• Beranda
  • Berita
  • PM Inggris: Dunia perlu traktat transparansi pandemi

PM Inggris: Dunia perlu traktat transparansi pandemi

16 Februari 2021 09:19 WIB
PM Inggris: Dunia perlu traktat transparansi pandemi
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menghadiri konferensi pers sebagai tanggapan atas situasi yang sedang berlangsung dengan ada pandemi virus corona (COVID-19), di 10 Downing Street, London, Inggris, Selasa (5/1/2021). REUTERS/Hannah McKay/Pool/AWW/djo (REUTERS/HANNAH MCKAY)

... sehingga negara-negara penandatangan memastikan bahwa mereka menyumbangkan semua data yang mereka miliki...

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Senin (15/2), mengatakan kekuatan dunia harus membuat traktat soal pandemi untuk memastikan penerapan transparansi setelah kemunculan wabah virus corona jenis baru, yang ia sebut berasal dari China.

Johnson mengatakan akan sangat tertarik untuk menyetujui perjanjian global itu, yang mengharuskan negara-negara anggota  setuju untuk berbagi data.

Johnson mengeluarkan pernyataan itu di tengah kekhawatiran Inggris dan AS soal akses yang diberikan bagi misi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ke China.

"Menurut saya, apa yang dunia perlu punya adalah perjanjian umum tentang bagaimana kita melacak data seputar pandemi zoonosis ... dan kami menginginkan ada kesepakatan bersama tentang transparansi." Ia menjawab pertanyaan Reuters soal apakah ada tindakan yang ingin ia ambil untuk meningkatkan transparansi.

"Salah satu ide menarik yang muncul dalam beberapa bulan terakhir adalah usulan soal pembuatan perjanjian global tentang pandemi, sehingga negara-negara penandatangan memastikan bahwa mereka menyumbangkan semua data yang mereka miliki dan kita bisa tahu apa yang mendasari sesuatu terjadi dan bagaimana menghentikannya agar tidak terjadi lagi," katanya pada konferensi pers.

Sebagai bagian dari langkah Inggris, yang saat ini menjabat sebagai ketua negara-negara kaya Kelompok Tujuh (G7), Johnson ingin memimpin upaya-upaya pendekatan global terhadap pandemi, termasuk dengan sistem peringatan dini.

Namun, pernyataan akhir pekan lalu yang dikeluarkan menjelang konferensi para pemimpin G7 pada Jumat (19/2) tidak menjelaskan secara rinci tentang perjanjian menyangkut transparansi pandemi.

Wabah COVID-19, yang pertama kali terdeteksi di China pada akhir 2019, telah menewaskan 2,4 juta orang.

Pandemi COVID juga membuat ekonomi global mengalami kemerosotan terburuk --pada masa damai-- sejak Depresi Hebat terjadi, serta merusak kehidupan normal miliaran orang di dunia.

Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab pada Minggu (14/2) mengatakan sama-sama khawatir dengan AS tentang sejauh mana akses yang didapat misi pencari fakta COVID-19 Organisasi Kesehatan Dunia di China. Sementara itu, Boris Johnson mengatakan ia mendukung Presiden AS Joe Biden soal lebih banyak data dibutuhkan dari penyelidikan oleh misi tersebut.

Ketika ditanya oleh Reuters siapa yang dianggapnya bertanggung jawab atas kurangnya transparansi tentang asal-usul pandemi COVID-19, Johnson mengatakan, "Saya pikir cukup jelas bahwa sebagian besar bukti tampaknya mengarah pada penyakit yang berasal dari Wuhan."
Baca juga: Penasihat senior: Inggris berada di titik kritis pandemi COVID-19
Baca juga: Inggris buka hotel karantina untuk cegah penyebaran varian baru COVID
Sumber: Reuters

Pewarta: Tia Mutiasari
Editor: Suharto
Copyright © ANTARA 2021