• Beranda
  • Berita
  • Koaksi: Mayoritas perusahaan sawit belum tersertifikasi berkelanjutan

Koaksi: Mayoritas perusahaan sawit belum tersertifikasi berkelanjutan

11 Februari 2021 15:53 WIB
Koaksi: Mayoritas perusahaan sawit belum tersertifikasi berkelanjutan
Tangkapan layar - Akademisi UI sekaligus peneliti di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) UI, Bisuk Abraham Sisungkunon dalam taklimat media hasil analisis data dan pemantauan media terkait sawit dan biodiesel yang dilakukan Koaksi dan Lokadata, Jakarta, Kamis (11/2/2021). ANTARA/Prisca Triferna
Analis data dan pantauan media yang dilakukan oleh Koaksi Indonesia dan Lokadata menemukan bahwa mayoritas perusahaan dan perkebunan sawit belum memiliki sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) yang menandakan tata kelola sawit berkelanjutan.

"Indikator yang bisa kita lihat untuk berkelanjutan bisa kita lihat dari Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) di mana di ISPO ada indikator seperti lingkungan, etika, kualitas, ketelusuran, jadi aspek berkelanjutan itu disertifikasi lewat ISPO bagi industri sawit yang melaksanakan sesuai aturan," kata periset Koaksi Indonesia, Adhi Triatmojo, dalam taklimat media yang dipantau dari Jakarta pada Kamis.

Dari total 1.725 perusahaan sawit di Indonesia baru 32,8 persen yang memiliki ISPO atau melingkupi 34,6 persen dari total 14,8 juta hektare (ha) perkebunan sawit yang telah tersertifikasi melakukan sistem yang berkelanjutan, menurut analisis data lembaga nirlaba yang mendorong percepatan energi berkelanjutan itu.

Baca juga: Pemerhati: Sinergi pemerintah-swasta penting untuk SDA berkelanjutan
Baca juga: Gapki dorong petani terapkan praktek kelapa sawit berkelanjutan


Menurut data Kementerian Pertanian sendiri pada 2020 menunjukkan bahwa dari 14,33 juta hektare (ha) lahan perkebunan sawit baru 38,03 persen atau 5,45 juta ha yang sudah ISPO.

"Bisa kita simpulkan bahwa mayoritas industri sawit atau perkebunan sawit di Indonesia masih belum mengikuti aturan-aturan atau tata kelola berkelanjutan," tambahnya.

Hal itu bisa mengindikasikan bahwa masih belum tercapainya praktik berkelanjutan di beberapa daerah penghasil sawit.

Terkait hal itu, akademisi Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (UI) sekaligus peneliti di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) UI, Bisuk Abraham Sisungkunon, menyoroti tidak terlalu banyak yang menaruh perhatian khusus terhadap besaran pelaku sawit yang sudah tersertifikasi ISPO.

Baca juga: Apkasindo usulkan pemerintah susun peta jalan sawit berkelanjutan
Baca juga: Belanda dukung Indonesia produksi minyak kelapa sawit berkelanjutan


Padahal menurut dia, sertifikasi itu untuk memastikan bahwa produksi sawit di Indonesia dilakukan dengan memperhatikan aspek keberlanjutan dan mengurangi dampaknya terhadap lingkungan hidup.

"Ini sebenarnya menjadi satu poin bahwa mengapa hanya 40 persen," katanya.

Dengan capaian tersebut maka diperlukan komitmen lebih serius untuk menjamin bahwa produksi dari minyak sawit akan tetap memenuhi asas berkelanjutan.

Baca juga: Bersengketa di WTO, RI sebut kerja sama penelitian sawit tetap jalan
Baca juga: Airlangga minta CPOPC samakan standar sawit lawan diskriminasi UE

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021