Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menegaskan bahwa kebijakan Asesmen Nasional sebagai pengganti Ujian Nasional bukan untuk evaluasi individu murid.ini bukan evaluasi individu murid sebab setiap murid memiliki potensi dan keunikan masing-masing
"Kami tegaskan ini bukan evaluasi individu murid sebab setiap murid memiliki potensi dan memiliki keunikan masing-masing serta butuh beragam cara menanganinya," kata Koordinator Analisis dan Pemanfaatan Hasil Penilaian Pusat Asesmen dan Pembelajaran Kemendikbud Dr Rahmawati pada diskusi daring yang diadakan Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) yang dipantau secara virtual di Jakarta, Kamis.
Oleh sebab itu, penilaian pada anak didik diserahkan sepenuhnya kepada guru atau satuan pendidikan masing-masing.
Baca juga: Asesmen nasional ukur kualitas pendidikan secara komprehensif
Selain itu, Asesmen Nasional juga tidak perlu diikuti oleh setiap murid di Tanah Air melainkan hanya dipilih secara acak dari kelas V, VIII dan XI.
Kemudian, lanjut Rahmawati, perlu diingat bahwa hasil Asesmen Nasional dapat ditindaklanjuti oleh sekolah pada murid yang sama.
"Sekolah tidak boleh juga menambah beban murid kelas VI, IX dan XII. Sebab, pada jenjang ini banyak proses asesmen yang perlu dilakukan oleh murid," ujar dia.
Baca juga: Pemerhati sebut Asesmen Nasional akan bawa perubahan pendidikan
Sementara itu, Kepala Peneliti PSPK Anindito Aditomo mengatakan setiap kebijakan pendidikan yang akan diambil harus berpihak pada anak.
Menurut dia, kebijakan yang berpihak pada anak yakni harus memperhatikan dan mementingkan kebutuhan belajar serta perkembangan anak itu sendiri.
Hal itu dapat diimplemntasikan dengan mendorong guru untuk memperbaiki cara mengajar. Contoh, tidak lagi menghukum tapi menerapkan prinsip disiplin positif dan sebagainya.
Baca juga: Nadiem : Pelaksanaan AN pada September dan Oktober 2021
Kemudian mendorong guru untuk fokus pada pengembangan kompetensi yang berguna bagi semua siswa dalam jangka panjang. Artinya, ke depan tidak lagi terburu-buru hanya karena mengejar ketuntasan materi.
"Jadi kalau sistem evaluasinya mendorong guru untuk mengejar ketuntasan materi tanpa memperhatikan siswa paham atau tidak, maka ini tidak berpihak pada anak," ujar dia.
Terakhir, sistem asesmen yang dinilai berpihak pada anak apabila tidak membebani anak dengan tes yang dibuat untuk kepentingan pemerintah yang meliputi pemetaan mutu, evaluasi kebijakan, insentif kinerja dan sebagainya.
Baca juga: Mendikbud sebut sekolah di daerah 3T jadi prioritas digitalisasi
Baca juga: Mendikbud sosialisasi penerimaan sejuta guru PPPK di Papua Barat
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021