• Beranda
  • Berita
  • Dunia sudah waktunya mengenal sosok Corinus Krey dari Papua

Dunia sudah waktunya mengenal sosok Corinus Krey dari Papua

18 Februari 2021 13:41 WIB
Dunia sudah waktunya mengenal sosok Corinus Krey dari Papua
Max Krey menunjukkan piagam penghargaan tahun 1983 dari Presiden Soeharto dan salinan formulir telegram mengenai penganugerahan gelar kehormatan tituler milik ayahnya Corinus Krey. (FOTO ANTARA/Hendrina Dian Kandipi)

Frans Kaisiepo dan Corinus Krey mengambil kata Irian dari bahasa Biak yang artinya panas karena Tanah Papua adalah tempat matahari terbit

Mayor Udara (Tituler) Corinus Marselus Koreri Krey, salah satu pejuang pembebasan Papua dan pencetus nama Irian belakangan ini namanya mulai harum di media massa.

Terkuaknya kembali peran besar Corinus Marselus Koreri Krey dalam pergulatan perjuangan di Papua berawal dari kunjungan Komandan Pangkalan TNI-AU (Lanud) Silas Papare Jayapura Marsma TNI Budhi Achmadi ke rumah pahlawan nasional asal Papua Marthen Indey.

Salah satu cucu Marthen Indey yang bertugas merawatnya sampai akhir hayat bernama Aksamina Talapessy atau akrab dipanggil Mama Aca, sempat menyampaikan amanah sang kakek mengenai jasa Corinus Krey kepada bangsa Indonesia dan Papua yang sangatlah besar.

Mama Aca menyampaikan bahwa apapun bentuk penghargaan negara kepada kakeknya yakni Marthen Indey, maka Corinus Krey juga pantas untuk mendapatkannya sehingga Mama Aca mengingatkan Komandan Lanud Silas Papare agar Corinus Krey dapat diusulkan menjadi pahlawan seperti sang kakek.

"Jadi saya meminta Komandan Lanud Silas Papare agar dapat menemui istri dari Corinus Krey atau sanak keluarganya karena walau bagaimana pun anak-anaknya merupakan anak-anak pejuang yang harus diperhatikan negara," kata perempuan berusia 59 tahun tersebut.

Mama Aca yang bercerita mengenai kisah Corinus Krey ketika itu membantu kakeknya dalam tugas sebagai mata-mata, merasa sedih karena hingga kini tidak banyak orang yang mengenal sosok pejuang pembebasan Papua tersebut.

Dalam ceritanya kepada ANTARA melalui sambungan telepon, Mama Aca sempat menangis karena terharu di mana akhirnya jajaran Lanud Silas Papare dapat menemukan keluarga Corinus Krey dan melaksanakan dialog dengan pihak keluarga.

Corinus Krey sendiri bergabung bersama TNI AU berstatus sebagai Mayor Kehormatan sejak 1967-1975. Namun perlu diketahui bahwa pangkat Mayor AU yang disandangnya waktu itu sudah menjadi pangkat militer tertinggi yang disandang putra asli Papua, bersama tokoh pejuang lain yang mendapatkan pangkat kehormatan yaitu Marthen Indey sebagai Mayor dan Abraham Dimara sebagai Mayor TNI-AD.

Pangkat militer itu diberikan kepada tokoh asli Papua yang telah berjasa besar memperjuangkan pembebasan Papua dari kolonialisme Belanda.

Kisah perjuangan Corinus berawal dari gerakan pemuda yang dirintis Kepala Sekolah Beestur (Pamong Praja) Jayapura, Soegoro Atmoprasodjo, yang melibatkan Frans Kaisiepo (siswa sekolah Beestur) dan Corinus Krey (ajudan Soegoro). Soegoro sendiri adalah salah satu penggerak nasionalisme di Papua dan pada 1 April 1945 mencetuskan ide untuk mengubah nama Papua, yang berasal dari kata "papa hua" yang sering dipakai oleh Kerajaan Tidore (Maluku Utara) dan memiliki arti "tiada bapak". Hal ini terjadi karena Kerajaan Tidore menganggap sejarah Papua tidak diketahui asal usulnya sehingga disebut demikian.

Dalam rangka mengangkat harkat dan martabat Papua maka pemuda-pemuda Papua berpikir untuk mencari nama lain yang juga berasal dari sejarah Papua (Hikayat Koreri). Maka, diskusi Corinus Krey dan Frans Kaisiepo yang terjadi di Jayapura pada 1 Mei 1945, melahirkan nama Irian sebagai ganti kata Papua.

Corinus Krey berulang-ulang menceritakan kepada anak cucunya, yang mengartikan Irian dengan arti "Ikut Indonesia Anti-Netherland" saat itu adalah pejabat Belanda yang ingin membungkam gerakan nasionalisme Indonesia di Papua.

