebijakan nasionalnya secara ketat untuk bermigrasi langsung ke kendaraan listrik. Saat ini pun, penjualan terbesar kendaraan listrik di dunia ada China.

Sementara Korea juga dianggap cepat dalam melihat peluang ini. Mereka segera bermigrasi ke kendaraan listrik, kemudian tidak tanggung-tanggung langsung berinvestasi dalam skala raksasa dengan membangun industri kendaraan listriknya di Indonesia.

Posisi geografis Indonesia yang berada ditengah-tengah jalur pelayaran tersibuk dunia yang menghubungkan pasar potensial otomotif seperti Asia (dan seluruh negara ASEAN)-Australia-New Zealand, India, China, bahkan Asia-Pasifik, juga menjadi nilai tambah.

"China dan Korea cerdas dalam membaca peta geo-politik dan geo-ekonomi dunia. Jika mereka membangun industrinya di Indonesia maka mereka akan mampu membuat kendaraan listrik yang lebih efisien dan mendapatkan pula sistem logistik yang lebih ekonomis," ucap Yannes.

"Artinya, jika mereka berinvestasi di Indonesia mereka dapat meningkatkan efisiensi biaya logistik pengiriman kendaraan ke pasar-pasar di radius sekitar Indonesia," imbuhnya.

Pemerintah Indonesia sendiri sedang mempersiapkan seluruh infrastruktur raksasa, mulai dari darat hingga pelabuhan samudera skala besar untuk meningkatkan efisiensi sistem logistiknya secara signifikan.

"Kelemahan sistem logistik ini yang sedang dibenahi secara serius oleh pemerintah saat ini," kata Yannes.

Sebelumnya, Hyundai Motor Company (HMC) realisasikan komitmen investasi di Indonesia sebesar 1,5 miliar dolar AS di tahun 2020 mulai bulan Maret 2020.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, investasi perusahaan otomotif asal Korea Selatan ini bertambah nilainya sekitar 500 juta dolar AS.

Baca juga: Mengulik ragam insentif demi percepat adopsi kendaraan listrik

Baca juga: Kia Niro EV jadi armada pengiriman barang di Singapura

Baca juga: Volvo: Keberhasilan penjualan EV bergantung infrastruktur

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021