Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendukung pengelolaan sampah menjadi salah satu faktor pendorong perekonomian Indonesia dengan penerapan ekonomi sirkular.Bidang pengelolaan sampah adalah salah satu sektor usaha yang tahan banting selama pandemi COVID-19
"Bidang pengelolaan sampah adalah salah satu sektor usaha yang tahan banting selama pandemi COVID-19," kata Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati dalam konferensi pers virtual KLHK pada peringatan Hari Peduli Sampah Nasional 2021 yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Karena itu, kata dia, perlu adanya langkah memperkuat posisi sektor pengelolaan sampah sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Hal itu juga dilakukan untuk mewujudkan salah satu prinsip pengelolaan sampah "waste to resource" atau dari sampah menjadi sumber daya, melalui pelaksanaan ekonomi sirkular dan sampah sebagai sumber energi.
Dengan tujuan tersebut maka pemerintah mengambil tema "Sampah Bahan Baku Ekonomi di Masa Pandemi" sebagai tema Hari Peduli Sampah 2021, dan menjadikan peringatannya sebagai upaya menggeser ke penanganan sampah yang dapat memberikan kontribusi nyata dalam pertumbuhan ekonomi.
Ia memberi contoh beberapa bagian pengelolaan sampah yang bisa menjadi pendorong ekonomi seperti sektor usaha pengumpulan, pengangkutan sampah, industri alat dan mesin pengolah sampah, industri daur ulang, industri kompos dan biogas serta industri sampah menjadi energi alternatif.
Dia mengatakan langkah itu diharapkan menjadi babak baru pengelolaan sampah di Indonesia.
"Jadi sudah kita tinggalkan paradigma sampah itu hanya kumpul, angkut, dan buang," kata Rosa Vivien Ratnawati menegaskan.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pengelolaan Sampah KLHK Novrizal Tahar mengatakan sampah dapat menjadi sumber yang bisa dijadikan sumber pertumbuhan ekonomi.
Potensi itu sudah terdapat di Indonesia, kata Norvrizal, di mana 60 persen produksi sampahnya adalah organik dan dengan pemanfaatan teknologi pengolahan sampah Black Soldier Fly (BSF) bisa diolah untuk produk turunan magot (larva) untuk pakan hewan, pupuk cair dan pupuk padat.
"Kalau ini kita bisa masifkan dengan kita punya 514 kabupaten/kota dengan 60 persen sampah organik sehingga kebutuhan protein bisa diisi dari magot itu dan kemudian membangkitkan pertumbuhan ekonomi dalam negeri dan lebih kompetitif. Yang lebih penting dapat menyelesaikan persoalan sampah kita," katanya.
Jika teknologi itu bisa diberdayakan dalam skala masif maka tidak perlu semua sampah dibuang ke tempat pembuangan akhir, demikian Novrizal Tahar.
Baca juga: KLHK harap wirausaha sosial jadi penggerak kelola sampah lebih baik
Baca juga: KLHK larang pembuangan limbah medis di TPA sampah rumah tangga
Baca juga: KLHK dukung sektor swasta kembangkan "dropbox sampah kemasan"
Baca juga: KLHK tambah pagu indikatif Rp5,34 triliun atasi karhutla hingga sampah
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021