Frans Kaisiepo dan Corinus Krey mengambil kata Irian dari bahasa Biak yang artinya panas karena Tanah Papua adalah tempat matahari terbit. Promosi nama dilakukan kepada kepala-kepala suku dan dititipkan kepada Frans Kaisiepo yang mewakili pemuda Papua dalam Konferensi Malino 18 Juli 1946.

Pada 1947, Krey bergabung dengan Komite Indonesia Merdeka (KIM) sebagai Sekretaris II dibawah pimpinan Dr. Gerungan. Organisasi ini adalah motor pergerakan politik menentang Belanda. Dari sini lah Krey mulai berjuang bersama Marthen Indey yang menjabat Komisaris 1 KIM. Ketika Belanda mengendus KIM, Dr Gerungan dipulangkan ke Ambon dan KIM akhirnya digerakkan oleh Marthen Indey dan Corinus Krey.

Sepanjang hidupnya, Corinus Krey empat kali merasakan kejamnya penjara Belanda di Papua, yaitu penjara Kota Nica Jayapura (1-7 Desember 1945), penjara Abepura Jayapura 7-3-1947 sampai dengan 7-8-1947), penjara Biak (7-12-1949 sampai dengan 7-6-1950) dan yang terlama adalah tujuh tahun di penjara Digul (7-6-1950 sampai dengan 7-8-1957).

Kepada putra keduanya Max Krey, Corinus pernah menceritakan bahwa Belanda pernah menanam bagian perut ke bawah dalam kubangan dan diplester dengan semen hingga mengeras, sehingga menyisakan bagian perut ke bawah membiru dalam waktu yang lama. Dokumen kesaksian bahwa Corinus Krey pernah dipenjara empat kali ditandatangani oleh Marthen Indey karena kebetulan juga merupakan "rekan di penjara yang sama".

Kisah mendiang Mayor AU Corinus Krey ini didapatkan dari dokumen yang ditinggalkan almarhum, serta dialog dengan Martina Krey sang istri beserta putra-putra. Yang menarik, beberapa dokumen dan kesaksian diparaf langsung oleh rekan seperjuangannya Marthen Indey. Sepertinya Marthen Indey yang jauh lebih senior dari Krey sudah mengantisipasi, saat dirinya berpulang maka akan semakin sedikit yang bisa menjadi saksi kepahlawanan sahabatnya tersebut.

Selain pernah berdinas di Lanud Jayapura sebagai perwira TNI AU, almarhum adalah anggota MPRS 1964-1968 dan pemegang bintang veteran RI.

Pengusulan pahlawan nasional

Setelah pertemuan dengan cucu Marthen Indey, Lanud Silas Papare mengambil langkah cepat dan akhirnya bisa bertemu serta berdialog dengan keluarga Corinus Krey.

Komandan Lanud Silas Papare Marsma TNI Budhi Achmadi mengatakan banyak hal yang harus disiapkan untuk pengusulan sebagai pahlawan nasional tersebut dan akan melalui pemerintah daerah setempat. Dimulai dengan pengumpulan dokumen, menggelar seminar melalui Dinas Sosial dan lain sebagainya.

"Butuh waktu paling cepat satu tahun karena banyak hal harus disiapkan, dicek, dibuktikan dan lain sebagainya, prosesnya panjang," kata Marsma TNI Budhi Achmadi kepada ANTARA.

Dari hasil penelusuran Lanud Silas Papare, banyak hal sudah disiapkan Corinus Krey dan rekan-rekan seperjuangan untuk mencapai tahap pengusulan pahlawan nasional ini.

Mulai dari dokumen yang diparaf oleh Marthen Indey dan kesaksian-kesaksian lainnya, namun tetap dalam pengusulannya harus melalui beberapa tahapan atau persyaratan.

Karena, dengan dokumen lengkap yang dimiliki keluarga Corinus Krey maka diharapkan proses pengusulan menjadi pahlawan nasional ini dapat berjalan lancar dan prosesnya cepat.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua juga selalu memberikan sokongan dukungan terhadap upaya-upaya baik yang dilakukan oleh berbagai komponen masyarakat. Apalagi dalam kaitannya dengan penetapan kepahlawanan seseorang, jika hal tersebut menjadi bagian dari haknya maka pemerintah pasti berada di posisi memberikan dukungan.

Asisten Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Papua Muhammad Musaad mengatakan perjuangan orang Papua sehingga semua masyarakat dapat menikmati hasilnya kini harus dihargai dengan baik.

"Pemerintah siap membantu prosesnya karena semakin banyak orang Papua yang menjadi pahlawan maka semakin baik bagi Indonesia," katanya.

Bagi Musaad, pengusulan Mayor Udara Corinus Krey sebagai pahlawan nasional asal Papua harus didukung penuh.

Demikian pula menurut Kepala Dinas Sosial Provinsi Papua Ribka Haluk, baginya jika sudah ada bukti otentik sejarah mengenai perjuangan Corinus Krey maka dapat diusulkan kepada pemerintah pusat melalui kementerian terkait.

"Biasanya nanti ada tim khusus dari pusat atau provinsi yang akan turun untuk mengecek semua hal, mulai dari dokumen, kesaksian dari warga yang terlibat dan lain sebagainya," kata Ribka.

Jika semua berkas dan dokumen lengkap dimiliki oleh tim yang ditugaskan untuk mengecek maka selanjutnya dilaporkan ke pusat lalu dari Kementerian Sosial akan menerbitkan surat keputusan (SK) yang menyatakan bisa menerima sosok yang diusulkan menjadi pahlawan nasional berdasarkan bukti-bukti yang ada. Namun, jika tidak sesuai maka akan ada pengembalian dokumen di mana setelah dilihat dan disurvei ternyata masih ada kekurangan di sana sini.

"Jika dokumen dan berkas-berkasnya lengkap, proses pengecekan lancar maka diharapkan proses pengajuannya tidak sampai satu tahun," katanya.

Ribka juga menyebutkan bahwa survei dan lain sebagai yang akan digunakan sebagai media untuk pengecek tidak akan diberitahukan secara langsung kepada yang bersangkutan untuk menghindari adanya skenario pembohongan. Ada teknik-teknik khusus tim penilai, kuisioner khusus dan lainnya mengenai keberadaan sosok yang diusulkan menjadi pahlawan nasional.

"Butuh proses panjang, namun jika berkasnya lengkap dapat segera diterbitkan SK pengusulannya," katanya.

Pesan dari pejuang

Corinus Krey ayah dari enam orang anak. Lima laki-laki dan satu perempuan. Anak keduanya ialah Max Krey, laki-laki kelahiran 1970 tersebut kini memiliki empat putra dan satu putri.

Bagi Max, sosok ayahnya sebagai pejuang membawa banyak nilai kebaikan dalam kehidupannya kini. Sehingga kesempatan yang banyak disediakan oleh pemerintah bagi Orang Asli Papua (OAP) harus dimanfaatkan secara baik.

Kini, generasi muda Papua telah diberikan banyak prioritas menjadi tuan di tanahnya sendiri. Mulai dari kesempatan berprestasi pada bidang-bidang khusus hingga banyaknya tawaran beasiswa untuk menempuh pendidikan lebih tinggi yang dibiayai pemerintah.

"Orang asli Papua (OAP) sudah disiapkan tempat dan lain sebagainya, seperti kesempatan dalam berkarir sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) atau TNI dan Polri, ini yang harus 'direbut' sebagai perjuangan menjadi lebih baik dalam lingkup NKRI," kata Max.

Kesempatan dan pemberian prioritas ini harus dimanfaatkan maksimal sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat serta membangun daerah sendiri.

Bukan orang lain yang dapat membangun daerahnya, namun semuanya dimulai dari diri sendiri.

Max Krey juga mengapresiasi jajaran Lanud Silas Papare Jayapura yang sudah mau bersusah payah memperjuangkan pengusulan gelar pahlawan nasional bagi sang ayah.

Rasa kekecewaan terdahulu yang sempat dirasakan oleh keluarganya karena mengganggap "diabaikan" oleh negara atas perjuangan ayahnya, akhirnya sirna.

Sikap pasrah yang pernah dilakukan Max Krey dan keluarga, kini baru nampak hasilnya. Keteguhan untuk tetap berada di dalam NKRI pun, akhirnya berbuah manis.

Meskipun akan membutuhkan waktu karena prosesnya yang panjang, namun nama besar karena perjuangannya membebaskan Papua kala itu tidak sia-sia.

Ya, nama Mayor Udara (Tituler) Corinus Krey akhirnya semakin dikenang bersama para rekan seperjuangannya. Peluh dan keringat memperjuangkan "Bumi Cenderawasih" sebagai bagian dari NKRI pun dapat segera terbayarkan.

Baca juga: Lanud Silas Papare usul Corinus Krey pahlawan nasional dari Papua

Baca juga: Macmud Singgirei Rumagesan, Pahlawan Nasional pertama Papua Barat

Baca juga: Yorrys : transmigran di Papua adalah pahlawan

Baca juga: Kaisiepo: perbatasan RI-PNG Harus Ditata Jadi Beranda NKRI

 

Pewarta: Hendrina Dian Kandipi
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021